Sunday 10 April 2011

Jangan Mau Jadi Bajingan

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Semakin jelas dan semakin terang bahwa Indonesia yang kita cintai ini sedang digiring untuk memilliki sistem pergaulan hidup orang lain. Tepatnya, hidup seperti orang-orang Amerika. Hal itu disebabkan banyak orang yang terus memelihara ketertipuan dirinya dengan menganggap sistem politik di Amerika itu adalah yang terbaik.

Setidak-tidaknya, hal itu bisa kita perhatikan dari pernyataan Marzuki Alie yang ketua DPR dan orang terhormat di Partai Demokrat. Ia mengatakan bahwa rujukan demokrasi di Indonesia itu adalah Amerika Serikat. Hal itu dikatakannya saat mengomentari nada-nada miring mengenai pembangunan gedung DPR baru. Saat diwawancarai Tina Talissa dari tvOne, menurutnya, gedung baru yang mewah itu dibangun untuk mengikuti cara-cara berdemokrasi di AS. Di AS setiap anggota DPR memiliki 15 sampai dengan 20 orang staf ahli. Oleh sebab itu, DPR RI memerlukan gedung baru untuk mengakomodasi kepentingan semacam itu.

Dari pernyataan itu, wajar jika timbul berbagai dugaan bahwa sebelumnya Partai Demokrat memiliki sejarah mesra dengan pihak-pihak di AS. Hal itu dapat dipahami karena AS biasanya memberikan berbagai syarat kepada negara-negara yang sering diberinya hibah. Hal itu pun menimbulkan dugaan lanjutan yaitu Presiden RI SBY telah mendapatkan arahan dari pihak AS. Apalagi jika dikaitkan dengan kebijakannya yang dulu terkait nuklir Iran. Rakyat Iran dan dunia tahu ketika Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran, berkunjung ke Indonesia pada 2006, SBY menyatakan bahwa Indonesia mendukung program pengembangan nuklir Iran untuk perdamaian. Akan tetapi, dukungan itu dicabut karena Indonesia akhirnya memilih mendukung Resolusi DK PBB 1747 yang mengenakan sanksi terhadap Iran karena Iran bersikukuh mengembangkan kemampuan nuklirnya. Semua orang tahu bahwa Resolusi PBB itu dimotori oleh AS. Kebijakan politik luar negeri kita pada Iran sebagai negara sahabat dengan gampangnya berubah karena ada telepon dari Presiden Bush. Martabat macam apakah sesungguhnya yang sedang kita pertaruhkan kepada dunia? (Amien Rais : 2008)

Entah ada berapa banyak orang atau berapa elit yang berpikiran mengarahkan kita menjadi seperti AS. Kalau mengarahkan kita menjadi seperti AS, artinya sama dengan menyuruh negeri ini menjadi bajingan. Mau tahu kenapa saya berpendapat seperti itu? Baca terus tulisan ini.

Menurut Soekarno, Presiden ke-1 RI, yang nama dan jiwanya tetap hidup menyertai negeri ini--yang berbeda jauh dengan pemimpin kacangan yang hilir mudik saat ini yang nyawanya masih ada dan masih hidup, tetapi namanya sudah mati duluan, padahal hampir setiap ada kesempatan selalu menghidup-hidupkan namanya lewat poster, baligo, spanduk, acara-acara seremonial, dan aksi-aksi teatrikal memuakkan--, demokrasi itu jika diibaratkan manusia, sama dengan anak-anak. Demokrasi jika sudah tumbuh remaja berubah menjadi liberalis. Remaja itu jika tumbuh lagi dewasa, berubah menjadi kapitalis. Pada masa tuanya akan menjadi imperialis.

Memang Soekarno tidak memberikan pengetahuan secara detail mengenai fase-fase pertumbuhan demokrasi menjadi liberalis, lalu beralih rupa menjadi kapitalis, kemudian tercetak menjadi imperialis tersebut, tetapi kita dapat mengira-ngiranya sendiri. Para ahli politik, tatanegara, atau ahli-ahli ilmu pikir bisa memberikan alasan lebih ilmiah terhadap fase-fase pertumbuhan yang dikemukakan Soekarno tersebut. Saya mungkin hanya bisa memberikan alasan sedikit. Demokrasi itu adalah mengagungkan kebebasan. Kebebasan itu memberikan ruang kepada para pebisnis dan masyarakat umum untuk berpendapat sesuai dengan yang mereka kehendaki setelah lebih dahulu mengupayakan adanya undang-undang agar kepentingan mereka bisa tersalurkan. Semua orang punya hak untuk berbuat sebebas-bebasnya berdasarkan naluri kemanusiaan yang ingin serba bebas, tak mau terkekang. Kebebasan yang telah tercipta dan terjamin dalam konstitusi itu akan menjadikan persaingan bebas pula dalam hal ekonomi. Setiap orang beroleh kesempatan untuk berusaha mengumpulkan kekayaan. Dari kesempatan yang terbuka itu, setiap orang bersaing dan berlomba-lomba untuk mendapatkan materi yang sebanyak-banyaknya. Selanjutnya, jadilah kapitalis, pengumpul modal, yang selalu berdiri di atas penderitaan orang lain. Yang namanya harta benda, modal, sifatnya selalu begitu dari dulu sampai sekarang, bagaikan air laut yang jika diminum, semakin haus rasanya, tak pernah ada kata puas. Dalam Al Quran dijelaskan bahwa jika manusia itu diberi satu lembah emas, selalu masih menginginkan lembah emas yang lain atau jika diberi satu bukit emas, selalu masih ingin memiliki bukit emas lainnya. Modal yang telah dikumpulkannya selalu saja dirasakan kurang. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk memperluas wilayah usaha. Dari keinginan memperluas bisnis tersebut, timbul dorongan untuk mempergunakan politik dan militer dalam meluaskan daerah operasinya. Selanjutnya, mereka mencari wilayah-wilayah lain untuk memenuhi kehausan terhadap materinya. Jadilah dia imperialis. Imperialis itu adalah bajingan.

Jelas bajingan bukan? Amerika sekarang sudah menjadi bajingan itu dengan bercokol di negeri-negeri orang.

Saya menegaskan bahwa perilaku itu adalah perilaku bajingan tengik!

Pembukaan UUD 1945 sudah menyatakan bahwa negeri ini sudah bulat pendapatnya mengenai imperialis, yaitu harus dihapuskan dari muka Bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Yang wajibul kudu harus dihapuskan dari muka Bumi ini adalah para bajingan tengik, baik itu pribadi, kelompok, maupun berbentuk negara.

Berdasarkan ajaran Bung Karno soal demokrasi-liberalis-kapitalis-imperialis tersebut, sudah jelas sangat bertentangan dengan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang seimbang lahir maupun batin sesuai dengan Pancasila. Pancasila itu bertolak belakang dengan imperialis. Pancasila itu mengajarkan agar kita dapat menggunakan sarana ketuhanan untuk bergotong royong menjadikan materi sebagai alat kemakmuran bersama dan menjadi alat untuk mengabdi kembali kepada ketuhanan. Dari Tuhan dan untuk Tuhan. Begitu maksud dari Pancasila itu.

Sekali lagi, jika mengikuti cara hidup AS, artinya bercita-cita menjadi bajingan tengik. Ingat, Allah swt melalui para founding father sudah memberikan cahaya dan arahan agar kita ini menjadi manusia-manusia Pancasila, bukan bajingan tengik!

Tolaklah apapun yang menggiring kita untuk menjadi penjahat kudisan. Kembalilah pada kesucian Ibu Pertiwi. Di pangkuan Ibu Pertiwi-lah sebenarnya terletak kekuatan terbesar kita.

No comments:

Post a Comment