oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sebetulnya, tidak ada
manusia yang diciptakan untuk memiliki gen bawaan yang membuatnya menjadi lesbian,
gay, biseks, dan transgender (LGBT). Memang ada beberapa penelitian yang mengklaim
bahwa LGBT terjadi karena gen bawaan dari alam rahim. Akan tetapi, ada banyak
pula peneliti yang membantah hasil penelitian itu. Banyak sekali artikel dan
mereka yang menguji kebenaran soal gen bawaan itu. Mereka pun mendapatkan
kesimpulan bahwa tidak ada gen yang menjadikan manusia menjadi LGBT. Mereka
bilang itu adalah kebohongan.
Saya lebih percaya pada penelitian yang hasilnya
menyatakan bahwa gen bawaan itu sama sekali tidak ada. Apalagi jika kita
perhatikan bahwa para peneliti yang mengatakan bahwa LGBT berawal dari gen
bawaan manusia sejak alam rahim adalah berasal dari luar negeri. Bagi mereka
yang punya penyakit pikiran bahwa “luar negeri atau barat atau PBB selalu bagus”,
akan dengan cepat percaya tanpa periksa. Bagi saya, sama sekali tidak. Hal itu
disebabkan banyak peneliti barat yang berulang-ulang melakukan penelitian untuk
mendukung kekuatan ekonomi tertentu. Di Amerika Serikat saja sudah banyak orang
yang bersuara lantang bahwa sebenarnya wabah flu disebarkan secara sengaja agar
orang membeli obat-obat flu.
Siapa yang untung?
Perusahaan farmasi!
Memang sejak flu semakin mewabah, bermunculan obat-obat
flu, baik yang sifatnya inhaler, balsam,
atau padat (pil/tablet). Obat-obat mereka pun beredar pula di Indonesia.
Demikian pula dengan berdatangannya penyakit-penyakit lain, banyak pihak
menduga keras bahwa itu sengaja diciptakan untuk mendorong peningkatan
penghasilan perusahaan farmasi.
Mereka memang terbiasa melakukan hal seperti itu. Kita
pun yang sulit lepas dari komputer atau gadget, sering terganggu dengan
keberadaan virus yang setiap saat bertambah banyak dan bertambah pula jenisnya.
Virus di software itu tentunya ada
yang membuatnya.
Untuk apa virus dibuat?
Virus itu sengaja disebar agar orang-orang membeli
antivirus. Sesederhana itu penjelasannya.
Hal yang sama pun saya duga dengan keras terhadap LGBT. Banyak
orang, peneliti, ahli, atau dokter dari berbagai negara berpendapat bahwa LGBT
harus dibiarkan hidup karena berasal dari gen bawaan. Bahkan, WHO pun mengatakan
bahwa LGBT bukanlah suatu penyimpangan. Mereka berjuang agar LGBT dapat terus
hidup karena mereka tahu bahwa perilaku itu akan menimbulkan banyak penyakit.
Dengan banyaknya penyakit yang timbul dari perilaku LGBT dan jumlah penggemar
LGBT meningkat, akan ada obat dan perawatan yang harus dibayar jika pada
masanya penyakit akibat LGBT itu muncul.
Siapa yang untung?
Perusahaan farmasi!
Tak ada hubungannya dengan hak azasi manusia, tak ada
hubungannya dengan diskriminasi. Semua itu hanya soal bisnis, soal uang, tidak
ada yang lain.
Kapitalis!
Kalau memang alasannya berjuang untuk Ham, seharusnya
para LGBT itu disadarkan, diberikan kasih sayang, dan diberikan perhatian lebih
agar dapat kembali menjadi manusia normal sebagaimana lainnya. Hal itu
disebabkan semua orang berhak memiliki keturunan, semua orang berhak
mendapatkan informasi untuk hidup sehat, semua orang berhak mendapatkan cinta
yang hakiki dan sehat, serta manusia berhak untuk tetap mempertahankan ras-nya
demi keberlangsungan kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Adapun LGBT adalah
sebuah pengkhianatan terhadap keberlangsungan hidup spesies manusia.
Hukuman
Bahaya Besar
Bahaya LGBT itu lebih besar
dibandingkan bahaya Firaun. Firaun yang mengatakan bahwa dirinya adalah “Tuhan-mu yang paling tinggi”, hukumannya
lebih ringan dibandingkan para LGBT pada zaman Nabi Luth as.
Allah swt menghukum Firaun dengan cara ditenggelamkan ke
dalam laut dan mayatnya tetap utuh, tetapi tidak dikubur sampai hari ini. Itu
siksaan yang sangat mengerikan dan pastinya menyakitkan. Oleh sebab itu, atas
dasar kasih sayang-Nya, Allah swt memerintahkan kaum muslimin agar sesegera
mungkin menguburkan jenazah. Tubuh mayat yang tidak segera dikubur membuat ruh
dan tubuhnya kesakitan. Semakin lama tidak dikubur, semakin lama dan semakin
sakit pula yang diderita Si Mati. Bayangkan, Firaun yang sudah jelas mati,
tidak dikubur-kubur sampai sekarang. Sakitnya pasti bukan main, tidak
selesai-selesai, terus dirasakan setiap detik sampai dia dikuburkan. Akan
tetapi, Allah swt memang sengaja membuatnya seperti itu karena di samping
memberikan hukuman kepadanya, juga agar manusia mendapatkan pelajaran dari
peristiwa yang menimpa Firaun.
Meskipun demikian, Firaun masih bisa tetap dilihat,
dipelajari, dan digali berbagai informasi darinya. Para profesor dan peneliti
hingga hari ini selalu mendapatkan informasi yang baru mengenai Firaun dan
kehidupannya. Di dasar laut banyak yang menemukan sisa-sisa Firaun. Ada yang
menemukan helm tentaranya, ada yang menemukan roda kereta kudanya, senjatanya,
baju besinya, dan lain sebagainya. Manusia masih dapat menggali informasi
tentang dirinya.
Berbeda dengan para LGBT masa Nabi Luth as. Ketika tiba hari
mereka dihukum dengan hujan api meteor panas dari langit, Allah swt
memerintahkan seluruh manusia untuk tidak melihat bagaimana proses penghukuman
itu berlangsung. Nabi Luth as sendiri “dilarang keras” untuk melihat proses
penyiksaan itu. Kalau ada yang sempat melihatnya, Allah swt menimpakan hukuman
bagi orang yang melihat itu. Istri Nabi Luth as adalah orang yang melihat
proses penghukuman Allah swt terhadap para LGBT itu. Oleh sebab itu, dia
dihukum menjadi batu.
Dengan berubahnya istri Nabi Luth as menjadi batu
menandakan bahwa Allah swt sangat “melarang keras” manusia mengetahuinya. Karena
telah menjadi batu, Istri Nabi Luth as tidak dapat menceriterakan
penglihatannya tentang apa sebenarnya yang terjadi pada hari itu dan tidak
dapat mengisahkan penyiksaan apa yang dilakukan para malaikat Allah swt kepada
para LGBT itu. Saya menyangka dengan keras bahwa siksaan itu teramat mengerikan
sehingga tidak boleh seorang pun melihatnya karena mungkin akan menyebabkan
manusia “mati berdiri”. Istri Nabi Luth as juga langsung menjadi batu saking
mengerikannya.
Bukan hanya sampai di sana siksaan yang mengerikan itu.
Sampai hari ini pun siksaan itu terus berlangsung. Siapa pun sampai hari ini “dilarang
keras” untuk menyaksikannya, mengetahuinya, dan mempelajarinya. Wilayah para
LGBT semasa Nabi Luth as itu diyakini telah tenggelam dan laut yang
menenggelamkannya menjadi “Laut Mati”. Disebut laut mati karena siapa pun tidak
bisa tenggelam di sana. Hal itu disebabkan laut itu memiliki kadar asin yang
sangat tinggi. Asin sangat asin. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang
dapat melakukan penyelaman ke dalam laut itu. Terlalu berat untuk melakukan
penelitian di sana karena sangat asin dan tidak bisa diselami dengan baik. Itu
artinya, sampai hari ini “larangan” Allah swt untuk melihat mereka itu, tetap
berlaku.
Semua orang dari zaman ke zaman hingga zaman kini tidak
diperbolehkan mempelajari mereka. Entah sedang “dibagaimanakan” mereka di dasar
Laut Mati. Entah sedang disiksa dengan cara apa mereka saat ini. Pokoknya … hiii … ngeri.
Itulah yang saya
sebut bahwa LGBT lebih bahaya dibandingkan Firaun. Firaun saja masih bisa
dilihat dan diperbolehkan dipelajari, sedangkan LGBT “tidak diperkenankan”
untuk dilihat, digali, atau dipelajari.
Bayangkan, dari zaman Nabi Luth as sampai hari ini, tidak
ada yang tahu kondisi mereka…. Hiii …
ngeri!
No comments:
Post a Comment