oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ibu saya berceritera tentang
keluarga temannya. Dia mendapatkan Curhat tentang anak perempuan temannya.
Kisah itu berawal dari tiba-tiba anaknya mengikuti pengajian-pengajian tidak
jelas tempatnya, tidak jelas gurunya, tidak jelas organisasinya. Sejak mengikuti
pengajian itu, anaknya sering berdebat dengan orangtuanya. Anaknya menganggap
semua kehidupan ini salah, pemerintah kafir, thagut, orang-orang yang berbeda
dengan dirinya adalah zalim, munafik, fasik, dan lain sebagainya. Perangai
anaknya menjadi berubah dan tidak lagi mampu taat kepada orangtuanya. Bahkan,
berani menyalahkan orangtuanya sendiri dan menganggapnya sesat. Tentu saja,
orangtuanya pun melayani anaknya, berdebat sesuai dengan pemahaman agama Islam yang
mereka pahami.
Karena terjadi perbedaan paham, tiba-tiba anaknya pergi
dan tidak pulang-pulang. Orangtuanya cemas dan mencari kesana-kemari, tetapi
tidak berhasil. Anaknya hilang selama hampir tiga bulan. Ketika kedua
orangtuanya sudah hampir putus asa dalam kesedihan kehilangan anak, tiba-tiba
suatu malam anak perempuan mereka pulang. Kedua orangtuanya senang bukan main.
Disayanginya anaknya dengan penuh cinta, diajaknya berbicara dengan lembut,
dikasihi sebagaimana anak yang sangat dicintai. Gembira luar biasa kedua
orangtuanya. Anak yang dirindukannya itu telah pulang kembali ke tengah
keluarga. Kedua orangtuanya kembali bisa tidur dengan bahagia.
Keesokan paginya, ibunya memeriksa anaknya itu barangkali
ada yang dibutuhkan anaknya untuk dia penuhi. Akan tetapi, anaknya tidak ada.
Bahkan, bukan hanya anaknya yang hilang, melainkan pula seprai, bantal, gorden,
peralatan dapur, sepatu, alat-alat elektronik, perhiasan, dan lain sebagainya.
Anaknya pergi lagi dari rumah dengan membawa banyak barang orangtuanya dari rumah.
Kedua orangtuanya kaget bukan main sekaligus sedih. Ternyata, anaknya tidak
berubah dan memilih taat kepada orang lain yang tidak dikenalnya dengan baik
dibandingkan taat kepada orangtuanya sendiri. Anaknya memilih untuk pergi dan
hidup bersama dengan kelompoknya yang dianggapnya lebih baik.
Tiba-tiba kedua orangtuanya teringat terhadap salah satu
perdebatan dengan anaknya bahwa karena orangtuanya tidak sama dengan dirinya,
berarti kafir dan sesat. Kata anaknya, harta orang kafir itu halal untuk
dirampas. Harta yang dirampas atau dirampok dari orang kafir itu adalah untuk
jihad dan diyakini akan mendapat ganjaran sorga jika berhasil merampoknya.
Beginilah kalau salah pengajian. Mereka telah memilih
sorga yang salah, sorga yang hanya ada dalam khayalan hasil berdusta dan
mengarang sendiri. Padahal, sorga yang sebenarnya ada di rumahnya, ada di kedua
orangtuanya, ada di ibunya sendiri. Keluarganyalah yang telah melahirkannya,
menjaganya, menghidupinya hingga besar. Sayangnya, guru-guru sesat telah
menyesatkannya sehingga Sang Anak meninggalkan pintu dan jalan sorga baginya
untuk pergi menempuh jalan yang sesat.
Berbakti kepada kedua orangtua, terutama ibu adalah jalan
sorga. Menyakiti, menelantarkan, apalagi merampok mereka adalah jalan kesesatan
iblis, yakini itu. Jangan ikuti pengajian aneh-aneh yang tidak mengajarkan
cinta, kasih sayang, dan rasa hormat kepada manusia.
No comments:
Post a Comment