Sunday, 24 December 2023

Gibran Bisa Senasib Jokowi

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Mungkin saya menulis hal seperti ini yang keempat kalinya. Tiga kali tentang Jokowi dan satu kali, tulisan ini, tentang Gibran. Dalam tulisan-tulisan lalu, saya bilang bahwa kalau ingin mengalahkan Jokowi, jangan selalu berbicara tentang Jokowi, baik keburukannya apalagi kebaikannya. Sebaiknya, banyak-banyaklah bicara tentang Prabowo agar di kepala rakyat tertanam nama Prabowo hingga menang dalam Pilpres 2019 lalu. Akan tetapi, ternyata sampai hari ini nama Jokowi yang terus diomongin, pasti menang atuh karena yang tertanam di kepala masyarakat adalah nama Jokowi. Orang-orang yang nggak ada capek-capeknya ingin Jokowi turun, tidak pernah berhasil. Salah cara, Bro.


Gibran dan Jokowi (Foto: Majalah TEMPO - TEMPO co)


            Ini mah da sudah jadi teori. Mereka yang sedikit belajar Ekonomi Marketing pasti tahu bahwa jika semakin sering sesuatu diucapkan, akan semakin kuat tertanam di memori konsumen. Saya juga belajar dari jenis orang-orang yang membuat kalimat “Aku dan Kau Suka Dancow”, “Kijang Memang Tiada Duanya”, “Cring-cring-cring, Cuma Empat Puluh Empat Ribu”.

            Masih ingat kalimat-kalimat iklan itu?

            Kalimat-kalimat itu mahal bayarannya, Bro. Saat itu saja satu kalimat sudah puluhan juta rupiah.

            Itu iklan susu Dancow, mobil Kijang, dan mobil Panther. Saya ketemu sama orang-orang yang membuat kalimat-kalimat semacam itu. Mereka mengajarkan bahwa di dalam otak manusia itu ada tangga penyimpan memori. Dalam tangga itu ... bla, bla, bla, ... kepanjangan kalau saya tulis di sini. Hal yang jelas adalah jika sesuatu dibicarakan terus-menerus, sesuatu itu akan menempati ranking pertama dalam otak manusia dan manusia secara otomatis akan memilih pilihan ranking pertama itu. Karena Jokowi yang paling sering dibicarakan, ya Jokowi yang jadi ranking pertama dalam otak masyarakat.

            Sekarang, yang paling banyak diomongin adalah Gibran Rakabuming Raka, anaknya Jokowi. Secara teori, dia akan menang karena terus-menerus diomongin. Orang menyangka jika berbicara buruk tentang Gibran, akan membuat namanya jatuh. Kenyataannya, tidak seperti itu. Jokowi disebut PKI, sesat, kafir, ahli neraka, dsb., tidak jatuh juga, malah kepercayaan rakyat sampai 90% dan kepuasan rakyat mencapai 82%. Itu faktanya.

            Jika menyerang Gibran, Tim Kampanye Nasional (TKN) akan memberikan pembelaan dengan penjelasan-penjelasan yang mereka anggap logis. Misalnya, Gibran diserang soal “hilirisasi digital” yang katanya tidak mudah dimengerti, padahal mudah saja. Tinggal buka kamus, apa itu hilirisasi apa itu digital, lalu gabungkan kedua kata itu dan kaitkan dengan konteks kalimatnya. Bahkan, dalam hitungan detik, TKN memberikan penjelasan tentang hilirisasi digital. Demikian pula media seperti Detik dan Kompas memberikan penjelasan juga. Malah, media asing, seperti, Aljazeera, Asian News, dan BBC memberitakan Gibran dengan sebutan Jokowi’s Son, ‘Anak Jokowi’. Lebih jauh dari itu, Kemenkominfo RI pun menerangkan tentang program hilirisasi digital. Itu artinya, semakin banyak pihak yang membicarakan Gibran, baik yang menyerangnya maupun membelanya. Nama Gibran akan semakin melekat di otak masyarakat.

            Saya ulangi lagi, kalau ingin Prabowo-Gibran kalah, jangan banyak diomongin, baik keburukannya maupun kebaikannya, apalagi dicampur hoak, dusta, dan fitnah. Sebaiknya, banyak-banyaklah berbicara tentang Anies-Muhaimin dengan program-programnya, semisal, pemerataan pembangunan dengan membangun 40 kota seperti Jakarta dalam lima tahun atau slepetnomics. Banyaklah berbicara tentang Ganjar-Mahfud yang ingin memberikan gaji guru Rp30 juta sebulan dan pemberantasan korupsi melalui penegakan hukum. Itu yang harus banyak dibicarakan, gali pemahaman-pemahaman mereka. Jangan banyak ngomongin soal Prabowo atau Gibran.

            Saya jadi curiga, jangan-jangan para pendukung No. 1 dan No. 3 tidak paham juga program-program jagoannya. Hal yang mereka pahami adalah justru ngomongin Capres-Cawapres No. 2, Prabowo-Gibran. Buktinya, mereka hobi banget ngomongin Prabowo dan Gibran.

            Sejarah membuktikan, orang yang paling banyak diomongin jadi pemenangnya. Nanti kalian bisa terkaget-kaget dan kecewa ketika Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia. Kalian juga sih yang mengiklankan mereka.

            Berhenti ngomongin Prabowo-Gibran, banyaklah ngomongin Anies, Muhaimin, Ganjar, dan Mahfud. Itu juga kalau bisa. Kalau tidak bisa, ya relakan saja jika Prabowo dan Gibran jadi juaranya seperti Jokowi dulu. Foto Jokowi dan Gibran saya dapatkan dari Majalah TEMPO – TEMPO co.

            Sampurasun.

Saturday, 23 December 2023

Gibran Belajar dari Abraham Lincoln dan Jokowi

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kata orang, Gibran Rakabuming Raka unggul dalam sesi debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) RI untuk pemilihan 2024. Akan tetapi, bagi saya, Gibran itu “lepas kendali” dalam debat. Dia tampil sebagaimana dirinya dan melepaskan kendali dari timnya ataupun dari para pembencinya. Dia tidak menyandarkan diri kepada para pendukungnya atau pada para penghinanya. Dia memasukkan segala pengetahuan, pengalaman, pengamatan, dan pelatihannya untuk kemudian tampil dengan gayanya sendiri.


Dari kiri ke kanan: Muhaimin, Gibran, Mahfud (Foto: Beritajateng.tv)


            Kurang lebih itu yang saya lihat dari debat Cawapres baru-baru ini. Hal yang membuat saya tertarik adalah Gibran tampaknya menyiapkan betul untuk debat sejak beberapa bulan sebelumnya. Dia kelihatan sekali mengikuti jejak Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Sesuai dengan pengalamannya, Abraham Lincoln mengajarkan untuk “irit bicara” dan “menjadikan diri sebagai magnet” bagi orang lain. Sepertinya, ini yang dilakukan Gibran berbulan-bulan sebelum debat. Dia sangat irit bicara, bahkan rela disebut anak bau kencur yang tidak berpengalaman berdebat, padahal dia walikota yang sudah pasti pernah berdebat sebelumnya. Bahkan, kesalahan ucap yang seharusnya asam folat menjadi asam sulfat pun tampaknya dia nikmati sehingga menjadi magnet bagi orang lain, baik pendukungnya maupun pembencinya. Di samping itu, banyak aktivitas lain yang dia lakukan dan menjadi magnet daya tarik bagi orang lain.

Saya sendiri sampai bertanya kepada murid-murid saya, baik mahasiswa maupun siswa aliyah, “Kenapa sih kalian selalu membicarakan Gibran? Hampir semua orang di Medsos ngomongin Gibran.”

Itu artinya, dia sudah menjadi magnet bagi banyak orang.

Dalam berdebat, dia kelihatan sekali meniru Jokowi, ayahnya, Presiden Republik Indonesia. Dia menggunakan singkatan SGIE dan CCS yang merupakan istilah tidak umum dan sulit dijawab langsung. Kalau tidak searching di Google, saya juga tidak tahu singkatan itu. Hal ini pernah dilakukan ayahnya ketika berdebat dengan menggunakan singkatan yang tidak umum, yaitu TPID dan istilah lainnya, yaitu unicorn. Penggunaan singkatan yang tidak umum ini tentu saja membuat lawan debat tampak tertohok dan kelihatan tidak menguasai masalah sehinga merasa kalah serta berupaya keras untuk membela diri atas peristiwa tersebut di luar acara debat resmi.

Tahu kan kepanjangan SGIE, CCS, dan TPID?

Kalau tidak tahu, cari di Google, lalu pahami maknanya. Mari belajar memahami sebelum berbicara atau mengetikkan sesuatu di internet.

Upaya yang dilakukan Gibran ini cukup berhasil sehingga membuat pengkritik keras keluarga Jokowi, Rocky Gerung, pun menobatkan Gibran adalah bintang dalam debat Cawapres itu.

Meskipun demikian, saya mengusulkan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mewajibkan setiap peserta debat jika menggunakan istilah atau singkatan yang tidak umum agar dijelaskan terlebih dahulu sehingga lebih mudah dipahami, tidak kaget tiba-tiba karena tidak paham. Tidak semua singkatan atau istilah dihapal orang. Ada ratusan ribu atau bahkan jutaan singkatan atau istilah yang ada pada berbagai bidang di Indonesia ini. Kalau tidak diwajibkan untuk menjelaskan terlebih dahulu tentang singkatan atau istilah yang digunakan, nanti bisa perang singkatan atau istilah yang sama sekali tidak perlu.

Kalau saya tanya pendapat kalian tentang CRIH, bisa menjawabnya?

Sulit kan menjawabnya?

Itu karena singkatan atau istilah yang tidak umum, hanya orang-orang tertentu yang bergelut di bidang tertentu yang memahaminya.

Sampurasun

Wednesday, 13 December 2023

Indonesia Hadang Israel

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Memanasnya konflik di Gaza, Palestina membuat pasukan Hizbullah yang berasal dari Libanon membantu Hamas memerangi Israel. Hizbullah telah terang-terangan meluncurkan roket dan Rudal ke wilayah Israel. Tentu saja ini membuat marah Israel. Tentara Israel, IDF, mengerahkan tank-tank ke perbatasan Libanon-Israel.

            Hal ini membuat tentara Indonesia, TNI, harus bekerja keras sebagai penjaga perdamaian. TNI memang ditugaskan di perbatasan itu dalam Satgas Kontingen Garuda (Konga) United National Interim Force in Lebanon (Unifil) untuk menjaga perdamaian agar tidak terjadi perang terbuka antara Israel dengan Libanon.

            Baru-baru ini pun terjadi provokasi tank Merkava Israel mendekat dengan maksud memasuki Libanon. Hal itu segera dihadang TNI dan memerintahkan Israel untuk segera pergi dari wilayah itu. Tank-tank Israel tidak segera mematuhinya, tetapi mondar-mandir di sekitar perbatasan yang membuat TNI terus menghadang dan menahan mereka. Sekali-sekali Israel mengarahkan moncong pelurunya ke arah TNI, tetapi hal itu tidak membuat takut TNI. Pasukan Indonesia tetap pada posisinya, menjegal Israel memasuki Libanon.

            Perilaku Israel yang mondar-mandir terus itu bikin bete pasukan Indonesia. TNI merasa kesal dengan kelakuan Israel yang kayak Bocil itu. Untungnya, orang Indonesia itu sabar. Israel bikin ulah mondar-mandir, TNI pun terus menghalanginya dengan mondar-mandir pula.

            Hal ini jadi mengingatkan saya pada peristiwa Juni 2020 lalu ketika Israel dan Libanon sudah bersiap perang dengan senjata lengkap secara terbuka, salah seorang prajurit TNI berdiri dengan tangan kosong di tengah pasukan Israel dan pasukan Libanon yang sudah bersiap saling bunuh. Dia menggunakan kedua tangannya untuk menghentikan perang meskipun moncong tank Merkava Israel mengarah kepadanya. Fotonya saya dapatkan dari Rakyat Merdeka. Dia memerintahkan Israel untuk pergi menjauh dari “garis biru” yang dikuasai Indonesia dan menyuruh pasukan Libanon untuk tidak menembakkan senjatanya. Alhasil, perang bisa dihindarkan, Israel dan Libanon pergi dari wilayah itu.


TNI Pisahkan Perang Israel Vs Libanon (Foto: Rakyat Merdeka)


            Hal yang patut diingat Israel adalah mereka harus menghormati TNI yang sedang menjaga perdamaian. Jika ada satu nyawa prajurit TNI yang hilang karena peluru Israel, rakyat Indonesia akan memaksa pemerintah Indonesia untuk menuntut balas pada Israel. Itu akan sangat merugikan Israel.

            Sampurasun.