Thursday 8 September 2016

LGBT Lebih Bahaya Dibandingkan Firaun

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya, tidak ada manusia yang diciptakan untuk memiliki gen bawaan yang membuatnya menjadi lesbian, gay, biseks, dan transgender (LGBT). Memang ada beberapa penelitian yang mengklaim bahwa LGBT terjadi karena gen bawaan dari alam rahim. Akan tetapi, ada banyak pula peneliti yang membantah hasil penelitian itu. Banyak sekali artikel dan mereka yang menguji kebenaran soal gen bawaan itu. Mereka pun mendapatkan kesimpulan bahwa tidak ada gen yang menjadikan manusia menjadi LGBT. Mereka bilang itu adalah kebohongan.

            Saya lebih percaya pada penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa gen bawaan itu sama sekali tidak ada. Apalagi jika kita perhatikan bahwa para peneliti yang mengatakan bahwa LGBT berawal dari gen bawaan manusia sejak alam rahim adalah berasal dari luar negeri. Bagi mereka yang punya penyakit pikiran bahwa “luar negeri atau barat atau PBB selalu bagus”, akan dengan cepat percaya tanpa periksa. Bagi saya, sama sekali tidak. Hal itu disebabkan banyak peneliti barat yang berulang-ulang melakukan penelitian untuk mendukung kekuatan ekonomi tertentu. Di Amerika Serikat saja sudah banyak orang yang bersuara lantang bahwa sebenarnya wabah flu disebarkan secara sengaja agar orang membeli obat-obat flu.

            Siapa yang untung?

            Perusahaan farmasi!

            Memang sejak flu semakin mewabah, bermunculan obat-obat flu, baik yang sifatnya inhaler, balsam, atau padat (pil/tablet). Obat-obat mereka pun beredar pula di Indonesia. Demikian pula dengan berdatangannya penyakit-penyakit lain, banyak pihak menduga keras bahwa itu sengaja diciptakan untuk mendorong peningkatan penghasilan perusahaan farmasi.

            Mereka memang terbiasa melakukan hal seperti itu. Kita pun yang sulit lepas dari komputer atau gadget, sering terganggu dengan keberadaan virus yang setiap saat bertambah banyak dan bertambah pula jenisnya. Virus di software itu tentunya ada yang membuatnya.

            Untuk apa virus dibuat?

            Virus itu sengaja disebar agar orang-orang membeli antivirus. Sesederhana itu penjelasannya.

            Hal yang sama pun saya duga dengan keras terhadap LGBT. Banyak orang, peneliti, ahli, atau dokter dari berbagai negara berpendapat bahwa LGBT harus dibiarkan hidup karena berasal dari gen bawaan. Bahkan, WHO pun mengatakan bahwa LGBT bukanlah suatu penyimpangan. Mereka berjuang agar LGBT dapat terus hidup karena mereka tahu bahwa perilaku itu akan menimbulkan banyak penyakit. Dengan banyaknya penyakit yang timbul dari perilaku LGBT dan jumlah penggemar LGBT meningkat, akan ada obat dan perawatan yang harus dibayar jika pada masanya penyakit akibat LGBT itu muncul.

            Siapa yang untung?

            Perusahaan farmasi!

            Tak ada hubungannya dengan hak azasi manusia, tak ada hubungannya dengan diskriminasi. Semua itu hanya soal bisnis, soal uang, tidak ada yang lain.

            Kapitalis!

            Kalau memang alasannya berjuang untuk Ham, seharusnya para LGBT itu disadarkan, diberikan kasih sayang, dan diberikan perhatian lebih agar dapat kembali menjadi manusia normal sebagaimana lainnya. Hal itu disebabkan semua orang berhak memiliki keturunan, semua orang berhak mendapatkan informasi untuk hidup sehat, semua orang berhak mendapatkan cinta yang hakiki dan sehat, serta manusia berhak untuk tetap mempertahankan ras-nya demi keberlangsungan kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Adapun LGBT adalah sebuah pengkhianatan terhadap keberlangsungan hidup spesies manusia.


Hukuman Bahaya Besar

Bahaya LGBT itu lebih besar dibandingkan bahaya Firaun. Firaun yang mengatakan bahwa dirinya adalah “Tuhan-mu yang paling tinggi”, hukumannya lebih ringan dibandingkan para LGBT pada zaman Nabi Luth as.

            Allah swt menghukum Firaun dengan cara ditenggelamkan ke dalam laut dan mayatnya tetap utuh, tetapi tidak dikubur sampai hari ini. Itu siksaan yang sangat mengerikan dan pastinya menyakitkan. Oleh sebab itu, atas dasar kasih sayang-Nya, Allah swt memerintahkan kaum muslimin agar sesegera mungkin menguburkan jenazah. Tubuh mayat yang tidak segera dikubur membuat ruh dan tubuhnya kesakitan. Semakin lama tidak dikubur, semakin lama dan semakin sakit pula yang diderita Si Mati. Bayangkan, Firaun yang sudah jelas mati, tidak dikubur-kubur sampai sekarang. Sakitnya pasti bukan main, tidak selesai-selesai, terus dirasakan setiap detik sampai dia dikuburkan. Akan tetapi, Allah swt memang sengaja membuatnya seperti itu karena di samping memberikan hukuman kepadanya, juga agar manusia mendapatkan pelajaran dari peristiwa yang menimpa Firaun.

            Meskipun demikian, Firaun masih bisa tetap dilihat, dipelajari, dan digali berbagai informasi darinya. Para profesor dan peneliti hingga hari ini selalu mendapatkan informasi yang baru mengenai Firaun dan kehidupannya. Di dasar laut banyak yang menemukan sisa-sisa Firaun. Ada yang menemukan helm tentaranya, ada yang menemukan roda kereta kudanya, senjatanya, baju besinya, dan lain sebagainya. Manusia masih dapat menggali informasi tentang dirinya.

            Berbeda dengan para LGBT masa Nabi Luth as. Ketika tiba hari mereka dihukum dengan hujan api meteor panas dari langit, Allah swt memerintahkan seluruh manusia untuk tidak melihat bagaimana proses penghukuman itu berlangsung. Nabi Luth as sendiri “dilarang keras” untuk melihat proses penyiksaan itu. Kalau ada yang sempat melihatnya, Allah swt menimpakan hukuman bagi orang yang melihat itu. Istri Nabi Luth as adalah orang yang melihat proses penghukuman Allah swt terhadap para LGBT itu. Oleh sebab itu, dia dihukum menjadi batu.

            Dengan berubahnya istri Nabi Luth as menjadi batu menandakan bahwa Allah swt sangat “melarang keras” manusia mengetahuinya. Karena telah menjadi batu, Istri Nabi Luth as tidak dapat menceriterakan penglihatannya tentang apa sebenarnya yang terjadi pada hari itu dan tidak dapat mengisahkan penyiksaan apa yang dilakukan para malaikat Allah swt kepada para LGBT itu. Saya menyangka dengan keras bahwa siksaan itu teramat mengerikan sehingga tidak boleh seorang pun melihatnya karena mungkin akan menyebabkan manusia “mati berdiri”. Istri Nabi Luth as juga langsung menjadi batu saking mengerikannya.

            Bukan hanya sampai di sana siksaan yang mengerikan itu. Sampai hari ini pun siksaan itu terus berlangsung. Siapa pun sampai hari ini “dilarang keras” untuk menyaksikannya, mengetahuinya, dan mempelajarinya. Wilayah para LGBT semasa Nabi Luth as itu diyakini telah tenggelam dan laut yang menenggelamkannya menjadi “Laut Mati”. Disebut laut mati karena siapa pun tidak bisa tenggelam di sana. Hal itu disebabkan laut itu memiliki kadar asin yang sangat tinggi. Asin sangat asin. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang dapat melakukan penyelaman ke dalam laut itu. Terlalu berat untuk melakukan penelitian di sana karena sangat asin dan tidak bisa diselami dengan baik. Itu artinya, sampai hari ini “larangan” Allah swt untuk melihat mereka itu, tetap berlaku.

            Semua orang dari zaman ke zaman hingga zaman kini tidak diperbolehkan mempelajari mereka. Entah sedang “dibagaimanakan” mereka di dasar Laut Mati. Entah sedang disiksa dengan cara apa mereka saat ini. Pokoknya … hiii … ngeri.

            Itulah yang saya sebut bahwa LGBT lebih bahaya dibandingkan Firaun. Firaun saja masih bisa dilihat dan diperbolehkan dipelajari, sedangkan LGBT “tidak diperkenankan” untuk dilihat, digali, atau dipelajari.


            Bayangkan, dari zaman Nabi Luth as sampai hari ini, tidak ada yang tahu kondisi mereka…. Hiii … ngeri!

No comments:

Post a Comment