oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Jangan Golput! Jangan Golput!
Banyak
sekali yang berteriak seperti itu. Bisa dipastikan teriakan itu berasal dari
orang-orang yang khawatir kenikmatannya akan hilang karena telah mendapatkan
banyak keuntungan dari sistem politik demokrasi atau berasal dari orang-orang
yang kebelet ingin menikmati keuntungan dari sistem politik demokrasi yang
bejat itu atau dari orang-orang yang masih membiarkan dirinya terkelabui oleh sistem
politik demokrasi yang penuh penipuan itu.
Banyak
pula yang berusaha mempengaruhi masyarakat bahwa jika tidak memilih, berarti
tidak berperan serta dalam pembangunan. Bodoh mereka itu! Tolol bin sarap!
Peran
serta Golput dalam pembangunan itu jelas sekali. Mereka menunjukkan sikap yang
tegas untuk tidak memilih dengan alasan yang beragam. Sebenarnya, Golput itu
sudah sangat sering menang dalam setiap pemilihan di tingkat apapun, tetapi
eksistensinya masih dianggap lemah karena para politikus dan mereka yang masih
percaya demokrasi tetap memiliki kekuatan untuk menggunakan suara yang ada yang
terkumpul dalam pemilihan--entah jujur,
entah curang. Golput hanya dianggap masyarakat yang “seolah-olah” setuju
dengan hasil pemilihan dan proses pemilihan. Meskipun demikian, Golput tetap
diperhatikan sebagai kekuatan yang akan melemahkan legitimasi hasil pemilihan
dan proses pemilihan. Kecilnya atau sedikitnya suara yang diperoleh untuk
menduduki posisi politis menandakan lemahnya legitimasi masyarakat. Jika suara
Golput semakin besar, akan berpengaruh terhadap legitimasi demokrasi itu
sendiri. Itu pertanda yang sangat bagus. Artinya, situasi negara dengan suara
Golput yang tinggi akan mendorong para akademisi, teknokrat, birokrat, dan para
orang bijak di negeri ini untuk memikirkan sistem lain yang cocok dan sesuai dengan
perasaan rakyat untuk melangsungkan proses pembangunan.
Orang-orang
Golput akan merasa tidak bersalah jika terjadi kerusakan yang ditimbulkan
akibat perilaku para politisi dan pemimpin hasil demokrasi. Mereka memang tidak
bersalah karena tidak memilih para pemimpin yang kemudian terbukti rusak moral,
bejat akhlak, dan kotor pikiran. Malahan sikap orang-orang Golput akan
mempengaruhi secara positif orang-orang yang telah menggunakan hak pilih karena
para pejabat terpilih ternyata tidak amanah. Akibatnya, kepercayaan masyarakat
terhadap negara akan menurun teramat drastis dan berpotensi menimbulkan
kekacauan. Pada titik itulah wise people di
negeri ini dituntut bekerja keras untuk mencari jalan keluar dari situasi yang
sangat rawan.
Orang-orang
Golput akan memaksa para politisi untuk sadar diri bahwa mereka sebenarnya
tidak pantas untuk duduk dalam jabatannya dan membuat para penyelenggara
semakin sadar untuk memperbaiki diri dan kinerjanya supaya kepercayaan
masyarakat yang telah Golput kembali kepadanya.
Suara
Golput akan memaksa elemen-eleman penting di negeri ini untuk mencari cara lain
dan gagasan lain yang bukan demokrasi karena ternyata demokrasi tidak mampu
menyelesaikan masalah. Demokrasi hanya membuat beban negeri ini semakin berat
dan menumbuhkan perpecahan di dalam masyarakat.
Inti
dari tujuan pembangunan nasional itu kan ada di alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, iya kan?
Untuk
mencapai tujuan itu, tidak harus demokrasi, kan?
Malahan,
orang-orang yang bertahan dalam demokrasi itu kemungkinan besar anti-terhadap perubahan. Mereka itu mirip banget dengan orang-orang yang
mempertahankan status quo. Mereka
orang-orang yang telah menyakralkan sistem politik demokrasi, sebagaimana
orang-orang yang telah menyakralkan sistem politik dan dogma-dogma politik orde baru. Mereka nggak beda jauh-jauh
amat dari orang-orang yang dikritiknya dahulu.
Kita
berhak berubah dan memang kita harus berubah!
Kita
punya nilai dan cara sendiri yang telah dilekatkan Tuhan sejak dalam kandungan,
tinggal menggalinya dan membawanya ke permukaan. Hanya dengan cara itulah kita
akan benar-benar mampu mencapai tujuan pembangunan nasional Indonesia.
No comments:
Post a Comment