oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Gempa
di Turki telah menewaskan sangat banyak orang. Gempa Cianjur menewaskan sekitar
600 orang, gempa di Yogyakarta menewaskan 6.000 orang, korban gempa Turki jauh
lebih banyak, lebih dari 35.000 orang.
Bencana besar dengan korban besar telah
membuat dunia prihatin dengan melakukan banyak penggalangan dana, baik oleh
negara maupun oleh rakyat secara individu. Banyak instansi atau lembaga
pendidikan yang bekerja sama dengan Turki di Indonesia yang memberikan banyak
sumbangan ke Turki. Sayangnya, beberapa sekolah atau lembaga pendidikan di
Indonesia dituduh teroris oleh pemerintah Erdogan Turki. Erdogan mengeluarkan
surat untuk pemerintah Indonesia agar mencurigai beberapa lembaga pendidikan
dalam mengumpulkan sumbangan. Turki mempropagandakan bahwa lembaga-lembaga
pendidikan itu tidak akan menyalurkan sumbangannya ke Turki, tetapi akan
menggunakannya untuk kegiatan terorisme.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (CNN Indonesia) |
Tuduhan teroris dari Turki itu
diakibatkan lembaga-lembaga pendidikan itu berafiliasi dengan orang besar,
ulama Turki, Fethullah Gulen, yang dianggap Turki sebagai pemimpin kudeta di
Turki dan merupakan orang penting dalam organisasi Feto yang dimusuhi Turki.
Padahal, Fethullah Gulen sendiri membantah hal itu. Dia tidak ingin berpolitik,
apalagi kudeta. Dia hanya ingin mengembangkan lembaga pendidikan dan sosial
agar anak-anak Turki, anak-anak muslim, dan warga dunia ini hidup lebih
berpandangan terbuka, toleran, mencintai ilmu pengetahuan, membenci korupsi,
dan dapat hidup harmonis dengan lebih baik lagi. Karena pandangan Ulama Gulen
ini banyak mendapatkan perhatian dan dukungan dari rakyat Turki, tampaknya
Presiden Turki Erdogan merasa terancam. Kemudian, melakukan banyak tuduhan dan
eksekusi terhadap guru-guru dan lembaga pendidikan di Turki yang terkait dengan
Fethullah Gulen.
Fethullah Gulen (Foto: kompasiana.com) |
Sebenarnya, sudah sejak sekitar 6 atau
7 tahun lalu, Turki meminta Indonesia untuk menutup sekolah-sekolah yang
terhubung dengan Gulen di Indonesia. Akan tetapi, pemerintah Indonesia
sangatlah cerdas. Keinginan Turki tidaklah digubris. Sekolah-sekolah itu tetap
ada sampai sekarang dan tetap boleh mengumpulkan sumbangan untuk
saudara-saudaranya di Turki. Mereka yang belajar di sekolah-sekolah itu bukan
hanya anak-anak Turki, melainkan pula anak-anak Indonesia, anak-anak Inggris, Australia,
Amerika Serikat, dan lain sebagainya. Mereka baik-baik saja.
Pengelola sekolah-sekolah itu sudah
menegaskan, “Bos kami adalah pemerintah Indonesia dan bukan pemerintah Turki.”
Presiden Indonesia Jokowi (Foto: DW) |
Mereka patuh pada berbagai peraturan di
Indonesia dan sangat menghormati Indonesia. Sekolah-sekolah itu mengajarkan
perdamaian, kebaikan, dan mata pelajaran sebagaimana umumnya. Mereka yang
bersekolah dan terdiri atas berbagai negara itu bahkan mampu lebih terbuka
dengan perbedaan ras, agama, suku, dan lain sebagainya. Demikian pula
sekolahnya, jika ada nonmuslim berprestasi, tetap diberikan beasiswa
sebagaimana muslim lainnya yang berprestasi.
Keputusan Indonesia sudah benar.
Gejolak politik Turki atau kisruh di Turki, bukanlah urusan Indonesia. Itu
urusan Turki. Indonesia tidak melihat bahwa Fethullah Gulen dan lembaga-lembaga
pendidikannya di Indonesia sebagai teroris atau pengacau.
Jadi, untuk apa ikut-ikutan keinginan
Turki?
Indonesia punya hak menilai sendiri dan
melindungi siapa pun yang berhak dilindungi di Indonesia tanpa harus mengikuti
kehendak negara lain. Itu namanya mandiri dalam berpolitik dan berdaulat dalam
mengambil keputusan.
Foto Jokowi saya dapatkan dari DW dan
foto Erdogan saya dapatkan dari CNN Indonesia. Foto Fethullah Gulen dari kompasiana
com.
No comments:
Post a Comment