oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kebiasaan songong sih.
Padahal, sudah saya bilang bahwa setelah Ketua Umum PBNU Gus Yahya meredam
pertentangan, seharusnya para habib diam, bikin situasi yang lebih kondusif. Hal
itu disebabkan mereka memang tidak punya sumber data yang bisa dipercaya dan
otentik, kitab rujukan abad awal tidak ada, sertifikat internasional tidak ada,
serta tes DNA pun tidak mau. Mereka sangat lemah, sudah seharusnya mulai diam
karena memang kalah data dan lemah bukti. Para habib tidak bisa membuktikan
dengan benar bahwa mereka adalah keturunan Nabi Muhammad saw. Akan tetapi,
sayangnya, oknum-oknum habib songong ini malah bikin narasi-narasi aneh,
video-video aneh, terus-terusan kasar, caci maki, serta tetap jualan promo
syafaat, kuwalat, tuduhan syiah, yahudi, dan lain sebagainya untuk menipu
orang-orang bodoh yang otaknya sudah terkuasai untuk dibodohi.
Jika ingin berdiskusi dan berdebat, Kiyai Imaduddin
Utsman Al Bantani menyediakan diri, baik untuk berdebat langsung maupun melalui
media online. Banyak memang yang teriak-teriak berani untuk berdebat, tetapi
tidak ada buktinya, Omdo, omong doang. Misalnya, Bahar bin Smith berani untuk
berdebat selama sebulan, tetapi tidak juga terjadi, ngomongnya aja yang keras,
ilmunya sih tidak ada. Demikian juga Qurtubi, pentolan FPI Banten, menantang
debat Kiyai Imad, tetapi tidak mau live dan jangan diliput media, itu kan omong
doang. Kalau sembunyi-sembunyi, bisa main persekusi dan main gerombolan karena
tidak terdeteksi masyarakat luas.
Kiyai Imaduddin Utsman Al Bantani (Foto: Harianexpose.com) |
Saya lebih menyukai Hanif Al Athos, menantu Rizieq Shihab, yang membuat tulisan bantahan kepada Kiyai Imad. Dia bikin lagi artikel untuk membuktikan tersambungnya Ba Alawi kepada Nabi Muhammad saw. Begitu seharusnya meskipun tulisan Hanif dengan sangat mudah dipatahkan oleh Kiyai Imad.
Tidak
jauh-jauh seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, sudah pasti, dicek kitab
rujukannya terlebih dahulu: siapa penulisnya? Ditulis tahun berapa atau abad
berapa? Di mana ditulisnya?
Tidak
benar jika catatan nasab yang ditanyakan awal abad 4 atau 5 dijawab oleh
catatan atau tulisan yang dibuat pada tahun 2023 atau 1444 H. Seharusnya,
ditunjukkan tulisan yang dibuat pada awal abad 4, 5, atau 6.
Meskipun
tulisan Hanif Al Athos mudah sekali dipatahkan, itu tetap harus dihormati
karena telah menyumbangkan perkembangan ilmu walaupun sedikit, bahkan salah.
Soal salah dan benar itu nomor dua. Kita bisa tahu salah atau benar itu setelah
diuji secara ilmiah. Kalaupun salah, tetap sudah punya pahala, yaitu pahala
berpikir.
Karena
mereka kesulitan mengalahkan Kiyai Imad, tampaknya mereka mengundang
kolega-kolega mereka, ulama dari Yaman atau Timur Tengah untuk membuktikan
nasab mereka tersambung kepada Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, sayangnya, tulisan
ulama-ulama itu pun sama, tidak jauh seperti apa yang dibuat oleh Hanif Al
Athos. Untuk memahami hal ini, silakan ikuti chanel youtube Hanif Farhan.
Terlalu panjang kalau saya menulis itu, lebih baik dari saluran aslinya yang
digunakan oleh Kiyai Imaduddin. Tulisan para ulama itu pun mudah sekali
dipatahkan Kiyai Imad. Seperti yang sudah saya bilang berkali-kali, pasti kitab
rujukannya yang dipermasalahkan terlebih dahulu.
Ada
memang yang mengklaim punya kitab pada abad ke-4, tetapi penulisnya tidak
dikenal, tidak masyhur, atau majhul. Penulisnya tidak dikenal oleh para ahli
nasab pada abad itu. Penulis terkenal itu pasti hasil tulisan atau karyanya
dijadikan kutipan atau dikutip oleh para ahli nasab pada zaman itu. Kalau tidak
pernah dikutip, ya tidak masyhur. Ada pula yang menurut saya lucu, yaitu
meminta ulama Yaman untuk menandatangani bahwa Ba Alawi adalah benar keturunan
Nabi Muhammad saw.
Untuk
apa tanda tangan itu?
Tetap
saja bakal ditanyakan dari mana dia tahu bahwa Ba Alawi atau Ubaidillah itu
anak dari Ahmad bin Isa dan tersambung kepada Rasulullah saw? Dari mana
sumbernya?
Perilaku oknum-oknum habib inilah yang membuat
Kiyai Imad menantang ulama seluruh dunia untuk membuktikan dua hal. Pertama, terputusnya nasab para habib
kepada Rasulllah saw. Kedua, membuktikan
palsunya hadits-hadits untuk mencintai dan menghormati keturunan Rasulullah
saw.
Menurut
Kiyai Imad, yang disebut ahlul bait atau keluarga Rasulullah saw itu adalah
Fatimah, Hasan, Husen, Ali, dan Bani Muthalib. Setelah itu, tidak ada ahlul
bait. Keturunan Nabi saw setelah itu disebut dzuriyah bukan ahlul bait.
Hadits-hadits mengenai fadillah atau kemuliaan ahlul bait itu kembali kepada
orang-orang yang disebut tadi dan bukan kepada keturunannya. Bahkan, menurutnya,
makna hadits-hadits itu telah dirampas untuk ditujukan dan digunakan
orang-orang yang suka mengaku-aku keturunan Nabi saw. Tidak wajib untuk
mencintai dan menghormati keturunan Rasulullah saw. Tidak wajib itu bukan
berarti haram atau tidak boleh. Kalau mau mencintai atau menghormati, bagus.
Bersikap biasa-biasa juga tidak apa-apa. Kiyai Imad bersedia berdebat dan
memeriksa hadits-hadits itu selama tiga hari tiga malam. Hal yang wajib untuk
dicintai dan dihormati itu adalah orang-orang yang berilmu atau para ulama. Ada
ribuan ayat tentang wajibnya menghormati ilmu dan menghormati orang berilmu.
Begitulah
tantangan Kiyai Imaduddin Al Bantani. Seperti saya bilang, kalau memang mau
membantah, bikin karya ilmiah tandingan. Kalau tidak bisa, jangan songong,
buatlah situasi lebih tenang sehingga tidak timbul kemarahan dari keturunan
wali songo. Tidak kata terlambat untuk memperbaiki hubungan dan mengoreksi
diri. Kita semua manusia yang sangat mudah untuk berbuat kesalahan, tetapi
Allah swt membuat pula jalan untuk memperbaiki kesalahan itu menjadi hal yang
sangat baik dan diridhoi Allah swt.
Soal
nasab ini sudah jadi melebar ke mana-mana, malah cenderung membahayakan
kehidupan yang harmonis. Kalau mau lebih cepat selesai, buktikan dengan tes
DNA. Kiyai Imad menantang warga Banten, Bandung, Garut, dan Sumedang untuk tes
DNA agar membuktikan mereka adalah keturunan Prabu Sliwangi. Rakyat pun
mengatakan siap untuk tes DNA jika diminta oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan
Kamil.
Begitulah.
Tenang, bikin suasana lebih nyaman, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
No comments:
Post a Comment