oleh
Tom Finaldin
Dalam mengabdikan diri
kepada Allah swt, Islam mengajarkan dua cara, yaitu melalui aktivitas ritual
dan aktivitas sosial. Kedua aktivitas itu harus seimbang dan tidak boleh berat
sebelah. Kedua-duanya sama pentingnya. Apabila kita mementingkan salah satu, rusaklah amal baik kita. Tak ada artinya.
Mereka yang terlalu mementingkan aktivitas ritual, akan
terjebak dalam merasa benar sendiri, terjauhkan dari masyarakat, terjauhkan
dari ilmu pengetahuan, mudah tertipu, tertinggal dalam perkembangan hidup
manusia, bahkan memiliki kecenderungan untuk terlalu mudah menyalahkan orang
lain sehingga menimbulkan kekacauan dan kebingungan di tengah-tengah
masyarakat. Demikian pula mereka yang terlalu mementingkan aktivitas sosial
dengan dalih “yang penting berbuat baik”, akan terlepas dari bimbingan Allah
swt dan menganggap bahwa pikirannya selalu benar dan baik, padahal benar dan
baik menurut seseorang, belumlah tentu baik bagi orang lain. Orang-orang
seperti ini memiliki kecenderungan tersesat dalam hidup dan kerap saling bantah
serta mudah bertengkar dengan orang lain karena setiap orang memiliki pandangan
hidup yang berbeda. Hal yang juga teramat berbahaya adalah dia akan menganggap dirinya
sebagai sumber kebaikan yang menjatuhkannya menjadi orang yang memiliki sifat
riya, sombong, angkuh, dan gemar pamer. Hal itu akan membuat segala kebaikannya
sia-sia karena sesungguhnya segala kebaikan yang kita lakukan hanyalah untuk
mengabdikan diri kepada Allah swt, bukan untuk mendapatkan hal-hal lain.
Orang-orang ini mudah stress, kecewa, dan penuh amarah yang terpendam. Buruk
akibatnya bagi dirinya. Allah swt pun terasa jauh dari dirinya.
Ada dialog menarik antara Nabi Muhammad dengan para
sahabatnya yang dapat dijadikan contoh bagaimana hancurnya ibadat ritual karena
buruknya sikap sosial. Peristiwa ini diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad,
Al-Hakim, dan Ibnu Hibban. Hadits ini berasal dari Abu Hurairah.
Ada seseorang
bertanya kepada Nabi Muhammad, “Wahai Rasulullah, Si Fulanah sering
melaksanakan shalat malam dan berpuasa sunnah. Dia juga berbuat baik dan
bersedekah, tetapi lidahnya sering mengganggu tetangganya.”
Rasulullah menjawab, “Tidak ada
kebaikan di dalam dirinya. Dia adalah penduduk neraka.”
Dari dialog itu, kita
bisa melihat bagaimana sia-sianya ibadat ritual seseorang karena lidahnya kotor
terhadap tetangganya. Bagaimanapun hebatnya ritual seseorang, tetapi lidah dan
mulutnya menyakitkan orang lain, nilainya pun menjadi hancur. Ibadat ritualnya
tidak mengantarkannya menuju surga karena buruknya lidahnya terhadap orang
lain. Ini artinya, nilai-nilai sosial sangatlah penting karena memang itu yang
diharapkan Allah swt, yaitu menebarkan kebaikan dan kasih sayang di antara sesama
manusia sehingga kehidupan ini menjadi damai, harmonis, dan seimbang.
Manfaat dari dialog itu tidak hanya berlaku bagi
kehidupan bertetangga, melainkan pula bagi kehidupan bernegara dan dalam
percaturan politik dunia. Para penyelenggara negara dan aparat yang lidahnya
kotor, tidak konsisten, gemar berbohong, sering menjebak rakyat, kerap
melakukan penipuan, melepaskan diri dari janji sebelumnya, mengeluarkan
kebijakan yang membingungkan, arogan, dan lain sebagainya adalah para penduduk
neraka apabila tidak segera melakukan perbaikan pada dirinya sendiri. Sehebat
apa pun mereka melakukan ritual, jika lidahnya dan kebijakannya sering
menyakiti rakyat, celakalah mereka. Ada kesakitan dan penderitaan yang sedang
menghampiri mereka. Demikian pula para penguasa dunia yang gemar berdusta dan
membuat ketidakseimbangan dalam hubungan internasional, sesungguhnya sedang
berada dalam kecelakaan yang besar, kegelisahan yang menyiksa, dan
kengerian-kengerian itu akan berlanjut bertambah-tambah jumlahnya jika tidak
segera memperbaiki dirinya. Neraka akan menjadi tempat mereka jika tidak
mengubah dirinya menjadi baik.
Mari kita perhatikan lagi kelanjutan dialog Nabi Muhammad
dengan para sahabatnya.
Para sahabat
berkata, “Ada wanita lain. Dia (hanya) melakukan shalat fardhu dan bersedekah
dengan gandum, namun ia (baik) tidak mengganggu tetangganya.”
Nabi Muhammad bersabda, “Dia adalah
penduduk surga.”
Kita bisa melihat
bahwa seseorang yang tidak terlalu banyak melakukan ibadat ritual, tetapi mampu
menjaga dirinya untuk tidak menyakiti orang lain, mendapatkan hadiah surga. Hal
ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga perdamaian dan keharmonisan hidup.
Berbeda dengan dialog awal tadi, sebanyak apa pun ritual yang dilakukan, tetap
berakhir di neraka jika mengganggu orang lain. Di sinilah kita melihat bahwa
aktivitas sosial telah mengalahkan aktivitas ritual meskipun aktivitas sosial
itu hanya sebatas tidak mengganggu perasaan orang lain. Surga yang didapatkan
akan lebih meningkat lagi jika bukan hanya sebatas “tidak mengganggu orang lain”,
melainkan ditambah dengan aktivitas sosial “memberikan manfaat bagi orang lain”.
Hal itu disebabkan kata Nabi Muhammad bahwa orang
yang paling mulia itu adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat bagi
orang lain.
Aktivitas
Ritual Dasar Aktivitas Sosial
Adalah sangat baik jika kita
menggunakan aktivitas ritual sebagai dasar aktivitas sosial. Artinya, ibadat
ritual itu jangan hanya sebatas simbol, tetapi harus diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Meskipun tampaknya sebatas simbol, ibadat ritual itu tetap harus
dilakukan dengan cara-cara yang benar, sesuai aturan, dan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan karena merupakan tiang-tiang kokoh yang
membuat hidup kita tetap kokoh.
Misalnya, shalat. Di dalam shalat ada ucapan dan
gerakan-gerakan pengagunggan kepada Allah swt, pengakuan kelemahan diri,
keyakinan ketergantungan diri kepada Allah swt, doa dan harapan agar Allah swt
melindungi kita dan mencukupkan segala kebutuhan kita, keinginan untuk selalu
berada dalam bimbingan Allah swt, serta doa kebaikan untuk seluruh kaum muslimin
dan untuk kebaikan seluruh umat manusia. Hal itu harus terwujud dalam hidup
keseharian kita sehingga kita benar-benar terhubung dengan Allah swt dan mampu
mewujudkan kedamaian, keharmonisan, dan keseimbangan hidup di dunia. Itulah
Islam yang rahmatan lil alamin.
Adalah kurang berguna
jika dalam shalat kita melakukan banyak ucapan dan gerakan pengagunggan kepada
Allah swt dan doa-doa untuk diri, kaum muslimin, dan seluruh umat manusia,
tetapi dalam keseharian kita banyak melakukan penyesatan kepada orang lain,
gangguan kepada masyarakat, kebohongan terhadap publik, kekejian terhadap
manusia, dan upaya penipuan untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.
Semoga Allah swt mengampuni kita dan selalu memberikan
petunjuk kepada kita semua. Amin.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment