oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Prabu Siliwangi as adalah
Nabi Allah swt yang diutus ke Benua Sundaland untuk menyampaikan kebenaran dan
mengajarkan Islam pada beberapa wilayah di Benua Sundaland. Ia adalah sosok
teguh yang dirindukan kembali hadir pada zaman ini untuk menyelesaikan berbagai
masalah yang ada di Benua Sundaland yang kini telah hancur berkeping-keping
menjadi wilayah kepulauan yang bernama Indonesia.
Sesungguhnya, dia tidak akan pernah kembali lagi. Prabu
Siliwangi as telah ngahiyang, ‘bersatu
dengan Allah swt’. Yang akan kembali adalah semangatnya, budi pekertinya, dan
ajaran-ajarannya. Sosok dan ajaran Prabu Siliwangi as hanya akan menitis pada
orang-orang yang baik hatinya, bukan yang kasar dan gemar berbohong.
Sampai hari ini sosok Prabu Siliwangi masih menjadi
misteri. Terdapat dua golongan besar dalam meyakini sosok Prabu Siliwangi,
yaitu pertama, golongan yang
menganggap bahwa Prabu Siliwangi pernah hidup secara nyata. Kedua, golongan yang menganggap bahwa
Prabu Siliwangi hanya tokoh sastra hasil karya para penyair dan juru pantun.
Terjadinya dua golongan ini, baik akademisi, ahli, maupun masyarakat,
disebabkan oleh sumber-sumber sejarah yang memiliki banyak perbedaan dan
bertolak belakang. Di samping itu, kesemrawutan kisah Prabu Siliwangi
disebabkan adanya kepentingan politik dan ekonomi dalam menguasai wilayah
Nusantara serta adanya keangkuhan dalam otoritas keilmuan. Kesengajaan
merancukan sejarah karena kepentingan politik dan ekonomi jelas sangat
merusakkan segalanya karena menyisipkan kerakusan atas harta, benda, dan sumber
daya alam. Demikian pula keangkuhan otoritas keilmuan membuat ilmu pengetahuan
mati dan membuat kehidupan masyarakat kehilangan arah karena tidak jelas pijakannya
dan tidak jelas pula arah yang hendak dituju.
Banyak naskah yang diberangus dan dibuang. Banyak pula
naskah asli yang diterjemahkan secara salah dan hanya menyandarkan pada
persepsi orang per orang. Di samping itu, banyak pula syair dan pantun yang diciptakan
hanya untuk memperkuat pendapat-pendapat yang keliru.
Satu-satunya naskah yang terjamin keasliannya dan tidak
akan pernah berubah di dunia ini hanyalah Al
Quran. Oleh sebab itu, saya mencoba
menggunakan Al Quran untuk memahami siapa sesungguhnya Prabu Siliwangi. Setelah
menelaah Al Quran, saya cocokan beberapa kabar dan naskah mengenai Prabu
Siliwangi dengan Al Quran serta mengenyahkan kalimat-kalimat yang bertolak
belakang dengan Al Quran di samping meminggirkan kata-kata yang bertolak
belakang dengan sosok Prabu Siliwangi as dalam pandangan urang Sunda.
Prabu
Siliwangi as Bukan Hindu dan Bukan Budha
Banyak ahli sejarah yang
mengatakan bahwa Prabu Siliwangi as beragama Hindu. Sebagian lagi mengatakan
beragama Budha Tantra. Para ahli sejarah yang kebanyakan berasal dari Belanda
dan Inggris itu mengatakan bahwa Prabu Siliwangi as beragama Hindu dan Budha
Tantra disebabkan melihat ajaran-ajaran Prabu Siliwangi mengenai sistem
kepercayaan dalam agama Sunda lama. Di samping itu, ada patung yang diklaim
sebagai sosok Prabu Siliwangi yang mirip dengan Dewa Wisnu.
Mereka mengatakan hal itu disebabkan dalam pemahaman
mereka Islam itu berasal dari Arab, hanya
ajaran Muhammad saw, dan ajarannya harus menggunakan bahasa Arab. Sementara
itu, ajaran Prabu Siliwangi as menggunakan bahasa Sunda lama yang dekat sekali
dengan bahasa Jawa. Itulah kesalahan mereka yang pertama.
Kesalahan mereka yang kedua adalah menganggap bahwa salah
satu dari arca-arca atau patung-patung di Jawa Barat adalah gambaran dari sosok
Prabu Siliwangi as. Sosok itu mirip Dewa Wisnu. Sesungguhnya, saya melihat itu
adalah sebuah kesalahan karena sama sekali sosok itu bukan merupakan sosok
orang Sunda. Patung yang diklaim sebagai Prabu Siliwangi as itu bukanlah sosok
yang berasal dari wilayah Sunda dan itu mencirikan bukanlah Prabu Siliwangi as.
Arca itu memiliki mahkota yang agung, di belakang kepalanya ada tanda halo (bulatan yang biasa ada dalam
gambar orang-orang bijak), memakai gelang perhiasan pada kedua tangan dan
kakinya, tidak menggunakan baju, serta tidak menggunakan celana panjang dan
hanya menggunakan balutan kain mirip celana pendek yang menutupi kemaluan dan
bokong. Di samping itu, arca itu tidak menggunakan alas kaki. Pakaian itu sama
sekali tidak mungkin digunakan seorang raja di wilayah Sunda yang beriklim
sejuk, bahkan dingin sekali pada beberapa tempat. Pakaian Raja Sunda yang
pantas adalah menggunakan baju yang cukup tebal dan celana panjang yang juga
tebal untuk mengatasi iklim yang sejuk, bahkan dingin. Tidak mungkin tanpa baju
dan celana hanya berupa balutan kain berbentuk celana pendek mirip cawat besar.
Di samping itu, harus menggunakan alas kaki.
|
TIDAK MUNGKIN INI PRABU SILIWANGI. Sumber foto: tatangmanguny.wordpress.com |
Kedua kesalahan para ahli sejarah itu sudah bisa
mengugurkan bahwa Prabu Siliwangi as adalah beragama Hindu atau Budha Tantra.
Di samping itu, ada alasan lain yang menunjukkan bahwa Prabu Siliwangi as tidak
beragama Hindu dan tidak pula Budha, yaitu tidak ada seorang atau sekeluarga
Sunda pun yang menyimpan kitab Hindu atau Budha sebagai kitab yang pernah
dijadikan pedoman hidup. Tak tampak jejak Hindu dan Budha di masyarakat Sunda,
baik dalam bertutur bahasa, maupun dalam berperilaku. Bahkan, di kalangan para
penganut Hindu dan Budha saat ini sama sekali tidak terdengar mengagungkan atau
memuliakan Prabu Siliwangi as. Padahal, Prabu Siliwangi as adalah figur agung
yang ajarannya pun digunakan secara nasional di Indonesia ini, yaitu silih asah, silih asih, silih asuh. Logikanya,
para penganut Hindu dan Budha harus selalu memuliakan Prabu Siliwangi as,
tetapi kenyataannya sama sekali tidak. Prabu Siliwangi as yang terkenal sedunia
itu sama sekali berada di luar perhatian para pemeluk Hindu dan Budha. Justru
orang-orang Islam yang bersuku Sunda-lah yang selalu menjadikan Prabu Siliwangi
as sebagai anutan dan tidak pernah dilupakan, bahkan selalu diagungkan dan
dimuliakan hingga kini selama berabad-abad. Hal itu menunjukkan bahwa Prabu
Siliwangi adalah berada dalam kecintaan kaum muslimin dan bukan berada di
lingkaran para penganut Hindu dan Budha. Itu pun sekaligus mengisyaratkan bahwa
Prabu Siliwangi as bukan penganut Hindu dan atau Budha Tantra.
Sosok
Protagonis
Para Nabi yang tercatat
dalam Al Quran selalu dikisahkan sebagai sosok-sosok protagonis, penuh
kebaikan, penuh keluhuran, dan penuh kemuliaan. Kalaupun dibuat kisah mengenai
para nabi dalam sosok antagonis yang penuh keburukan, dendam, kemarahan, dan
menguak sisi buruknya, kisah-kisah itu tidak akan dipercaya oleh masyarakat dan
selalu diragukan meskipun kisah itu tetap ada.
Beberapa film layar lebar yang dibuat oleh kaum Yahudi
mencoba mengangkat sisi-sisi buruk para Nabi. Lumayan banyak film-film serupa
itu dan saya pernah menontonnya beberapa. Ada nabi yang gemar mabuk, ada nabi
yang menipu nabi lainnya. Ada nabi yang rebutan cewek, ada nabi yang mengejar
kekuasaan, dan rupa-rupa keantagonisan lainnya. Akan tetapi, kisah itu hanya
melayang sebagai kisah yang tidak pernah dipercaya. Kisah para nabi selalu
berada dalam posisi protagonis.
Demikian pula dengan Prabu Siliwangi as yang selalu
protagonis. Meskipun dibuat kisah yang antagonis, kisah itu selalu diragukan
dan tidak pernah dipercaya karena di samping semrawut, juga merusakkan hubungan
baik di dalam keluarga kerajaan Sunda. Kisah-kisah antagonis itu hanya dibuat
untuk membuat rakyat Sunda patuh pada kolonialisme Belanda dan patuh pada
kekuasaan pribumi yang tidak menentang Belanda. Di samping itu, kisah itu
dibuat untuk menghilangkan rasa hormat rakyat Sunda yang beragama Islam kepada
Prabu Siliwangi as. Misalnya, kisah yang antagonis dalam pandangan Islam. Prabu
Siliwangi as sempat masuk Islam, lalu murtad dan kembali lagi menjadi Hindu
atau Budha. Oleh sebab itu, ia dikejar oleh anaknya, Raden Kian Santang Sang
Penyebar Islam, untuk diperangi. Prabu Siliwangi as pun kabur dan menghilang ke
Hutan Sancang. Dalam versi lain, Prabu Siliwangi as kabur bukan karena dikejar
Kian Santang, melainkan dikejar “suara adzan”. Kisah itu tetap ada sampai hari
ini, tetapi tidak dihiraukan karena meragukan dan sangat sulit dipercaya serta
bertentangan dengan keluhuran sosok Prabu Siliwangi as yang selalu protagonis.
Masyarakat Sunda yang jelas beragama Islam tetap
mengagungkan Prabu Siliwangi as. Masyarakat tetap menghormatinya dan tidak
pernah terpengaruh oleh kisah-kisah Sang Prabu as yang antagonis dalam
pandangan Islam.
Bahkan, peneliti dari seluruh dunia membuat kesimpulan
yang sangat mengejutkan bahwa sosok Prabu Siliwangi as ini merupakan sosok yang
tidak memiliki noda cela sepanjang hidupnya. Hal ini ada dalam kesimpulan Proceedings: Seminar Sejarah dan Tradisi
Tentang Prabu Silihwangi yang disusun oleh V. Sukanda Tesier dan Hasan Muarif Ambary yang diterbitkan oleh
Pemerintah Jawa Barat bekerja sama dengan Ecole
Francaise D’Extreme-Orient-Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada 1991.
Di dalam prosiding ini terkumpul berbagai makalah peneliti dari seluruh dunia
yang tertarik pada sosok Prabu Siliwangi as. Makalah-makalah itu ditulis dengan
bermacam-macam bahasa, yaitu: bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Indonesia,
bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan lainnya.
Begini kesimpulan mereka.
1. Prabu Silihwangi adalah
seorang hero nasional bersifat universil (hero budaya, hero agama, hero
historiografi, dan hero sastra dari abad silam sampai dewasa ini).
2. Sebagai seorang Dewa
Raja, Silihwangi adalah
- Seorang kepala agama yang sempurna
- Seorang kepala negara yang sempurna
- Seorang manusia yang sempurna (Insan Kamil)
3. Berkat sifat tersebut,
Silihwangi menjadi tokoh ideal dalam suatu kontinuitas budaya, daerah, dan
agama yang unik
4. Dengan kemasyhurannya yang tersebar luas,
kebesaran pribadinya dan keluarbiasaannya, Silihwangi adalah tokoh hero
kharismatik yang patut diteladani (angidung palupi)
5. Toleransi beragama, kemenangan, pemerintahan
yang diayomi secara sempurna, keadilan, perlindungan serta pengayoman rakyat
menonjolkan ciri khas Prabu Silihwangi dalam masa pemerintahannya yang masih
utuh dikenang sampai masa kini.
6. Walaupun nama Silihwangi tidak dipelihara dalam
bukti sejarah atau belum ditemukan, julukannyalah yang menjadikan Silihwangi
termasyhur.
Di
Seluruh Dunia Ada Nabi
Entah kenapa dunia, baik
muslim maupun nonmuslim selalu menganggap bahwa nabi itu harus berasal dari
Arab atau Timur Tengah. Entah siapa yang mula-mula ngajarin tidak benar seperti
itu.
Saha sih jalmana nu
ngamimitian teu baleg model kitu?
Entah apa pula maksud mereka mengajarkan hal seperti itu.
Apakah ada kepentingan politik?
Apakah ada kepentingan ekonomi?
Apakah disebabkan keterbatasan pengetahuan?
Kalau keyakinan bahwa para nabi itu harus selalu dari
Arab atau Timur Tengah disebabkan adanya kepentingan politik dan ekonomi, jahat
sekali orang-orang itu. Mereka harus bertanggung jawab di hadapan Allah swt
atas perilaku mereka.
Kalau disebabkan kurang pengetahuan karena keterbatasan
berbagai faktor, tidaklah mengapa. Hal itu tidak menjadi dosa karena kurang
pengetahuan yang kemudian melahirkan pemahaman yang salah. Dalam dunia ilmu
pengetahuan yang namanya “salah” itu boleh karena bisa diperbaiki. Hal yang
tidak diperbolehkan dalam ilmu pengetahuan adalah “berbohong” karena akan
merusakkan segalanya.
Allah swt sendiri tidak pernah mengatakan bahwa para nabi
itu seluruhnya berasal dari Arab atau Timur Tengah. Allah swt justru
menjelaskan bahwa para nabi ada di seluruh penjuru dunia.
“Tiap-tiap umat
mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan
antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya.” (QS
Yunus 10 : 47)
Tiap-tiap umat
mempunyai rasul.
Tidak jelaskah kalimat itu?
Ada berapa ribu umat di seluruh dunia ini?
Sejumlah itulah rasul diutus ke setiap umat, setiap ras,
setiap suku, dan setiap bangsa di dunia. Dengan demikian, di akhirat nanti
tidak ada alasan bagi setiap manusia untuk menghindar dari pertanggungjawaban
dengan alasan “tidak pernah ada seorang pun pemberi peringatan kepada mereka”.
Allah swt tidak meluputkan satu umat pun dari kedatangan rasul dari sisi-Nya.
“Sesungguhnya Kami
mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya
seorang pemberi peringatan.” (QS Fathir
35 : 24)
Dan tidak ada suatu
umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.
Tegas sekali Allah swt menjelaskan bahwa tidak ada satu
umat pun di dunia ini yang tidak diutus nabi kepada mereka. Seluruh kelompok
manusia telah didatangi oleh para rasul.
“Kami tidak
mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa
yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ibrahim 14 : 4)
Kami tidak mengutus
seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi
penjelasan dengan terang kepada mereka.
Para nabi dan rasul yang diutus ke seluruh dunia itu
menggunakan bahasa kaumnya masing-masing. Untuk Sunda, rasul yang diutus
berbahasa Sunda. Untuk Jawa, berbahasa jawa. Untuk Batak, berbahasa Batak.
Demikian pula untuk suku-suku yang ada di Indonesia dan di seluruh dunia ini.
Para rasul hadir dengan menggunakan bahasa sukunya masing-masing agar
penjelasan yang disampaikan para rasul itu mudah dipahami dengan terang dan
jelas oleh masyarakatnya masing-masing.
Tanda
Kenabian Prabu Siliwangi as
a.
Ajaran Tauhid
“Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya bahwa tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku
olehmu sekalian.” (QS Al Anbiya 21 : 25)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt memberikan
pengetahuan kepada setiap rasul itu dengan ajaran tauhid, yaitu mengesakan
Allah swt. Dengan keyakinan seperti itu, manusia diharuskan hanya menyembah
kepada Allah swt, tidak kepada hal yang lain. Ayat di atas pun menegaskan bahwa
rasul-rasul yang diutus adalah sebelum kerasulan Muhammad as. Artinya,
rasul-rasul itu adalah para rasul sebelum masa Nabi Muhammad saw dan Nabi
Muhammad saw adalah rasul terakhir. Tak ada rasul setelah Nabi Muhammad saw.
Jadi, jangan percaya kalau ada orang yang mengaku-aku nabi atau diakui sebagai
nabi, tetapi hidup setelah Nabi Muhammad saw. Jangan pula percaya kepada
seseorang yang mengaku atau diakui sebagai nabi, tetapi tidak mengajarkan
tentang tauhid dan tidak memerintahkan penyembahan hanya kepada Allah swt.
Ucapan atau tulisan yang berasal langsung dari Prabu
Siliwangi sendiri memang tidak ditemukan peninggalannya karena tenggelam dan
hancur bersama hancurnya Benua Sundaland yang mengakibatkan benua itu
berkeping-keping menjadi kepulauan seperti sekarang ini. Benua Sundaland
dihancurkan oleh Allah swt karena kesombongan penduduknya yang sangat cerdas
dan kaya raya serta melupakan ajaran tauhid dari Prabu Siliwangi as, Nabi
Sulaiman as, Nabi Daud as, dan nabi-nabi lainnya di seluruh Nusantara ini.
Meskipun demikian, ajaran Prabu Siliwangi tetap diingat
oleh para pengikutnya dan keturunannya yang diselamatkan Allah swt dari bencana
mahadahsyat itu. Beberapa raja Sunda mencoba mengabadikan ajaran-ajaran Prabu
Siliwangi as dalam berbagai bentuk tulisan. Misalnya, sebagaimana yang direkam
oleh Prabu Munding Laya bin Gajah Agung bin Cakrabuana bin Aji Putih, Raja
Sumedang Larang.
“Dina Agama Sunda
Wiwitan, aya anu unina kieu, ‘Nya inyana anu muhung di ayana, aya tanpa rupa,
aya tanpa waruga, hanteu ka ambeu-ambeu acan, tapi wasa maha kawasa di sagala
karep inyana’.”
Artinya.
“Dalam Agama Sunda Wiwitan (Mula-Mula),
ada ajaran seperti ini, ‘Dia-lah Yang Mahaagung dalam keberadaan-Nya, ada tanpa
kelihatan rupa-Nya, ada tanpa kelihatan wujud-Nya, tidak tercium keberadaan-Nya,
tetapi berkuasa yang kemahakuasaan-Nya adalah sesuai dengan kehendak-Nya’.”
Ada lagi.
“Hyang tunggal anu
Maha Luhung; satemenna tujuan utama manusa sembah Hyang; henteu boga anak
henteu boga dulur; boga baraya jeung batur ogé henteu di jagat jeung ieu alam;
anu pangunggulna dina sagala rupa hal; hung, tah éta téh nu ngagem bebeneran
sajati, ahung.”
Artinya.
“Tuhan Tunggal Yang
Mahaagung. Sesungguhnya, Dia-lah yang sebenarnya tujuan penyembahan manusia,
tidak punya anak dan tidak punya saudara, punya kerabat dan teman juga tidak di
seluruh jagat dan seluruh alam ini. Dia yang paling unggul dalam segala rupa
hal. Hung! Itulah agama pegangan kebenaran yang sejati. Ahung!”
Ada lagi.
"Utek, tongo,
walang, taga, manusa, buta, detia, lukut, jukut, rungkun, kayu, keusik,
karihkil, cadas, batu, cinyusu, talaga, sagara, Bumi, langit, jagat mahpar,
angin leutik, angin puih, bentang rapang, bulan ngempray, sang herang ngenge
nongtoreng, eta kabeh ciptaan Sang Hyang Tunggal, keur Inyanamah sarua kabeh
oge taya bedana."
Artinya.
“Cacing-cacing,
tungau, belalang, taga, manusia, raksasa, jin, lumut, rumput, semak-semak,
kayu, kerikil, cadas, batu, mata air, danau, lautan, Bumi, langit, seluruh
dunia, angin kecil, angin topan, bintang bertaburan, Bulan bercahaya, Matahari
bersinar terik. Itu semua ciptaan Sang Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa).
Bagi-Nya semua itu tidak ada bedanya.”
Itu semua adalah
beberapa dari ajaran tauhid dalam bahasa Sunda. Ajaran tauhid ini pasti
diajarkan oleh seorang nabi. Tidak mungkin ajaran tauhid berasal dari seorang
filosof karena ketauhidan itu selalu harus ada campur tangan Allah swt, baik
langsung maupun melalui malaikat. Seseorang yang memikirkan asal mula dunia
dengan jalan meditasi dan berpikir filosofis, selalu terjatuh dalam kesesatan
atau kemusyrikan jika tidak dibimbing oleh orang yang sudah bertauhid lebih
dulu. Tak ada orang yang melalui proses berpikir sendiri mampu mendapatkan ilmu
tauhid. Ilmu tauhid hanya bisa diajarkan oleh Allah swt atau malaikat kepercayaan
Allah swt kepada orang yang sangat dipercayai-Nya.
Siapa orangnya yang telah diberikan pengetahuan tentang
tauhid berbahasa Sunda lama kalau bukan Prabu Siliwangi as?
Agama Sunda Wiwitan atau Agama Sunda Mula-Mula adalah
Agama Islam yang dibawa Prabu Siliwangi as sebelum ajaran Muhammad saw. Agama
itu kemudian disempurnakan oleh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Terakhir
Penyempurna Ajaran Islam Muhammad saw.
b.
Mudahnya Islam Tersebar di Sunda
Ajaran Islam yang dibawa
Nabi Muhammad saw pun sangat mudah tersebar di tanah Sunda dan diterima dengan
baik pula oleh masyarakat. Hal itu disebabkan memang masyarakat Sunda sudah
menjalankan ajaran Islam yang dibawa oleh Prabu Siliwangi as. Tak ada penolakan
yang berarti terhadap Islam karena memang sudah Islam sejak lama. Ajaran Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw menjadi penyempurna ajaran Islam yang
dikenal dengan nama ajaran Sunda Wiwitan. Jadi, bukan karena pagelaran wayang,
degung, dan syair-syair, masyarakat Sunda dengan mudah menerima Islam,
melainkan memang sudah Islam sejak lama. Wayang, degung, syair, dan lain
sebagainya yang digunakan oleh para wali hanya merupakan media atau alat untuk
menyiarkan Islam, tetapi bukan menjadi penyebab utama mudahnya ajaran Islam
diterima dengan baik.
Hal tersebut pun menjelaskan bahwa seolah-olah Sunda sama
dengan Islam. Orang Sunda harus Islam. Jika orang Sunda tidak beragama Islam,
sulit sekali orang Sunda lainnya mengatakan orang tersebut adalah masih orang
Sunda. Jika orang Sunda murtad dari Islam, seolah-olah ia pun sekaligus murtad
dari Suku Sunda. Oleh sebab itu, sulit sekali kita mendapatkan orang Sunda yang
agamanya bukan Islam. Bahkan, hampir tidak ada.
Hal tersebut pernah disampaikan dalam pidato Ketua
Pendiri Yayasan Al Ghifari Sali Iskandar yang sempat dimuat dalam majalah Mangle, “Orang Sunda harus Islam. Jika
tidak Islam, kita sulit sekali menyebut dia sebagai orang Sunda.”
Sebenarnya, bukan hanya di Sunda Islam mudah sekali
diterima. Buktinya, Indonesia ini menjadi negara pemeluk Islam terbesar di
dunia. Hal itu disebabkan sudah sejak lama suku-suku di Indonesia ini
melaksanakan ajaran tauhid sebelum Islam dari Nabi Muhammad saw disebarkan.
Misalnya, di Batak ada agama Parmalim yang inti ajarannya adalah tauhid, yaitu Mula Jadi Na Bolon, ada pula agama
Kaharingan yang ajarannya juga sama-sama tauhid. Banyak sekali agama lokal di
Indonesia ini yang berintikan ajaran tauhid. Hal itu menunjukkan adanya
nabi-nabi di seluruh Indonesia yang mengajarkan tauhid dengan menggunakan
bahasa kaumnya masing-masing. Sayangnya, mereka masih belum mendapatkan
penerangan yang benar dan mencerahkan mengenai ajaran tauhid Nabi Muhammad saw
yang sebetulnya hadir untuk menyempurnakan ajaran yang dibawa nabi-nabi mereka
pada masa lalu.
c.
Berhubungan dengan Allah swt dan Malaikat
Dalam berbagai kisah para
nabi, selalu ada kontak langsung antara nabi dengan Allah swt atau paling tidak
dengan malaikat kepercayaan Allah swt. Hal ini pun dapat dijadikan standar
apakah seorang tokoh itu pantas dipercaya sebagai nabi atau tidak. Sekarang,
mari kita lihat dengan Prabu Siliwangi as.
Dalam naskah Jatiraga
dituliskan bahwa Sang Hyang Jatiniskala
benar-benar bersifat niskala, tidak
dapat terbayangkan, tidak dapat dikonkritkan.
“Sebab Aku adalah
asli dan dari keaslian. Tidak perlu diubah dalam bentuk benda alam yang tidak
asli dan tidak jujur sebab Aku adalah jujurnya dari kejujuran.”
Dari mana kalimat-kalimat
itu berasal?
Siapa yang mengklaim diri “Aku” dalam kalimat di atas?
Iblis atau syetan tidak mungkin berbicara seperti itu.
Hal itu disebabkan Iblis selalu menginginkan adanya benda yang diwujudkan untuk
dianggap “Tuhan”. Benda itulah yang menjadi berhala sesembahan manusia.
Begitulah Iblis menyesatkan jin dan manusia.
Berbeda dengan kalimat tadi yang menyatakan diri untuk “tidak perlu diubah dalam bentuk alam”.
Kata-kata itu pasti berasal dari “diri” yang tidak ingin disamakan dengan benda
apa pun di alam ini karena Dia berbeda dengan segala ciptaan-Nya.
Siapa lagi yang berbicara seperti itu kalau bukan Allah
swt?
Sang Hyang Jatiniskala adalah Allah swt.
Pernyataan “diri” yang juga sama tegasnya ada dalam naskah
Sang Hyang Raga Dewata.
“Hanteu nu ngayuga
Aing. Hanteu manggawe Aing. Aing ngaranan maneh, Sanghiyang Raga Dewata.”
Artinya.
“Tidak ada yang menjadikan
Aku. Tidak ada yang menciptakan Aku. Aku menamai diri sendiri, Sang Hyang Raga
Dewata.”
Kata-kata tegas itu
terasa sekali berasal dari Allah swt. Ilmu tauhid.
Sang Hyang Raga Dewata adalah Allah swt.
Sifat-sifat Sang Hyang Raga Dewata pun dijelaskan sebagai
berikut.
“Datang tanpa rupa,
tanpa raga, tak terlihat, perkataan (senantiasa) benar. Rupa direka karena ada.
Aku-lah yang menciptakan, tetapi tak terciptakan, Aku-lah yang bekerja, tetapi
tidak dikerjakan, Aku-lah yang menggunakan, tetapi tidak digunakan.”
Dia berbeda dari
makhluk-Nya. Firman-Nya selalu benar. Ia menciptakan berbagai rupa karena
diri-Nya memang ada. Ia berkuasa melakukan sesuatu dan tidak ada yang berkuasa
atas diri-Nya.
Sang Hyang Raga Dewata adalah Allah swt.
Allah swt menyampaikan kalimat itu pasti tentunya kepada
manusia pilihan-Nya sendiri, bisa secara langsung, bisa pula melalui malaikat.
Yang jelas, “manusia pilihan” itu adalah sosok istimewa dan agung.
Siapa dia?
Siapa lagi kalau bukan Prabu Siliwangi as.
Dalam hal berhubungan dengan malaikat jelas sekali saat
penanaman benih padi yang pertama di muka Bumi ini. Nabi Prabu Siliwangi as
adalah orang yang dipercaya Allah swt untuk memulai menanam benih padi di
dunia. Naskah tentang ini sangat panjang, tetapi saya coba sampaikan bait-bait
yang langsung berkaitan dengan proses penyerahan bibit padi kepada Prabu
Siliwangi as dan dimulainya penanaman bibit padi tersebut. Naskah ini saya
dapatkan di dalam Proceeding: Seminar
Sejarah dan Tradisi Tentang Prabu Silihwangi (1991) yang ditulis oleh
orang-orang ahli dari berbagai negara di dunia yang tertarik terhadap sosok
Prabu Siliwangi as.
Allah swt memerintahkan malaikat yang bernama Ki Bagawat untuk menyampaikan benih padi
kepada Prabu Siliwangi as.
“Maneh teh kudu
lumaku ka Perebu Siliwangi. Nagarana di Pakuwan. Ku Aki teh bawa binih.
Sanggakeun ku Ki Bagawat. Parentahkeun kudu tani.”
Artinya.
“Kamu harus menemui
Prabu Siliwangi. Negaranya di Pakuwan. Bawa oleh Aki benih itu. Serahkan oleh Ki Bagawat. Perintahkan harus
bertani.”
Allah swt
memerintahkan Malaikat Ki Bagawat untuk menghadap Prabu Siliwangi as sambil
membawa benih padi. Ki Bagawat harus memerintahkan bertani padi kepada Prabu
Siliwangi as.
“Wiyosing sera kapungkur. Kami teh ngirimkeun
binih. Ayeuna kudu dipelak. Sareng na kudu gumati. Andumkeun ka wadya balad.
Ulah aya nu kari.”
Ki Bagawat
menjelaskan bahwa dia memberikan benih yang harus ditanam saat itu juga.
Pekerjaan menanam benih itu harus dilakukan oleh seluruh rakyat, tidak boleh
ada yang tertinggal.
“Ngarana anu
ditandur Nyi Puhaci Sangiyang Sri. Pelak di cai, di darat. Galengna masing
beresih. Di darat nya kitu pisan. Jalan huni sing beresih.”
Benih padi yang harus
ditanam itu namanya Nyi Puhaci Sangiyang
Sri. Benih itu bisa ditanam di tanah yang berair. Pematang-pematangnya
harus bersih. Jalan-jalan di perkampungan yang dilalui oleh benih padi pun
harus bersih.
“Pagerna masing
kukuh. Poma-poma wekas kami. Eta perkara melakna anu putih pada putih, anu
beureum pada beureumna. Ulah pabaur sasiki.
Ki Bagawat
menerangkan bahwa lahan pertanian harus dipagari dengan kuat. Benih yang harus
ditanam pun harus terpisah antara benih padi berwarna putih dengan padi
berwarna merah. Tidak boleh tercampur sedikit pun.
“Eta perkara tarigu
gandrung sarawuh jeung kunyit. Ayeuna geura tinggal sabab eta hamo nepi segerna
reujeung raosna. Berkatna nya kitu deui.”
Ki Bagawat pun
menjelaskan bahwa padi, terigu, kunyit, dan tanaman di seputar padi sangatlah
nikmat dan segar. Bahkan, tanaman-tanaman itu telah mendapatkan berkah dari
Allah swt.
Prabu Siliwangi as pun menerima perintah untuk menanam
benih itu.
“Dewa Guru ingkang
Agung. Kang miyosing sawergi. Anggrek jagat pamulan. Perkawis timbalan Gusti
maparinkeun bibinihan, ku abdi anggeus katampi.”
Sang Prabu as pun
segera bersyukur dan berdoa.
“Timbalan Gusti.
Sukur sewu berkah Gusti sareng diestukeun pisan nyuhunkeun berekah Gusti. Ti
dinya serat ditampa ku Aki Bagawat Sang Sri.”
Rasa syukur dan doa
Prabu Siliwangi segera diterima oleh Ki Bagawat untuk kemudian disampaikan
kepada Allah swt.
Saat itu pula Prabu Siliwangi as segera memerintahkan Ki
Patih untuk menggerakkan rakyat menanam benih padi.
“Geus kitu Raja
nimbalan. Ki Patih maneh ayeuna geura indit. Ayeuna maneh sing estu ngumpulkeun
wadya balad. Poma-poma ulah aya nu kalarung. Geus puguh jero nagara. Lembur
kabeh pada yakti.”
Artinya.
“Setelah itu Raja
memberikan perintah. Ki Patih kamu sekarang segera pergi. Kamu harus
mengumpulkan seluruh rakyat. Ingat, jangan sampai ada yang terlewat, terutama
yang ada di dalam negara. Seluruh wilayah harus bekerja bakti.”
Ki Patih pun patuh,
kemudian sesegera mungkin memberikan pengumuman perintah Prabu Siliwangi as.
Rakyat kaget dengan perintah yang tiba-tiba itu.
“Wadya balad
sadayana pada kaget nabeuh bende, ngungkung nitir. Ti dinya kabeh garugup.
Kabeh sadiya pakakas. Anu deukeut anu jauh pada kumpul. Kocap lalampahanana,
eta sela berkiti.”
Seluruh rakyat
terkejut. Semuanya segera menabuh tetabuhan berulang-ulang tanda ada perintah
penting Sang Prabu as. Semuanya gugup, kemudian menyediakan perkakas yang ada.
Rakyat yang dekat dan jauh semuanya berkumpul dengan sigap untuk melaksanakan
perintah Raja as.
Ki Patih pun memberikan perintah mengenai tatacara
menanam benih padi yang pertama di dunia.
“Pelak di cai di
darat. Tilu ranggeuy lobana tah eta binih. Hanteu leuwih ti sakitu. Timbalanana
Sang Dewa. Yang Permesti eta teh kudu diandum. Maparinkeun bibinihan. Lobana
teh eta binih ku urang nagri Pakuwan. Ulah aya nu kari.
Iyeu nu baris di darat masing apik
galengna kudu beresih. Poma maneh mudu turut kana parentahna Dewa sabab eta
pikeun maneh nyaratu. Upama teu dirasanan, kumaha bae Sang Gusti.”
Artinya.
“Tanam di air di
darat. Tiga rangkai banyaknya itu benih. Tidak boleh lebih daripada itu. Itu
perintahnya Sang Dewa. Yang Permesti itu harus dimuliakan. Memberikan
benih-benih. Banyaknya itu benih oleh orang negeri Pakuwan. Jangan ada yang
tersisa.
Ini yang ditanam di darat harus apik
pematangnya harus bersih. Ingat, kalian harus patuh pada perintahnya Dewa sebab
itu untuk makanan kalian. Kalaulah tidak diberikan keberhasilan, terserah Yang
Mahakuasa saja.”
Demikianlah awal
mulanya ada padi dan tatacara penanaman benih padi yang pertama di dunia ini.
Setelah adanya benih padi itu, dalam kisah-kisah selanjutnya, rakyat di bawah
Prabu Siliwangi as di Benua Sundaland hidup sangat makmur dengan beras
berlimpah ruah, tak pernah kekurangan pangan, gemah ripah loh jinawi, penduduknya pun semakin kaya raya. Tak
heran jika Atlantis yang sering dibicarakan orang secara ngawur itu memang
benar-benar ada di wilayah Benua Sundaland, Indonesia.
Prabu
Siliwangi as-Borobudur-Islam
Terdapat keterkaitan yang
sangat menarik antara ajaran Islam Prabu SIliwangi as dengan Borobudur yang
dibangun Nabi Sulaiman as dengan ajaran Islam sempurna yang diajarkan Nabi
Muhammad saw. Hal itu bisa dilihat dari ajaran-ajarannya.
Dalam ajaran Sunda Wiwitan yang dibawa oleh Prabu
Siliwangi as, ada tiga macam alam, yaitu Buana
Nyungcung, Buana Panca Tengah, dan Buana
Larang. Buana Nyungcung adalah tempat bersemayam Sang Hyang Kersa (Tuhan Yang Maha Berkehendak) yang letaknya paling
atas. Buana Panca Tengah adalah tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya yang
letaknya di tengah. Buana Larang adalah tempatnya perilaku buruk yang akan menyebakan
manusia masuk neraka, letaknya paling bawah.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Sunda
mempraktikan ajaran ini dalam hal membangun rumah. Rumah-rumah tradisional
Sunda adalah rumah panggung. Demikian pula untuk langgar, mushalla, surau, bahkan masjid. Bangunan panggung itu merupakan perwujudan dari keyakinan adanya
ketiga alam tadi. Bangunan panggung adalah tempatnya manusia hidup untuk
mendapatkan ketenangan, kemuliaan, kedamaian, dan petunjuk Tuhan. Adapun bagian
kolong rumah dan tanah di seputar rumah serta di seluruh Bumi merupakan tempat
segala perilaku buruk yang dapat menjerat manusia ke dalam neraka. Jika keluar
rumah atau bangunan lainnya, kemudian menginjakkan kaki ke tanah, sama artinya
dengan harus berhadapan dengan segala kesibukan duniawi yang bisa membuat
manusia terjebak dalam berbagai kesesatan. Oleh sebab itulah, manusia harus
kembali ke rumah atau bangunan panggung untuk kemudian melakukan koreksi diri
sehabis menghadapi rimba kehirukpikukan dunia sehingga mendapatkan ketenangan
dan kemuliaan. Di tempat ini pula manusia dapat beribadat untuk memperoleh
petunjuk Tuhan. Adapun bagian atas rumah sampai ke langit adalah tempatnya
kebenaran hakiki, yaitu Sang Hyang Kersa,
Yang Maha Berkehendak, Allah swt.
Di Borobudur yang dibangun Nabi Sulaiman as ada tiga
tingkat, yaitu: Kamadatu, Rupadatu, dan Arupadatu. Kamadatu adalah tingkat
kehidupan manusia yang paling rendah dan hidup layaknya binatang dengan segala
hawa nafsu dan tipu dayanya, sebagaimana hidup dalam keseharian kita yang harus
berhadapan dengan rupa-rupa situasi. Rupadatu adalah tingkat kehidupan manusia
yang lebih baik lagi karena di sinilah manusia mulai tersadar dengan berbagai
kekhilafannya dan mencoba menenangkan diri serta meningkatkan ketakwaan kepada
Allah swt. Di sini pula terjadi perang antara pikiran baik dan buruk yang jika
manusia mampu menang, akan menjadi lebih baik lagi, tetapi jika kalah, ia akan
terjatuh ke dalam tingkat Kamadatu. Tingkat terakhir adalah Arupadatu tempat
segala ketenangan dan kemuliaan Allah swt berada.
Dalam ajaran Islam sempurna yang dibawa oleh Muhammad saw
ada ilmu pengetahuan mengenai amarah,
lawamah, dan muthmainah. Amarah adalah nafsu kehewanan yang ada dalam diri
manusia. Manusia hidup bagai hewan dengan segala kerakusannya, kecurangannya, kesombongannya,
dan kebodohannya. Lawamah adalah nafsu penyesalan manusia atas
keburukan-keburukan yang pernah dilakukannya. Di sinilah mulai adanya keinginan
lebih kuat untuk memperbaiki diri dan mengharapkan petunjuk serta pertolongan
Allah swt. Muthmainah adalah nafsu yang sudah berada dalam keadaan tenang dan
stabil. Dirinya sudah dipenuhi cahaya Illahi dan tenggelam dalam kemuliaan
Allah swt.
Jadi, Buana Larang = Kamadatu = Nafsu Amarah. Kemudian,
Buana Panca Tengah = Rupadatu = Nafsu Lawamah. Setelah itu, Buana Nyungcung =
Arupadatu = Nafsu Muthmainah.
Apabila dibahas lebih panjang, hal ini terhubung dengan
syariat, tarekat, hakekat, makrifat, iman, Islam, dan ihsan. Begitulah Allah
swt mengajarkan Islam secara bertahap kepada seluruh manusia dengan bahasanya
masing-masing yang kemudian disempurnakan oleh Islam yang diajarkan Muhammad
saw.
Saya sangat setuju sekali dengan pernyataan Quraish Shihab yang menurutnya, ketika
Muhammad saw hadir sebagai Rasul, sesungguhnya bangunan Islam itu sudah lama berdiri,
tetapi masih kurang satu bata. Nabi Muhammad saw-lah yang menjadi satu bata
yang kurang itu sehingga bangunan Islam pun lengkap dan sempurna.
Kehancuran
Akibat Dosa dan Keangkuhan
Setelah mendapat berkah
Allah swt yang berupa padi dan makanan lainnya, rakyat Benua Sundaland hidup
dalam kemakmuran, kekayaan, keagungan, dan kehebatan dalam berbagai bidang,
terutama teknologi. Beberapa generasi pasca-Prabu Siliwangi as, Nabi Sulaiman
as, Nabi Daud as, dan nabi-nabi lainnya, mendapatkan kegemilangan luar biasa
yang membuat orang-orang penasaran sampai hari ini. Akan tetapi, sayangnya,
kemewahan duniawi telah membuat mereka rakus seperti kata pepatah “diberi hati minta jantung”. Mereka
ingin lebih kaya lagi dan lagi. Mereka pun berdoa kepada Allah swt supaya
ditambah lagi kekayaan dan kekuasaannya. Sayangnya, Allah swt tidak mengabulkan
keinginan mereka karena keinginan mereka itu buruk dalam pandangan Allah swt.
Akibatnya, mereka kecewa dan terus kecewa hingga mencari sesembahan lain di
luar Allah swt. Mereka pun mulai menjadi kafir dan menyembah berhala serta
Iblis. Mereka pun melupakan ajaran-ajaran para nabi terdahulu, kecuali sedikit
orang-orang lemah yang masih ingat. Setelah kekafiran mereka keterlaluan, Allah
swt pun menghancurkan Benua Sundaland yang megah itu hingga hancur lebur bagai
serpihan-serpihan kue kering yang berantakan kemana-mana hingga menjadi
kepulauan seperti sekarang ini. Kehebatan dan kegemilangannya dikubur dan
ditenggelamkan dalam-dalam hingga orang sulit sekali mencarinya hingga kini.
Saking hancurnya dan miskinnya, padi yang asalnya dipercayakan Allah swt kepada
penduduk Benua Sundaland yang kini bernama Indonesia, telah dikuasai oleh
penduduk wilayah lain. Akibatnya, keturunan manusia-manusia yang dipercaya
menanam padi pertama di muka Bumi ini pun harus impor beras dari negeri lain.
Siapa keturunan orang-orang itu?
Ya, kita-kita ini.
Kasihan sekali kita, ya?
Makanya, jangan melakukan dosa dan jangan berkhianat
terhadap hal apa pun.