oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pada masa-masa menunggu
hasil Pilpres RI yang akan diumumkan 22
Mei 2019, pemerintah kembali menggaungkan wacana soal pemindahan Ibukota RI
dari Jakarta ke tempat lain. Usulannya sama dengan yang dulu pernah ada pada
masa Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno, yaitu berpindah ke kota-kota yang masih di
Pulau Jawa atau pindah ke luar Pulau Jawa. Beberapa wilayah di Pulau Jawa
sempat menjadi kandidat, misalnya, Bandung, Bogor, Jonggol, bahkan ke wilayah
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Salah satu kota yang berada di luar Jawa yang
sangat sering dibicarakan adalah Palangkaraya, Kalimantan.
Soekarno ingin memindahkan Ibukota RI dari Jakarta lebih
banyak disebabkan ketidaksukaan Soekarno terhadap hal-hal yang bergaya barat. Jakarta
memang dibangun bergaya kolonial. Ia ingin membangun Ibukota sesuai dengan
budaya Indonesia sendiri. Seiring dengan berkembangnya waktu, wacana pemindahan
dari Jakarta ke Palangkaraya semakin menguat, terutama berkaitan dengan bencana
alam serta keamanan dan pertahanan nasional.
Dari beberapa obrolan ringan dan diskusi terbatas, memang
Palangkaraya dianggap lebih tepat dibandingkan dengan kota-kota lainnya.
Palangkaraya tidak dilewati cincin api yang membuatnya tidak ada gempa akibat
gunung berapi, memiliki banyak sungai yang bisa menjadi pembuangan air untuk
menghindari banjir, serta mampu lebih baik dalam mengontrol keamanan dan
pertahanan negara, terutama dalam menghadapi konfrontasi dengan Malaysia yang
saat itu sedang terjadi masalah hebat.
Saat ini pun sebenarnya Palangkaraya masih tepat untuk
dijadikan Ibukota RI karena alasan-alasan tadi, apalagi sekarang Jakarta sudah
sangat macet, sulit diatur, terlalu padat, mudah stress, dan sering banjir.
Sebaiknya, memang Jakarta dijadikan saja pusat bisnis, sedangkan pusat
pemerintahan pindah ke Palangkaraya, Kalimantan.
Penelitian untuk itu memang sangat diperlukan agar tidak
salah langkah. Pengalaman-pengalaman negara lain pun yang sempat memindahkan
ibukotanya dapat menjadi pelajaran bagi kita. Akan tetapi, tidak harus juga
menjadi dasar pokok dalam memindahkan ibukota RI karena mereka memiliki
permasalahan yang berbeda dengan permasalahan kita. Mereka ya mereka, kita ya
kita.
Di dalam negeri sendiri kita punya pengalaman dalam hal
pemindahan ibukota ini. Dulu Ibukota Kabupaten Bandung adalah Krapyak. Akan tetapi, karena kota ini
sering terkena banjir besar hingga saat ini belum tertangani dengan baik akibat
luapan Sungai Citarum, Bupati Bandung R.A.A. Wiranata Kusumah memindahkan
ibukota ke seputaran Sungai Cikapundung dan membangun pendopo di sana. Saat itu
Bupati R.A.A. Wiranata Kusumah masih berusia enam belas tahun. Anak muda
belasan tahun itu nggak pake lama segera memindahkan ibukota dan berhasil.
Krapyak pun berubah nama menjadi Dayeuhkolot, ‘Kota Tua’ karena sempat menjadi ibukota dan terus
banjir hingga kini belum teratasi. Adapun pendopo yang dibangun dekat Sungai Cikapundung menjadi
pusat Kota Bandung, lengkap dengan Masjid Agung, alun-alun, pusat pertokoan,
dan menjadi salah satu ikon Kota Bandung. Wilayah ini menjadi sangat terkenal
ke seluruh penjuru dunia.
Bukankah Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di
wilayah ini?
Jangan terlalu lama berpikir memindahkan ibukota dan
jangan terlalu banyak pendapat politis. Bisa-bisa niat baik ini hanya menjadi
wacana tanpa pernah terlaksana.
Sampurasun.