Wednesday, 9 June 2021

Teori Interaksi Simbolis

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Di dalam teori ini, masalah sosial adalah interaksi yang terjadi antara orang yang bermasalah dengan orang yang tidak bermasalah. Dalam interaksi yang terjadi, orang yang bermasalah mempengaruhi orang yang tidak bermasalah sehingga menjadi ikut bermasalah seperti dirinya. Perilaku orang yang tidak bermasalah menjadi ikut berperilaku sama dengan orang yang bermasalah sehingga semuanya menjadi bermasalah.

            Ketika dalam interaksi yang terjadi kedua belah pihak memiliki pemikiran yang sama, suasana interaksi itu akan berada dalam suasana menyenangkan. Akan tetapi, sebaliknya, jika dalam interaksi itu terjadi perbedaan penafsiran paham, situasi akan menjadi tegang dan sangat tidak menyenangkan. Kedua belah pihak akan berada dalam posisi tidak bersahabat.

            Di dalam teori ini ada teori lainnya yaitu labeling theory, ‘teori pelabelan’. Maksudnya, ada suatu kelompok masyarakat yang sudah dilabeli atau dicap sebagai kelompok yang bermasalah karena kondisinya bermasalah. Ada lagi teori konstruksivisme sosial, yaitu adanya pihak-pihak yang melihat dunia dan sekitar dalam konstruksi realitas sosial.  Dalam interaksi yang terjadi, kerap terjadi bahwa orang-orang yang bermasalah menganggap bahwa suatu kejahatan adalah suatu kebenaran dan itu akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Misalnya, orang yang melakukan teror pemboman mempengaruhi orang lain bahwa tindakan teror itu adalah salah satu ibadat yang harus dilakukan. Orang yang terpengaruh akan mulai belajar untuk melakukan perilaku-perilaku sebagaimana orang yang telah mempengaruhinya.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka:

Wijayanti, Fitria; Rahmawati, Farida; Irawan, Hanif; Sosiologi: untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

Maryati, Kun; Suryawati, Juju; 2014, Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Akulturasi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Akulturasi adalah berpadunya dua atau lebih kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Meskipun terjadi perpaduan budaya, budaya-budaya yang berpadu itu tidak hilang dan masih bisa dilihat ciri-cirinya. Orang biasanya mencontohkan bahwa Candi Borobudur adalah hasil dari akulturasi budaya India dan Indonesia. Kedua budaya itu bersatu, tetapi budaya India dan budaya asli Indonesia masih bisa kita kenali dari setiap bentuk bangunan dan relief yang terdapat dalam candi. Contoh lainnya adalah musik keroncong yang merupakan perpaduan antara budaya Portugis dan budaya asli Indonesia.

            Proses pemaduan ini atau akulturasi ini bisa terjadi dengan sangat cepat atau sangat lambat. Hal itu bergantung dari sikap masyarakat asli terhadap budaya yang datang dari luar. Jika masyarakat menerimanya, perpaduan ini akan terjadi dengan sangat cepat. Sebaliknya, jika masyarakatnya menolak, perpaduan ini akan berjalan sangat lama.

Penerimaan atau penolakan masyarakat ini bergantung pula pada cara bagaimana budaya asing itu masuk ke masyarakat. Jika cara masuknya dengan menggunakan pemaksaan dan kekerasan, akulturasi akan terjadi sangat lama. Sebaliknya, jika cara masuknya dengan cara yang damai dan menyenangkan, akulturasi akan berproses lebih cepat, bahkan sangat cepat.

Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta