Thursday, 30 March 2023

FIFA Baperan dan Arogan

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Orang Baperan biasanya menjadi arogan jika mempunyai kekuatan. Kalau tidak punya kekuatan, biasanya mengundurkan diri dari pergaulan. Baperan itu cuma bawa emosi dan perasaan, bukan akal sehat.

            Sesungguhnya, sangat menarik polemik atau pro-kontra kedatangan Timnas Israel ke Indonesia untuk mengikuti perhelatan pertandingan Piala Dunia U-20. Indonesia memang disepakati sebagai tuan rumahnya. Mereka yang menolak kehadiran Israel dan mereka yang menerima Israel sama kuatnya, sama cerdasnya, sama logisnya, sama-sama punya alasan yang sangat masuk akal, mungkin juga sama jumlahnya.

            Tadinya, saya tidak ingin menulis hal ini karena dari awal Ramadhan, saya sakit. Jadi, malas menulis dan memperhatikan situasi. Akan tetapi, karena situasi semakin heboh, saya jadi pengen ikutan berkomentar soal ini.

            Mereka yang menolak Israel menginjakkan kakinya ke tanah air Indonesia beralasan karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, Israel masih tidak mengakui kemerdekaan Palestina dan masih membuat rakyat Palestina menderita, Israel adalah penjajah Palestina, serta Indonesia harus patuh pada Pembukaan UUD 1945 yang mengisyaratkan bahwa penjajahan harus dihapuskan dari muka Bumi. Bukan soal perbedaan agama, kecil itu mah, ecek-ecek perbedaan agama mah. Jika Israel sempat menginjakkan kakinya di Bumi Indonesia, itu akan membuat pandangan mulai lemahnya kekuatan Indonesia dalam menghadapi Israel.


Timnas Israel (Foto: GoRiau)

            Mereka yang bersedia menerima Israel beralasan karena Indonesia sudah berjuang bertahun-tahun untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia dan berhasil meraihnya; kehadiran Israel hanya untuk bertanding sepak bola dan tidak akan mengurangi solidaritas Indonesia untuk memperjuangkan Palestina; pergelaran Piala Dunia akan mendorong kemajuan sepak bola Indonesia, meningkatkan ekonomi, pariwisata, dan investasi; jika menolak Israel; Indonesia bisa dikenai sanksi FIFA (Federation Internationale Football Association [Federasi Sepak Bola Internasional]) dan dikucilkan dari persepakbolaan dunia; jangan mencampurkan politik dan olahraga.

            Dalam polemik dan pro-kontra itu, Gubernur Bali I Wayan Koster menolak kehadiran Timnas Israel di Bali karena kebijakan Israel pada Palestina yang sangat buruk. Hal yang sama pun dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menolak Timnas Israel. Partai penguasa pun, PDI-P, menolak Israel karena berpegang pada pesan dan ajaran Soekarno bahwa selama Israel masih menjajah Palestina, kita harus menolak berhubungan dengan Israel. Di samping itu, ada beberapa Ormas Islam yang juga menolak kehadiran Timnas Israel.

            Bagi saya, perbedaan pandangan itu sangat mengasyikan dan mencerdaskan karena kedua pihak mengemukakan alasan-alasan yang mencerahkan dengan data dan fakta yang benar terjadi, bukan hoax. Perbedaan itu membuat kedua belah pihak mengerahkan kepintaran dan pengalamannya untuk menjadi bahan pertimbangan bagaimana seharusnya kita bersikap.

             Sayangnya, di tengah perdebatan itu, FIFA memutuskan secara sepihak untuk membatalkan pergelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia. FIFA akan memilih negara lain untuk melaksanakannya. Inilah yang saya sebut bahwa FIFA itu Baperan, tidak logis, main emosi, lalu arogan. Pemerintah yang menolak kan hanya Gubernur Bali, Gubernur Jawa Tengah, PDI-P, dan beberapa Ormas Islam. Mereka tidak melihat bahwa Indonesia itu luas, lebih dari 30 provinsi. Kalau hanya dua provinsi, kan bisa dilangsungkan di provinsi yang lain. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak terdengar menolak Timnas Israel. Bahkan, Walikota Bandung Yana Mulyana mempersiapkan GBLA dan Sidolig untuk berlatih para pemain dunia yang akan bertanding. Pengundian dan pertandingan kan bisa dilaksanakan di Jawa Barat, khususnya Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Bisa juga di provinsi lain yang tidak menolak Israel. FIFA itu Baperan karena mentang-mentang satu-satunya industri terbesar sepakbola di dunia dan merasa harus selalu dipuja dan dielu-elukan. Penolakan dua gubernur saja membuat mereka sakit hati, kecewa.


Foto: Kompas Com


            Indonesia itu bukan dipimpin gubernur, melainkan presiden. Jokowi sendiri tidak menolak. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) bahkan getol mempersiapkan berbagai hal untuk Piala Dunia U-20. Kalau Jokowi tidak menolak, berarti Presiden Indonesia bertanggung jawab atas segalanya untuk terjadinya pertandingan di Indonesia. Dia menjamin terselenggaranya pertandingan dunia di Indonesia. Sayangnya, FIFA Baperan, lalu arogan dengan kekuasaannya.

            Nasi sudah menjadi bubur. Tidak bisa lagi dikembalikan menjadi beras. Kalau sudah menjadi bubur, tinggal nambahin kecap, kerupuk, kacang, seledri, daging ayam, telor, dan ati ampela. Jangan lagi berpikir untuk berbalik arah.

            Hal yang sangat disayangkan adalah terjadinya pertengkaran di antara sesama bangsa sendiri akibat keputusan FIFA. Saling ledek, saling tuding, saling menyalahkan. Mestinya, keputusan FIFA itu memperjelas posisi politik Indonesia dan meningkatkan semangat sepakbola Indonesia. Tidak perlu mengagungkan FIFA dan menyalahkan bangsa sendiri. Ingat, FIFA juga tidak jujur-jujur amat. Timnas Rusia pernah dicoret dari Piala Dunia karena menyerang Ukraina, tetapi tidak mencoret Israel yang selalu menyerang Palestina. Dia melakukan standar ganda, Rusia dianggap penjahat, tetapi Israel tidak, padahal selalu membuat Palestina menderita.

            FIFA tidak menghormati Negara Indonesia yang sudah terbukti selalu berusaha mendamaikan perang. FIFA malah memilih menyelamatkan Israel daripada menghormati Indonesia dengan membatalkan Piala Dunia U-20 di Indonesia dan mencoret Timnas Indonesia dari keikutsertaan dalam ajang tersebut.

            Sesungguhnya, ini hanya pengulangan sejarah. Dulu juga hal mirip pernah terjadi terhadap Indonesia dalam kepemimpinan Presiden RI Soekarno. Masih gara-gara Israel. Indonesia pernah ditangguhkan keikutsertaannya dalam Olimpiade gara-gara tidak mengundang Israel dan Taiwan dalam Asian Games pada 1962. Dalam pandangan Indonesia, Israel adalah penjajah dan Indonesia harus menghormati rakyat-rakyat Arab. Adapun Taiwan, bukanlah negara, melainkan wilayah dari Cina.

            Hal itu membuat Soekarno marah dan menyatakan keluar dari Komite Internasional Olimpiade (IOC). Soekarno malah membuat pertandingan dunia tandingan, yaitu Ganefo (Game of the Emerging Forces) yang diikuti oleh 59 negara. Soekarno mempertahankan harga dirinya dan bangsanya, tidak mau diatur oleh organisasi dunia yang mempunyai standar ganda, tidak konsisten dalam perilakunya. Mereka menuding Indonesia mencampurkan politik dan olahraga, padahal mereka juga mengucilkan Cina, Arab bersatu, dan Vietnam Utara. Itu juga politik yang mereka campurkan sebenarnya.


Timnas Indonesia (Foto: CNN Indonesia)


            Sudahlah, keputusan Baperan dan arogan FIFA tidak perlu dijadikan bahan pertengkaran di antara sesama bangsa sendiri. Hal ini justru membukakan banyak hikmah bagi kita. Kita harus tetap bertahan pada keyakinan dan kehormatan kita serta meningkatkan prestasi sepakbola dan olahraga kita dengan nyata agar dunia tahu bahwa kita bangsa yang kuat dan selalu melawan ketidakadilan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun olahraga.

            Foto FIFA saya dapatkan dari Kompas Com. Timnas Israel dari GoRiau. Timnas Indonesia dari CNN Indonesia.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment