oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Orang Baperan biasanya menjadi
arogan jika mempunyai kekuatan. Kalau tidak punya kekuatan, biasanya
mengundurkan diri dari pergaulan. Baperan itu cuma bawa emosi dan perasaan,
bukan akal sehat.
Sesungguhnya, sangat menarik polemik atau pro-kontra
kedatangan Timnas Israel ke Indonesia untuk mengikuti perhelatan pertandingan
Piala Dunia U-20. Indonesia memang disepakati sebagai tuan rumahnya. Mereka
yang menolak kehadiran Israel dan mereka yang menerima Israel sama kuatnya, sama
cerdasnya, sama logisnya, sama-sama punya alasan yang sangat masuk akal,
mungkin juga sama jumlahnya.
Tadinya, saya tidak ingin menulis hal ini karena dari
awal Ramadhan, saya sakit. Jadi, malas menulis dan memperhatikan situasi. Akan
tetapi, karena situasi semakin heboh, saya jadi pengen ikutan berkomentar soal
ini.
Mereka yang menolak Israel menginjakkan kakinya ke tanah
air Indonesia beralasan karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik
dengan Israel, Israel masih tidak mengakui kemerdekaan Palestina dan masih
membuat rakyat Palestina menderita, Israel adalah penjajah Palestina, serta Indonesia
harus patuh pada Pembukaan UUD 1945 yang mengisyaratkan bahwa penjajahan harus
dihapuskan dari muka Bumi. Bukan soal perbedaan agama, kecil itu mah, ecek-ecek
perbedaan agama mah. Jika Israel sempat menginjakkan kakinya di Bumi Indonesia,
itu akan membuat pandangan mulai lemahnya kekuatan Indonesia dalam menghadapi
Israel.
Timnas Israel (Foto: GoRiau) |
Mereka yang bersedia menerima Israel beralasan karena
Indonesia sudah berjuang bertahun-tahun untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia
dan berhasil meraihnya; kehadiran Israel hanya untuk bertanding sepak bola dan
tidak akan mengurangi solidaritas Indonesia untuk memperjuangkan Palestina;
pergelaran Piala Dunia akan mendorong kemajuan sepak bola Indonesia,
meningkatkan ekonomi, pariwisata, dan investasi; jika menolak Israel; Indonesia
bisa dikenai sanksi FIFA (Federation
Internationale Football Association [Federasi Sepak Bola Internasional]) dan
dikucilkan dari persepakbolaan dunia; jangan mencampurkan politik dan olahraga.
Dalam polemik dan pro-kontra itu, Gubernur Bali I Wayan
Koster menolak kehadiran Timnas Israel di Bali karena kebijakan Israel pada
Palestina yang sangat buruk. Hal yang sama pun dilakukan oleh Gubernur Jawa
Tengah Ganjar Pranowo menolak Timnas Israel. Partai penguasa pun, PDI-P,
menolak Israel karena berpegang pada pesan dan ajaran Soekarno bahwa selama
Israel masih menjajah Palestina, kita harus menolak berhubungan dengan Israel.
Di samping itu, ada beberapa Ormas Islam yang juga menolak kehadiran Timnas
Israel.
Bagi saya, perbedaan pandangan itu sangat mengasyikan dan
mencerdaskan karena kedua pihak mengemukakan alasan-alasan yang mencerahkan
dengan data dan fakta yang benar terjadi, bukan hoax. Perbedaan itu membuat
kedua belah pihak mengerahkan kepintaran dan pengalamannya untuk menjadi bahan
pertimbangan bagaimana seharusnya kita bersikap.
Sayangnya, di
tengah perdebatan itu, FIFA memutuskan secara sepihak untuk membatalkan
pergelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia. FIFA akan memilih negara lain untuk
melaksanakannya. Inilah yang saya sebut bahwa FIFA itu Baperan, tidak logis,
main emosi, lalu arogan. Pemerintah yang menolak kan hanya Gubernur Bali, Gubernur
Jawa Tengah, PDI-P, dan beberapa Ormas Islam. Mereka tidak melihat bahwa
Indonesia itu luas, lebih dari 30 provinsi. Kalau hanya dua provinsi, kan bisa
dilangsungkan di provinsi yang lain. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak
terdengar menolak Timnas Israel. Bahkan, Walikota Bandung Yana Mulyana
mempersiapkan GBLA dan Sidolig untuk berlatih para pemain dunia yang akan
bertanding. Pengundian dan pertandingan kan bisa dilaksanakan di Jawa Barat,
khususnya Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Bisa juga di provinsi lain yang
tidak menolak Israel. FIFA itu Baperan karena mentang-mentang satu-satunya
industri terbesar sepakbola di dunia dan merasa harus selalu dipuja dan
dielu-elukan. Penolakan dua gubernur saja membuat mereka sakit hati, kecewa.
Foto: Kompas Com |
Indonesia itu bukan dipimpin gubernur, melainkan
presiden. Jokowi sendiri tidak menolak. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
(PSSI) bahkan getol mempersiapkan berbagai hal untuk Piala Dunia U-20. Kalau
Jokowi tidak menolak, berarti Presiden Indonesia bertanggung jawab atas
segalanya untuk terjadinya pertandingan di Indonesia. Dia menjamin
terselenggaranya pertandingan dunia di Indonesia. Sayangnya, FIFA Baperan, lalu
arogan dengan kekuasaannya.
Nasi sudah menjadi bubur. Tidak bisa lagi dikembalikan menjadi
beras. Kalau sudah menjadi bubur, tinggal nambahin kecap, kerupuk, kacang,
seledri, daging ayam, telor, dan ati ampela. Jangan lagi berpikir untuk
berbalik arah.
Hal yang sangat disayangkan adalah terjadinya pertengkaran
di antara sesama bangsa sendiri akibat keputusan FIFA. Saling ledek, saling
tuding, saling menyalahkan. Mestinya, keputusan FIFA itu memperjelas posisi
politik Indonesia dan meningkatkan semangat sepakbola Indonesia. Tidak perlu
mengagungkan FIFA dan menyalahkan bangsa sendiri. Ingat, FIFA juga tidak
jujur-jujur amat. Timnas Rusia pernah dicoret dari Piala Dunia karena menyerang
Ukraina, tetapi tidak mencoret Israel yang selalu menyerang Palestina. Dia
melakukan standar ganda, Rusia dianggap penjahat, tetapi Israel tidak, padahal
selalu membuat Palestina menderita.
FIFA tidak menghormati Negara Indonesia yang sudah
terbukti selalu berusaha mendamaikan perang. FIFA malah memilih menyelamatkan
Israel daripada menghormati Indonesia dengan membatalkan Piala Dunia U-20 di
Indonesia dan mencoret Timnas Indonesia dari keikutsertaan dalam ajang
tersebut.
Sesungguhnya, ini hanya pengulangan sejarah. Dulu juga
hal mirip pernah terjadi terhadap Indonesia dalam kepemimpinan Presiden RI
Soekarno. Masih gara-gara Israel. Indonesia pernah ditangguhkan
keikutsertaannya dalam Olimpiade gara-gara tidak mengundang Israel dan Taiwan
dalam Asian Games pada 1962. Dalam pandangan Indonesia, Israel adalah penjajah
dan Indonesia harus menghormati rakyat-rakyat Arab. Adapun Taiwan, bukanlah
negara, melainkan wilayah dari Cina.
Hal itu membuat Soekarno marah dan menyatakan keluar dari
Komite Internasional Olimpiade (IOC). Soekarno malah membuat pertandingan dunia
tandingan, yaitu Ganefo (Game of the Emerging
Forces) yang diikuti oleh 59 negara. Soekarno mempertahankan harga dirinya
dan bangsanya, tidak mau diatur oleh organisasi dunia yang mempunyai standar
ganda, tidak konsisten dalam perilakunya. Mereka menuding Indonesia
mencampurkan politik dan olahraga, padahal mereka juga mengucilkan Cina, Arab
bersatu, dan Vietnam Utara. Itu juga politik yang mereka campurkan sebenarnya.
Timnas Indonesia (Foto: CNN Indonesia) |
Sudahlah, keputusan Baperan dan arogan FIFA tidak perlu
dijadikan bahan pertengkaran di antara sesama bangsa sendiri. Hal ini justru
membukakan banyak hikmah bagi kita. Kita harus tetap bertahan pada keyakinan
dan kehormatan kita serta meningkatkan prestasi sepakbola dan olahraga kita
dengan nyata agar dunia tahu bahwa kita bangsa yang kuat dan selalu melawan
ketidakadilan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun olahraga.
Foto FIFA saya dapatkan dari Kompas Com. Timnas Israel
dari GoRiau. Timnas Indonesia dari CNN Indonesia.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment