oleh
Tom Finaldin
Sudah menjadi penyakit dari
dulu hingga kini bahwa kaum muslimin tenggelam dalam berbagai dongeng, doktrin,
dan khayalan-khayalan yang dikemas dengan kata-kata “ini adalah ajaran Islam”.
Padahal, itu semua bukanlah ajaran Islam. Sering sekali penafsiran-penafsiran
subjektif yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan tertentu yang sifatnya
duniawi didesakkan kepada kaum muslimin untuk dipercayai. Apabila ada yang
tidak percaya, kerap dikatakan sesat, kafir, bahkan murtad. Kita bisa lihat
bahwa perilaku-perilaku seperti ini selalu berujung pada kepentingan politik
dan ekonomi atau paling tidak, didasarkan pada keinginan untuk tetap dihormati
dan dimuliakan. Jauh sekali dari tujuan Islam itu sendiri, yaitu menebarkan rahmat di seluruh alam semesta.
Oleh sebab itu, tak heran jika kaum muslimin masih jauh tertinggal di belakang
ribuan tahun lamanya dibandingkan umat-umat lain. Kaum muslimin selalu dalam
keadaan terbelakang dan dipermainkan orang lain.
Allah swt sesungguhnya mengajarkan dasar-dasar metode
ilmiah dalam Al Quran. Umat Islam diharuskan mempercayai sesuatu berdasarkan
pembuktian yang dapat dipahami dengan logika. Umat Islam tidak boleh
mempercayai sesuatu tanpa syarat yang tidak boleh diuji. Allah swt sendiri
terbuka untuk diuji. Al Quran menantang untuk diuji. Kalau ada yang tidak
percaya Al Quran, silahkan untuk membuat satu surat semisal Al Quran atau cari
ayat-ayat yang bertentangan dalam Al Quran. Sampai hari ini tantangan Allah swt
itu tidak ada yang mampu menjawab. Allah swt mengatakan bahwa kalaupun seluruh
manusia dan jin disatukan untuk menjawab tantangan Al Quran itu, tetap tidak
akan berhasil. Hingga hari ini memang tidak pernah ada yang berhasil. Allah
swt, Islam, dan Al Quran baik-baik saja tetap tertinggi dan termulia.
Dalam metode ilmiah, apabila kita mendapatkan fenomena,
gejala alam, atau informasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah syak (skeptis), ragu tentang hal itu. Untuk
mendapatkan keyakinan tentang hal tersebut, tak ada jalan lain kecuali dengan
pembuktian melalui penelitian. Dengan menggunakan penelitian yang menyeluruh
sesuai dengan prinsip-prinsip metode ilmiah, akan didapat kebenaran atau
ketidakbenaran fenomena atau informasi yang kita dapatkan.
Apabila langsung percaya tentang sesuatu hal tanpa
melakukan penelitian, kita akan terjebak dalam prasangka dan dugaan yang
tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal ini sangat dibenci
Allah swt.
Perhatikan firman Allah swt dalam QS An Najm (53) :
28-29.
“Mereka tidak
mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan
(prasangka) dan sesungguhnya dugaan itu tidak berguna sedikit pun terhadap
kebenaran. Oleh sebab itu, tinggalkanlah orang yang berpaling dari peringatan Kami.
Dia hanya mengingini kehidupan dunia.”
Terjebak dalam dugaan
dan prasangka adalah suatu kesesatan karena tidak jelas kebenarannya. Satu-satunya
cara untuk membuktikannya, ya itu tadi, penelitian yang menyeluruh. Begitulah
Allah swt menyuruh kita untuk tidak menggunakan prasangka atau dugaan sebagai
kebenaran.
Dugaan atau prasangka yang diklaim sebagai kebenaran
adalah hoax. Parahnya, para pembuat,
penebar, dan pecinta hoax ini menebarkan kebohongan mereka untuk mendapatkan kehidupan
dunia.
“…. Dia hanya
mengingini kehidupan dunia.” (QS 53 : 28)
Apalagi kehidupan dunia itu kalau bukan kepentingan
politik dan ekonomi?
Jalan
Ilmiah
Orang yang menempuh jalan
ilmiah untuk mendapatkan kebenaran Islam adalah Imam Al Ghazali. Dalam Muhammad
Husein Haikal (2000) diterangkan bahwa Imam Al Ghazali mengatakan bahwa ia
membebaskan diri dari segala macam konsepsi. Kemudian, baru ia berpikir dan
menimbang kembali, menyusun kembali, lalu membuat beberapa perbandingan.
Dikemukakannya beberapa argumentasi, diujinya dan dianalisa. Dari semua itu,
kemudian ia memperoleh petunjuk bahwa Islam dan tuntunan yang diberikan
menurut konsepsi Islam adalah benar. Imam Al Ghazali melakukan hal ini untuk
menghindarkan hal-hal yang bersifat taklid. Ia ingin membina keimanannya itu
atas dasar iman yang pasti yang berlandaskan argumen dan pembuktian, yakni iman
yang kebenarannya sudah menjadi pegangan kaum muslimin tanpa ada khilafiah.
Lebih jauh dari itu, para penulis buku-buku ilmu kalam
malah berani meragukan kebenaran Rukun Iman. Mereka lalu menyelidikinya,
menganalisanya, meninjau kembali. Dengan demikian, keimanan yang mereka
dapatkan berasal dari pengetahuan yang pasti serta dapat diuji dan dapat
bertahan secara ilmu.
Metode-metode ilmiah ini sebenarnya bukan barang baru.
Ini adalah memang metode yang diajarkan Allah swt. Sayangnya, umat Islam tidak
mengembangkannya dengan baik dan tidak menggunakannya dalam berdakwah. Umat
Islam malah menggunakan dongeng, khayalan, doktrin yang disebarkan dengan
cara-cara taklid. Akibatnya, umat Islam tenggelam dalam kebodohan,
keterbelakangan, dan mudah sekali ditipu. Justru orang-orang Barat-lah yang
mengambil metode Al Quran ini, kemudian mengembangkannya dalam berbagai aspek
kehidupan dan berhasil menerapkannya dalam kehidupan sehingga tampak unggul
pada berbagai bidang. Adapun umat Islam karena terlalu lama meninggalkan metode
ilmiah, terpaksa belajar dari pihak Barat di pendidikan formal dan menganggap
metode ilmiah sebagai “barang baru” dalam dunia Islam.
Apabila umat Islam ingin maju, gunakan metode ilmiah
dalam berbagai aspek kehidupan sehingga bisa mendapatkan kebaikan, kebenaran,
kehebatan, kemuliaan, dan keagungannya. Tinggalkan segala macam doktrin, pemaksaan
keyakinan, atau ketakutan untuk dituduh kafir atau murtad karena berbeda
pemahaman dengan guru-gurunya yang masih menggunakan kepercayaan lama yang
tidak boleh diuji itu. Generasi muda muslim harus banyak bertanya tentang
hal-hal yang tidak dipahaminya dan tidak boleh percaya begitu saja terhadap
ajaran atau informasi yang baru diterimanya. Akal diciptakan Allah swt untuk
menjadi penengah dalam kehidupan ini. Akal tidak boleh diperkosa dan ditekan
untuk tunduk pada hal-hal yang samar dan tidak benar. Beranilah menerobos
ketaklidan dan kebodohan. Majulah dengan pemikiran yang benar dan pasti untuk
menyongsong kemuliaan di dunia dan akhirat.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment