Saturday, 28 July 2018

Metode Ilmiah Adalah Ajaran Al Quran


oleh Tom Finaldin

Sudah menjadi penyakit dari dulu hingga kini bahwa kaum muslimin tenggelam dalam berbagai dongeng, doktrin, dan khayalan-khayalan yang dikemas dengan kata-kata “ini adalah ajaran Islam”. Padahal, itu semua bukanlah ajaran Islam. Sering sekali penafsiran-penafsiran subjektif yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan tertentu yang sifatnya duniawi didesakkan kepada kaum muslimin untuk dipercayai. Apabila ada yang tidak percaya, kerap dikatakan sesat, kafir, bahkan murtad. Kita bisa lihat bahwa perilaku-perilaku seperti ini selalu berujung pada kepentingan politik dan ekonomi atau paling tidak, didasarkan pada keinginan untuk tetap dihormati dan dimuliakan. Jauh sekali dari tujuan Islam itu sendiri, yaitu menebarkan rahmat di seluruh alam semesta. Oleh sebab itu, tak heran jika kaum muslimin masih jauh tertinggal di belakang ribuan tahun lamanya dibandingkan umat-umat lain. Kaum muslimin selalu dalam keadaan terbelakang dan dipermainkan orang lain.

            Allah swt sesungguhnya mengajarkan dasar-dasar metode ilmiah dalam Al Quran. Umat Islam diharuskan mempercayai sesuatu berdasarkan pembuktian yang dapat dipahami dengan logika. Umat Islam tidak boleh mempercayai sesuatu tanpa syarat yang tidak boleh diuji. Allah swt sendiri terbuka untuk diuji. Al Quran menantang untuk diuji. Kalau ada yang tidak percaya Al Quran, silahkan untuk membuat satu surat semisal Al Quran atau cari ayat-ayat yang bertentangan dalam Al Quran. Sampai hari ini tantangan Allah swt itu tidak ada yang mampu menjawab. Allah swt mengatakan bahwa kalaupun seluruh manusia dan jin disatukan untuk menjawab tantangan Al Quran itu, tetap tidak akan berhasil. Hingga hari ini memang tidak pernah ada yang berhasil. Allah swt, Islam, dan Al Quran baik-baik saja tetap tertinggi dan termulia.

            Dalam metode ilmiah, apabila kita mendapatkan fenomena, gejala alam, atau informasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah syak (skeptis), ragu tentang hal itu. Untuk mendapatkan keyakinan tentang hal tersebut, tak ada jalan lain kecuali dengan pembuktian melalui penelitian. Dengan menggunakan penelitian yang menyeluruh sesuai dengan prinsip-prinsip metode ilmiah, akan didapat kebenaran atau ketidakbenaran fenomena atau informasi yang kita dapatkan.

            Apabila langsung percaya tentang sesuatu hal tanpa melakukan penelitian, kita akan terjebak dalam prasangka dan dugaan yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal ini sangat dibenci Allah swt.

            Perhatikan firman Allah swt dalam QS An Najm (53) : 28-29.

            “Mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan (prasangka) dan sesungguhnya dugaan itu tidak berguna sedikit pun terhadap kebenaran. Oleh sebab itu, tinggalkanlah orang yang berpaling dari peringatan Kami. Dia hanya mengingini kehidupan dunia.”

            Terjebak dalam dugaan dan prasangka adalah suatu kesesatan karena tidak jelas kebenarannya. Satu-satunya cara untuk membuktikannya, ya itu tadi, penelitian yang menyeluruh. Begitulah Allah swt menyuruh kita untuk tidak menggunakan prasangka atau dugaan sebagai kebenaran.

            Dugaan atau prasangka yang diklaim sebagai kebenaran adalah hoax. Parahnya, para pembuat, penebar, dan pecinta hoax ini menebarkan kebohongan mereka untuk mendapatkan kehidupan dunia.

            “…. Dia hanya mengingini kehidupan dunia.” (QS 53 : 28)

            Apalagi kehidupan dunia itu kalau bukan kepentingan politik dan ekonomi?


Jalan Ilmiah
Orang yang menempuh jalan ilmiah untuk mendapatkan kebenaran Islam adalah Imam Al Ghazali. Dalam Muhammad Husein Haikal (2000) diterangkan bahwa Imam Al Ghazali mengatakan bahwa ia membebaskan diri dari segala macam konsepsi. Kemudian, baru ia berpikir dan menimbang kembali, menyusun kembali, lalu membuat beberapa perbandingan. Dikemukakannya beberapa argumentasi, diujinya dan dianalisa. Dari semua itu, kemudian ia memperoleh petunjuk bahwa Islam dan tuntunan yang diberikan menurut konsepsi Islam adalah benar. Imam Al Ghazali melakukan hal ini untuk menghindarkan hal-hal yang bersifat taklid. Ia ingin membina keimanannya itu atas dasar iman yang pasti yang berlandaskan argumen dan pembuktian, yakni iman yang kebenarannya sudah menjadi pegangan kaum muslimin tanpa ada khilafiah.

            Lebih jauh dari itu, para penulis buku-buku ilmu kalam malah berani meragukan kebenaran Rukun Iman. Mereka lalu menyelidikinya, menganalisanya, meninjau kembali. Dengan demikian, keimanan yang mereka dapatkan berasal dari pengetahuan yang pasti serta dapat diuji dan dapat bertahan secara ilmu.

            Metode-metode ilmiah ini sebenarnya bukan barang baru. Ini adalah memang metode yang diajarkan Allah swt. Sayangnya, umat Islam tidak mengembangkannya dengan baik dan tidak menggunakannya dalam berdakwah. Umat Islam malah menggunakan dongeng, khayalan, doktrin yang disebarkan dengan cara-cara taklid. Akibatnya, umat Islam tenggelam dalam kebodohan, keterbelakangan, dan mudah sekali ditipu. Justru orang-orang Barat-lah yang mengambil metode Al Quran ini, kemudian mengembangkannya dalam berbagai aspek kehidupan dan berhasil menerapkannya dalam kehidupan sehingga tampak unggul pada berbagai bidang. Adapun umat Islam karena terlalu lama meninggalkan metode ilmiah, terpaksa belajar dari pihak Barat di pendidikan formal dan menganggap metode ilmiah sebagai “barang baru” dalam dunia Islam.

            Apabila umat Islam ingin maju, gunakan metode ilmiah dalam berbagai aspek kehidupan sehingga bisa mendapatkan kebaikan, kebenaran, kehebatan, kemuliaan, dan keagungannya. Tinggalkan segala macam doktrin, pemaksaan keyakinan, atau ketakutan untuk dituduh kafir atau murtad karena berbeda pemahaman dengan guru-gurunya yang masih menggunakan kepercayaan lama yang tidak boleh diuji itu. Generasi muda muslim harus banyak bertanya tentang hal-hal yang tidak dipahaminya dan tidak boleh percaya begitu saja terhadap ajaran atau informasi yang baru diterimanya. Akal diciptakan Allah swt untuk menjadi penengah dalam kehidupan ini. Akal tidak boleh diperkosa dan ditekan untuk tunduk pada hal-hal yang samar dan tidak benar. Beranilah menerobos ketaklidan dan kebodohan. Majulah dengan pemikiran yang benar dan pasti untuk menyongsong kemuliaan di dunia dan akhirat.

            Sampurasun

Sunday, 17 June 2018

Antara Ilmu Umum dan Ilmu Agama

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Istilah ilmu umum dan ilmu agama sampai hari ini ternyata masih terus digunakan dengan sangat lucunya. Masih teramat banyak orang yang memisahkan antara ilmu umum dengan ilmu agama yang ditandai dengan ilmu umum didapat dari sekolah umum atau konvensional, sedangkan ilmu agama didapat dari madrasah atau pesantren. Hal yang sungguh menggelikan dan menyesatkan adalah banyaknya pendapat bahwa ilmu umum adalah untuk kepentingan duniawi dan ilmu agama adalah untuk kepentingan akhirat dengan harapan bahwa orang-orang akan lebih memilih lembaga pesantren dibandingkan sekolah biasa.

            Kalimat semacam ini masih sering saya dengar, “Buat apa sekolah umum, tetapi tidak tahu agama? Lebih baik masuk pesantren karena akan menjadikan anak-anak kita menjadi ahli agama dan masuk surga.”

            Membedakan ilmu umum dengan ilmu agama adalah sungguh membingungkan dan menyesatkan. Sesungguhnya, tidak ada itu ilmu umum dan ilmu agama karena semua ilmu berasal dari Allah swt. Soal ilmu itu untuk kepentingan duniawi atau akhirat sangat bergantung pada pemilik ilmu tersebut. Misalnya, seorang dokter yang membaktikan hidupnya untuk kemanusiaan dengan niat untuk mengabdikan diri kepada Allah swt sama sekali tidak bisa dibilang ilmunya hanya sebatas kepentingan duniawi. Dia akan mendapatkan bagian pahala yang besar di akhirat kelak. Hal itu berarti ilmu kedokteran yang jelas tidak ada di pesantren dan didapat dari perguruan tinggi umum akan membawanya ke surga. Sebaliknya, lulusan pesantren yang menggunakan ilmunya hanya untuk kepentingan duniawi, ingin dihormati orang lain, ingin dipuja-puji, ingin dipatuhi sebagai orang paling suci, bahkan menyesatkan orang dengan memutarbalikkan fakta, ilmunya jelas digunakan hanya untuk kepentingan duniawi dan akan membawanya ke neraka.

            Sesungguhnya, bangsa ini sudah melakukan banyak hal untuk mendamaikan hal tersebut dengan adanya Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, termasuk SD Plus, SMP Plus, SMA Plus, atau SMK Plus. Di dalam lembaga-lembaga pendidikan tersebut diajarkan apa yang disebut-sebut sebagai ilmu umum dan ilmu agama. Demikian pula pada banyak pesantren dilengkapi dengan keterampilan wirausaha, pertanian, peternakan, atau yang lainnya. Akan tetapi, masih saja ada pihak-pihak yang berpikiran kuno bahwa lembaga-lembaga tersebut pun masih lebih rendah dibandingkan pesantren murni dalam arti masih termasuk lembaga pendidikan umum dan berorientasi duniawi.

            Sungguh, saya merasa ngeri dengan hal ini, apalagi jika sudah berpengaruh pada generasi muda yang juga pada akhirnya berkecenderungan berpikiran sama kolotnya. Mereka sama sekali tidak berpikir bagaimana mungkin kita, bangsa Indonesia, bisa memiliki masjid sehebat Istiqlal jika hanya mengandalkan pesantren. Masjid itu berdiri megah bukan karena ilmu dari pesantren, melainkan dari ilmu arsitektur.

            Di samping itu, jika yang disebut ilmu agama itu hanya sebagaimana yang diajarkan di pesantren, sangatlah sempit arti dari ajaran Islam itu sendiri. Dalam kata lain, ilmu Islam hanyalah yang didapat dari pesantren. Di luar itu bukan ilmu Islam. Hal ini harus dibenahi karena ilmu Islam itu meliputi seluruh ilmu, baik ilmu yang sudah ditemukan maupun ilmu yang belum ditemukan. Kita bisa lihat sejarah bahwa pendekar-pendekar ilmu pengetahuan di muka Bumi ini dipenuhi orang-orang Islam yang saleh. Ilmu kedokteran, matematika, fisika, kimia, astronomi, aerounotika, dan lain sebagainya yang disebut-sebut ilmu umum dikuasai orang-orang Islam dan menjadi dasar ilmu pengetahuan di lembaga-lembaga pendidikan umum di seluruh dunia.

            Tidak perlulah mendikotomikan ilmu umum dengan ilmu agama karena itu akan mempersempit arti Islam sendiri. Kalau mau, gunakan istilah ilmu umum dan ilmu khusus. Kedua ilmu itu berasal dari Allah swt dan harus saling melengkapi. Ilmu umum untuk membekali manusia agar bermanfaat bagi manusia lain dan seluruh alam semesta dengan segala keterampilannya, sedangkan Ilmu khusus sangat berguna untuk memagari manusia agar ilmunya tidak digunakan untuk melakukan kejahatan kepada sesama manusia dan alam semesta. Sesungguhnya, pesantren dan sekolah konvensional seharusnya saling mendukung agar manusia semakin sempurna mengabdikan diri kepada Allah swt. Tidak perlu ada persaingan di antara lembaga pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.

            Sampurasun

Friday, 30 March 2018

Penulis Barat Memfitnah Muhammad Berdasarkan Hoax


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Hoax atau berita bohong, palsu, dan dusta memang dibuat untuk menyesatkan manusia. Dari zaman ke zaman hoax ini meresahkan dan mengacaukan pikiran manusia yang ujungnya menghalangi manusia untuk menuju ke jalan “kebenaran”. Ada banyak penyebab mereka membuat hoax yang semuanya bermuara pada kepentingan politik dan ekonomi.

            Kisah-kisah Nabi Muhammad saw pun dibuat hoax yang awalnya diakibatkan oleh rasa terancam oleh Islam dan kaum muslimin di mana saja berada. Muhammad Husein Haekal dalam Prakata Sejarah Hidup Muhammad (2000) merekam beberapa karya penulis barat yang melakukan banyak fitnah kepada Nabi Muhammad. Semua tulisan itu jika diperhatikan, sama sekali tidak menggunakan metode ilmiah, pendekatan riset, dan langkah-langkah penelitian yang akademis. Mereka membuatnya berdasarkan kebencian yang sangat memalukan. Mereka hanya menulis karena terdorong hawa nafsu rendah yang senilai dengan gosip-gosip murahan tanpa bukti dan hanya menghabiskan waktu tanpa ada manfaat sedikit pun.

            Berikut beberapa tulisan tidak ilmiah para penulis barat tentang Nabi Muhammad.

            Dalam Dictionaire Larouse disebutkan, “Dalam pada itu Muhammad masih tetap sebagai tukang sihir yang hanyut dalam kerusakan akhlak, perampok unta, seorang kardinal yang tidak berhasil menduduki kursi Paus, lalu menciptakan agama baru untuk membalas dendam kepada kawan-kawannya.”

            Di dalamnya terdapat pula ceritera-ceritera cabul yang penuh dengan khayalan.

            Reinaud dan Francisque Michel pada 1831 melukiskan kepada kita pandangan orang-orang yang hidup dalam Abad Pertengahan itu tentang dia. Pada abad 17 Bell menuliskan Al Quran dengan sifat-sifat yang merendahkan.

            Guibert de Nogent menyebutkan bahwa Muhammad mati karena krisis mabuk yang sangat jelas. Tubuh Muhammad kedapatan terdampar di atas timbunan kotoran binatang dan sudah dimakan babi. Oleh karena itu, lalu ditafsirkan bahwa sebab itulah minuman keras dan daging binatang itu diharamkan.

            Selain itu, ada juga nyanyian-nyanyian yang melukiskan Muhammad sebagai berhala dari emas serta masjid-masjid sebagai kuil-kuil kuno yang penuh dengan patung-patung dan gambar-gambar. Pencipta “Nyanyian Antakia” (Chanson d’Antioche) membawa ceritera tentang adanya orang yang pernah melihat berhala “Mahom” (Muhammad) terbuat dari emas dan perak murni sedang duduk di atas seekor gajah di tempat yang terbuat dari lukisan mosaik. Adapun “Nyanyian Roland” melukiskan pahlawan-pahlawan Charlemagne menghancurkan berhala-berhala Islam dan mengira bahwa kaum muslimin di Andalusia menyembah Trinitas yang terdiri atas Tervagant, Mahom, dan Apollo. Di samping itu, “Ceritera Muhammad” (Le Roman de Mahomet) menganggap bahwa Islam membenarkan wanita melakukan poliandri.

            Innocent III pernah melukiskan Muhammad sebagai musuh Kristus (Antichrist). Abad Pertengahan menganggap Muhammad seorang heretik (pelanggar ajaran Kristen).

            Droughty pada 1876 membicarakan Muhammad sebagai orang Arab yang kotor dan munafik. Foster pada 1822 juga mencaci Nabi Muhammad.

            Cara-cara berpikir tidak ilmiah dan penuh kebencian para penulis barat itu tetap menguasai para pendukungnya hingga hari ini. Haekal mengatakan bahwa sejak zaman Rudolph de Ludheim sampai saat kita sekarang ini, orang-orang semacam Nicolas de Cuse, Vives, Maracci, Hotinger, Bibliander, Prideaux, dan yang lainnya menggambarkan Muhammad sebagai penipu, sedangkan Islam dan kaum muslimin sebagai sekumpulan bidat. Semua itu perbuatan syetan. Kaum muslimin adalah orang-orang buas dan Al Quran adalah suatu gubahan yang tak berarti.

            Kita sudah melihat bahwa para penulis barat itu merendahkan dirinya sendiri karena menulis tanpa menggunakan metode ilmiah. Mereka tidak memiliki fakta, data, sumber pustaka, narasumber primer dan sekunder, analisis yang tepat, baik menggunakan metodologi kualitatif maupun kuantitatif. Mereka menulis sebagaimana para penulis hoax zaman ini yang bertebaran di What’s Up, Facebook, Twitter, dan berbagai media sosial lainnya. Nilainya sama dengan orang yang “menguap” saat bangun tidur, tak berarti apa pun dan hanya mempengaruhi orang-orang bodoh.


Penulis Barat Yang Agak Jujur
Meskipun banyak penulis karatan yang tak berpengetahuan, banyak pula para penulis barat nonmuslim yang agak jujur tentang Nabi Muhammad dan Islam. Beberapa dari mereka adalah Comte Boulanvilliers, Scholl, Caussin de Perceval, Dozy, Sprenger, Barthelemy Saint-Hilaire, de Casteries, dan Carlyle. Mereka bukan saja jujur, melainkan menaruh hormat terhadap Nabi Muhammad dan Islam.

            Salah seorang penulis barat yang agak jujur dalam menganalisa Nabi Muhammad adalah Prancis Emile Dermenghem.

            Ia mengatakan kepada para penulis yang tidak jujur seperti ini, “Sesudah pecah perang Islam-Kristen, dengan sendirinya jurang pertentangan dan salah pengertian bertambah lebar, tambah tajam. Orang harus mengakui bahwa orang-orang Barat-lah yang memulai timbulnya pertentangan itu sampai begitu memuncak. Sejak zaman penulis-penulis Bizantium, tanpa mau bersusah payah mengadakan studi—kecuali Jean Damascene—telah melempari Islam dengan pelbagai penghinaan. Para penulis dan penyair menyerang kaum muslim Andalusia dengan cara yang sangat rendah. Mereka menuduh bahwa Muhammad adalah perampok unta, orang yang hanyut dalam foya-foya, mereka menuduhnya tukang sihir, kepala bandit dan perampok. Bahkan, menuduhnya sebagai pendeta Romawi yang marah dan dendam karena tidak dipilih menduduki kursi Paus…. Sebagian mengiranya ia adalah Tuhan Palsu yang oleh pengikutnya dibawa sesajen berupa korban-korban manusia.”

            Begitulah penulis barat yang agak jujur membuat analisa dengan mengkritik para penulis barat sendiri yang menulis tanpa pengetahuan dan penelitian yang jelas.


Islam Memberikan Tantangan
Dari dulu hingga hari ini Islam memberikan tantangan kepada siapa saja, baik kepada nonmuslim maupun kepada kaum muslimin sendiri jika meragukan ajaran Islam dan sosok Muhammad. Silakan teliti dengan menggunakan metode ilmiah, gunakan cara-cara akademis untuk mendapatkan kesalahan dan keburukan Islam. Silakan, ditunggu sekali.

            Sayangnya, hingga hari ini tak pernah ada yang berhasil membuktikan kesalahan dan keburukan Islam. Islam baik-baik saja, bahkan semakin diminati dunia. Paling banter, kita akan menemukan banyak kesalahan dan keburukan dari umat Islam dan bukan dari ajaran Islam. Umat Islam itu manusia yang tak lepas dari kesalahan dan keburukan. Oleh sebab itulah, ajaran Islam menuntunnya kembali untuk kembali baik dan suci.