Thursday, 30 July 2020

Hakikat Perubahan Sosial


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Pada dasarnya manusia selalu berubah. Ia selalu ingin mengetahui dan menikmati hal yang baru. Manusia selalu tidak puas dan menginginkan hal yang baru dan lebih baik. Manusia adalah makhluk yang selalu ingin berubah, aktif, kreatif, inovatif, agresif, selalu berkembang, dan responsif terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.

            Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat meliputi perubahan norma sosial, pola sosial, interaksi sosial, pola perilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat, serta susunan kekuasaan dan wewenang.

            Berikut pandangan beberapa tokoh mengenai perubahan sosial.

            Selo Soemardjan menyatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap, dan perilaku di antara kelompok masyarakat. Contohnya, dengan keterbukaan informasi dan meningkatnya pendidikan, cara-cara hidup dan kepercayaan tradisional bergeser lebih terbuka dan dapat dipahami dengan akal. Dulu orang sangat percaya bahwa Tuhan mereka adalah pohon besar dan pohon kuno. Mereka menghormatinya, merawatnya, bahkan menyembah dan memberikan sesajen pada pohon itu. Sekarang perilaku itu sudah disingkirkan karena terjadi banyak perubahan keyakinan pada masyarakat.

            Kingsley Davis mengungkapkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Contohnya pada zaman dulu yang namanya organisasi kemasyarakatan, perusahaan, pertanian, dan pengelolaan negara diserahkan dan dikuasakan pada keluarga tertentu yang dipandang lebih hebat dibandingkan masyarakat lainnya. Pada masa ini kekuasaan dan kewenangan mengatur masyarakat atau bisnis diserahkan dan dikelola oleh orang-orang yang berpendidikan dan berpengalaman di bidangnya masing-masing.

            George Ritzer mengatakan bahwa perubahan sosial mengacu pada variasi-variasi hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur, dan masyarakat pada waktu tertentu. Hal ini bisa dilihat ketika Indonesia masih dijajah Belanda, rakyat percaya bahwa dirinya bodoh, lemah, rapuh, dan selalu harus ikut pada kemauan penjajah. Akan tetapi, ketika timbul kelompok perlawanan, gerakan perjuangan, dan mendapatkan kemerdekaan, terjadi perubahan keyakinan dan sikap dari rakyat Indonesia. Rakyat menjadi merasa bahwa dirinya berhak sama derajat dengan bangsa-bangsa penjajah. Mereka tidak mau lagi hidup dalam tekananan penjajah asing.

            John Lewis Gillin dan  John Philip Gillin  berpendapat bahwa perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena difusi atau penemuan-penemuan baru. Hal ini bisa dilihat bahwa jika seseorang atau sekelompok orang berpindah dari suatu wilayah ke wilayah lain, terdapat kecenderungan untuk mengikuti cara-cara hidup di wilayah yang ditempatinya.

             Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi ini bisa terjadi karena faktor intern maupun ekstern. Maksudnya perubahan itu bisa terjadi karena keinginan masyarakatnya sendiri, bisa pula karena ada dorongan kuat dari luar masyarakatnya. Misalnya, masyarakat ingin hidupnya lebih baik, lalu meningkatkan pendidikannya melalui jalur sekolah. Contoh lain, masyarakat dipaksa oleh pihak luar untuk menggunakan pengobatan modern jika sakit dan meninggalkan kepercayaan pada praktik perdukunan.

            Robert Maciver menjelaskan bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan sosial (social relationship) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial. Maksudnya, hubungan sosial yang sudah terjadi sebagaimana biasanya secara mapan mengalami proses perubahan sehingga berbagai hubungan tersebut berubah. Bisa menjadi lebih baik atau bahkan lebih buruk.

            William F. Ogburn menyatakan bahwa perubahan sosial menekankan pada kondisi teknologis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial, seperti, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap pola berpikir masyarakat. Kita bisa melihat bahwa dengan adanya pesawat terbang, orang bisa ke mana-mana ke seluruh dunia dan lebih jelas mengamati perbedaan kehidupan manusia pada wilayah yang berbeda. Hal itu membuat masyarakat lebih banyak mendapatkan pengetahuan baru, sikap baru, pengalaman baru sehingga tidak mudah ditipu dengan dongeng-dongeng palsu tentang kehidupan orang di lain tempat. Di samping itu, dengan perkembangan teknologi, kehidupan bisnis berkembang lebih cepat sehingga orang-orang bisa hidup lebih baik dan lebih kaya.

            Demikian penjelasan tentang hakikat kehidupan sosial secara singkat.

            Sampurasun


Sumber Pustaka
Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Wijayanti, Fitria; Kusumantoro, Sri Muhammad; Irawan, Hanif, Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial

Tuesday, 28 July 2020

Pengertian Kelompok Sosial

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sejak lahir, manusia sudah memiliki dua hasrat yang pokok dalam hidupnya, yaitu:

1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya.
2. Keinginan untuk menyatu dengan lingkungan alamnya.

            Hasrat itu sudah ada sejak lahir. Di Eropa pernah dilakukan penelitian terhadap empat puluh bayi. Dua puluh bayi hanya boleh disusui dan diberi makan, tetapi tidak boleh diajak bicara dan diajak main keluar. Dua puluh bayi lagi diperbolehkan disusui, diberi makan, diajak bicara, dan bermain keluar sebagaimana bayi-bayi yang sering kita lihat bersama keluarganya. Hasilnya, dua puluh bayi yang tidak diajak bicara dan tidak diajak main keluar, mati. Adapun yang dua puluh lagi, hidup secara sehat. Dari penelitian itu, kita mendapatkan kesimpulan bahwa manusia itu selalu berhasrat untuk bersati denga manusia lainnya dan bersatu dengan lingkungan alam sekitarnya.

            Dorongan untuk bersatu dengan manusia lainnya membuat manusia membentuk kelompok sosial atau social group. Berikut ini pendapat para ahli tentang kelompok sosial.

            Paul B. Horton mengatakan bahwa kelompok sosial adalah sekumpulan manusia secara fisik. Contohnya, sekumpulan orang yang sedang menunggu bus kota, menonton sepak bola, melihat kebakaran, dan olahraga pagi.

            Roland L. Waren berpendapat bahwa kelompok sosial adalah sejumlah manusia yang berinteraksi dengan pola interaksi yang saling berhubungan secara keseluruhan. Misalnya, kelompok penggemar Rhoma Irama yang berhubungan di antara sesamanya dengan cara yang sama. Akan tetapi, caranya berbeda dengan sekelompok orang para pemain sepak bola. Penggemar dangdut akan banyak bicara dangdut dan bepergian menonton dangdut. Adapun para pemain sepak bola akan banyak bicara soal pertandingan dan mungkin pelatihan.

            Mayor Polak berpendapat bahwa kelompok sosial adalah sekumpulan orang yang saling berhubungan dalam sebuah struktur. Orang-orang ini berkumpul dan bersatu dengan memiliki ketua, bendahara, sekretaris, dan para anggotanya. Mereka diikat dalam sebuah organisasi dengan tujuan yang nyata, misalnya, Pemuda Pancasila, GP Ansor, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia, dan Putera Sunda.

            Wila Huky berpendapat bahwa kelompok sosial adalah suatu unit yang terdiri atas dua orang atau lebih yang saling berhubungan dan berkomunikasi. Artinya, satu orang itu bukan kelompok. Kelompok harus terdiri atas dua orang atau lebih. Selain itu, mereka pun harus berhubungan atau berkomunikasi. Jika tidak, mereka tidaklah termasuk kelompok sosial. Misalnya, di jalan raya banyak orang, tetapi tidak berhubungan dan tidak berkomunikasi, maka mereka bukanlah kelompok sosial.

            Robert K. Merton mengungkapkan bahwa kelompok sosial adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dengan pola yang mapan. Artinya, mereka berhubungan dengan cara yang sama untuk tujuan yang sama. Misalnya, Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bergerak dan saling berhubungan dengan cara yang sama dan teratur untuk meraih tujuan yang sama, yaitu melindungi kedaulatan Republik Indonesia.

            Mac Iver mengatakan bahwa kelompok sosial merupakan himpunan manusia atau kesatuan manusia yang hidup bersama. Mereka berhubungan dan saling berkomunikasi dengan kesadaran bersama untuk saling menolong. Dengan demikian, setiap anggota kelompok sosial memiliki kesadaran yang sama untuk saling membantu di antara mereka agar tujuan kelompok itu dapat tercapai dan semakin kuat.

            Sampurasun.
           

Sumber Pustaka:
Wijayanti, Fitria; Rahmawati, Farida; Irawan, Hanif; Sosiologi: untuk SMA/MA Kelas X Semester 1: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial
Maryati, Kun; Suryawati, Juju; 2014, Sosiologi: untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum        
        2013: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Ciri-Ciri Sosiologi


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sebelum berbicara tentang ciri-ciri sosiologi, ada baiknya mengetahui dulu apa itu sosiologi. Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin dan Yunani, yaitu socius (Latin) yang berarti kawan atau masyarakat dan logos (Yunani) yang berarti ilmu. Jadi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang berbicara tentang segala macam hal yang terjadi di dalam masyarakat.

           Ciri-ciri sosiologi ada empat, yaitu:

1. Sosiologi Bersifat Empiris
Empiris adalah suatu keadaan yang berdasarkan pada kejadian nyata yang pernah dialami yang didapat melalui penelitian, observasi, maupun eksperimen. Dengan demikian, sosiologi adalah ilmu yang sifatnya bisa dipelajari sesuai dengan kenyataan dan fakta yang terjadi, bukan bersifat khayalan atau lamunan. Misalnya, sosiologi tidak mempelajari manusia berubah menjadi burung, perahu menjadi gunung, atau bidadari yang turun ke Bumi melalui pelangi. Hal-hal seperti itu hanyalah berupa dongeng dan tidak dialami kehidupan manusia atau masyarakat secara nyata. Sosiologi hanya mempelajari keadaan masyarakat yang terjadi secara nyata, misalnya, persaudaraan, ikatan dalam  kelompok, konflik, pertengkaran, atau penyatuan kembali setelah pertengkaran.


2. Sosiologi Bersifat Teoritis
Teoritis adalah berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret sesuai fakta di lapangan. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori. Misalnya, banyaknya demonstrasi di Indonesia disebabkan perasaan kurang adilnya pemerataan pembangunan yang dapat dilihat dari semakin lebarnya kesenjangan antara Si Kaya dan Si Miskin.


3. Sosiologi Bersifat Kumulatif
Kumulatif berarti teori-teori disusun berdasarkan teori-teori yang sudah ada atau memperbaiki, memperluas, serta memperkuat teori-teori yang sudah lama. Penelitian tentang masyarakat terus berkembang sehingga ditemukan fakta atau kenyataan baru. Selain itu, masyarakat senantiasa berkembang sehingga persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat pun berkembang pula. Misalnya, setelah kita mengetahui bahwa ada perasaan tidak adil dalam pembagian pemerataan pembangunan antara Si Kaya dan Si Miskin, dipelajari mengapa ada kelompok masyarakat yang kaya dan kelompok masyarakat yang miskin. Setelah diteliti, ternyata orang-orang bisa kaya karena mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang lebih miskin.


4. Sosiologi Bersifat Nonetis
Nonetis berarti terlepas dari penilaian baik dan buruk. Sosiologi tidak menghakimi baik dan buruk sikap seseorang atau masyarakat. Sosiologi hanyalah menerangkan keadaaan masyarakat secara nyata. Penilaian baik dan buruk bukanlah tugas sosiologi, melainkan tugas ilmu lain, misalnya, ilmu agama, budi pekerti, atau Pancasila. Misalnya, ada dua daerah yang berbeda sering terlibat tawuran. Sosiologi tidak akan menyalahkan atau membenarkan perilaku tersebut. Sosiologi hanya menjelaskan adanya tawuran dan mempelajari penyebab serta akibatnya.

            Demikian, penjelasan secara singkat mengenai ciri-ciri sosiologi.

            Sampurasun.

Sumber Pustaka:
Irawan, Hanif; Rahmawati, Farida; Febriyanto, Alfian; Muhammad Kusumantoro, Sri, Sosiologi: Untuk SMA/MA Kelas X Semester 1
Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi: Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial; untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta