oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sudah saya bilang bahwa soal
gugatan ijazah palsu Jokowi itu memang lucu dan hanya akan menjadi konsumsi
orang-orang bodoh. Memang mungkin maksudnya juga untuk menggerakkan orang-orang
bodoh sehingga bikin keributan karena percaya bahwa Presiden Jokowi ijazahnya
palsu, lalu demonstrasi dan bikin huru-hara dengan tuntutan yang itu-itu saja, “turunkan
Jokowi”. Padahal, Jokowi bakal turun sendiri pada 2024. Semakin diteruskan soal
itu, semakin lucu dan tampak bodohnya.
Saya perhatikan pada sidang pertama di pengadilan, 18
Oktober 2022, pengacara penggugat, Eggy Sudjana, marah-marah karena Jokowi
tidak hadir ke pengadilan. Dia memaksa hakim untuk memaksa Jokowi datang ke
pengadilan. Jika Jokowi tidak mau hadir ke pengadilan, berarti benar ijazahnya
palsu. Hakim harus memutuskan bahwa ijazah Jokowi palsu.
Lihat Si Eggy marah-marah saja sudah pengen ketawa.
Kenapa harus marah? Sewot banget.
Itu kan hak setiap orang, mau datang atau tidak ke
pengadilan. Kalau tidak datang, sidangkan saja tanpa kehadiran Jokowi, kan bisa.
Lalu, Eggy semakin lucu, tetapi tidak melawak. Tidak
melawak saja sudah lucu. Kalau melawak, malah mungkin tidak lucu. Dia menuntut
hakim jika Jokowi tidak bisa hadir, harus diputuskan bahwa ijazah Jokowi
benar-benar palsu.
Kan bodor.
Hakim tahu apa tentang keaslian ijazah seseorang?
Hakim tidak punya pemahaman untuk itu. Pihak yang sangat
paham tentang keaslian ijazah seseorang adalah lembaga yang mengeluarkan ijazah
itu, yaitu pihak sekolah dan pemerintah. Kalaupun hakim mau memutuskan keaslian
atau kepalsuan ijazah, ya harus bertanya dulu kepada pihak sekolah dan
pemerintah. Bodoh sekali hakim jika memutuskan perkara tanpa bertanya dulu
kepada pihak-pihak yang terkait. Karirnya bisa berhenti sampai situ kalau sok
tahu tanpa pengetahuan memutuskan suatu perkara.
Menurut saya, Jokowi tidak perlu datang ke pengadilan,
biarkan saja orang-orang lucu itu kelojotan dengan kelucuannya. Jokowi
sebetulnya masih baik, mengirimkan pengacara untuk mewakilinya. Artinya, masih
menghormati penggugatnya. Kalau terjadi kepada diri saya, beneran saya tidak
akan pernah datang ke pengadilan, tidak akan mewakilkan kepada pengacara, dan akan
saya lecehkan serta tertawakan orang-orang itu.
Ngapain juga datang? Apa untungnya buat saya?
Males banget.
Mereka yang menuduh ijazah saya palsu, kok saya yang
harus membuktikannya keasliannya?
Biarkan saja mereka usaha sendiri membuktikan ijazah saya
palsu. Saya mah nungguin saja sambil macul,
main bareng sama orang-orang yang saya cintai, ngabedahkeun balong, santai saja. Jika mereka tidak bisa
membuktikannya, nah baru saya perkarakan dengan pasal fitnah, pencemaran nama
baik, penyebaran berita bohong, dan pasal-pasal lainnya yang bakal menjerat
mereka hingga tidak bisa menghindar dari tuntutan saya. Beneran.
Kalau Jokowi datang ke pengadilan, malah bahaya. Itu
bakal jadi preseden buruk bagi masyarakat.
Bagaimana kalau ada orang yang membenci para pembaca
tulisan saya ini menggugat keaslian ijazah saudara-saudara sekalian?
Apakah kalian mau bersusah-susah melayani mereka?
Kita harus pontang-panting kesana-kemari untuk
membuktikan keaslian ijazah kita. Mereka yang bikin perkara, kita yang repot.
Biarkan saja mereka yang repot membuktikan tuduhan
mereka. Kalau mereka berhasil dan benar, berarti kita sudah melakukan pemalsuan
dokumen dan itu ada hukumnya, pidana, yang akan menjerat kita. Jika mereka
tidak berhasil, terserah kita, bisa kita masukan ke dalam penjara.
Sebetulnya, ada satu lagi kelucuan Eggy Sudjana terkait
hal ini, tetapi akan terlalu panjang ditulis di sini. Nanti saja pada tulisan
dengan judul yang lain. Gampang surampang kok.
Sampurasun.