Thursday, 2 October 2025

Jawa Barat Bisa Rusak Seperti Nepal

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Huru-hara di Negara Nepal dikabarkan terinspirasi dari demonstrasi di Indonesia terkait tunjangan perumahan DPR RI. Akan tetapi, di Nepal jauh lebih anarkis sampai-sampai menteri dikejar-kejar hingga ke sungai dan ditelanjangi, istri-istri pejabat dipukuli dan dibunuh, pemerintahan goncang luar biasa, aksi massa yang parah benar-benar terjadi secara mengerikan. Tidak masuk akal dalam pandangan dan perasaan saya sebagai orang Sunda.


Pejabat korban huru-hara Nepal (Foto: Instagram)

            Kerusuhan di Nepal salah satunya dipicu oleh hoak, berita bohong, dan misleading, penyesatan informasi. Rakyat disuguhi provokasi bahwa pemerintah Nepal membungkam suara rakyat dengan cara melarang media sosial, seperti, facebok, Instagram, X, dan lain sebagainya untuk beroperasi di Nepal. Hal ini membuat rakyat, terutama kaum muda marah karena sekarang ini media sosial adalah dunianya mereka. Kerusuhan sadis pun terjadi. Padahal, pemerintah Nepal itu sedang bernegosiasi agar para pengusaha pemilik aplikasi media sosial mengikuti aturan-aturan yang berlaku di Nepal, termasuk dalam hal membayar pajak pada pemerintah. Memang jika pemilik Medsos tidak mengikuti keinginan pemerintah, Medsos itu tidak boleh ada lagi di Nepal.

            Berbeda dengan di Indonesia, para pemilik Medsos itu pun sempat diancam untuk berhenti jika tidak mengikuti aturan negara. Akan tetapi, para pemilik Medsos itu dengan cepat mengikuti kehendak pemerintah Indonesia sehingga tidak terjadi pemberhentian aplikasi. Masyarakat tetap bisa menggunakan berbagai media sosial. Dari segi bisnis, memang Indonesia jauh lebih menguntungkan karena penduduknya sangat banyak. Berbeda dengan Nepal yang penduduknya hanya sekitar 25 jutaan, hanya setengah dari penduduk Provinsi Jawa Barat. Keuntungan di Nepal sudah pasti lebih sedikit dibandingkan dengan di Indonesia.

            Kejadian di Nepal bisa terjadi di Jawa Barat akibat kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang akrab dipanggil KDM. Pemberhentian tambang di Parung Panjang, Bogor, memicu demonstrasi yang dipenuhi orasi dan provokasi berisi perlawanan kepada KDM yang dianggap telah merugikan rakyat. Perusahaan tambang yang telah beroperasi puluhan tahun dan menghidupi banyak orang harus ditutup yang mengakibatkan banyak orang yang bergantung hidup dari perusahaan-perusahaan itu tak punya lagi penghasilan di sana. Itulah yang banyak disuarakan, baik saat demonstrasi maupun pada berbagai tayangan Medsos.

            Jika suara-suara kemarahan akibat penutupan tambang itu ditelan bulat-bulat oleh masyarakat, huru-hara besar bisa sangat terjadi karena seolah-olah Dedi mematikan kehidupan ekonomi rakyat. Beruntung, rakyat Indonesia, khususnya Jawa Barat yang sudah terlatih dengan hoak semakin lama semakin cerdas mengolah berbagai informasi. Rakyat Jawa Barat, Suku Sunda dan juga rakyat Indonesia secara keseluruhan sudah terlatih dengan melihat bahwa isu-isu hoak itu memang benar-benar bohong dan merugikan mereka sendiri. Mereka berulang-ulang tertipu dan tidak lagi mudah mempercayai sebuah kabar berita yang terbawa angin nggak jelas.

            KDM sendiri secara jelas mengakui memang ada beberapa masyarakat Jawa Barat yang terimbas dirugikan akibat kebijakannya menutup tambang. Akan tetapi, kerugian yang diderita masyarakat jauh lebih besar karena tidak jelasnya pajak, kerusakan infrastruktur jalan yang mencapi triliunan, rusaknya kesehatan, bahkan menimbulkan seratusan kematian akibat pertambangan tersebut. Oleh sebab itu, Dedi menegaskan bahwa dirinya bisa menutup perusahaan tambang sementara atau selamanya secara permanen. Dia hanya ingin rakyatnya untung, perusahaan untung, tak ada yang dirugikan. Jika rakyat dirugikan, dia akan menutupnya secara permanen selamanya, tak ada lagi pertambangan di sana.


Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Foto: Merdeka.com)


            Penjelasan Dedi mudah dipahami oleh rakyat Parung Panjang, Bogor, rakyat Jawa Barat, dan seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, mayoritas rakyat mendukung kebijakan Dedi. Hal ini mengakibatkan provokasi para pendemo menjadi melempem, tak punya bahan bakar untuk memperbesar menjadi kerusuhan. Isu dan hoak dengan sendirinya tidak laku di pasaran. Huru hara pun tidak terjadi. Itulah kelebihan rakyat Indonesia sekarang ini mulai cerdas mengolah informasi sehingga tidak terjadi kerusuhan jahat seperti di Nepal.

            Ilustrasi istri mantan PM Nepal saya dapatkan dari Instagram, sedangkan Dedi melotot dari Merdeka com.

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment