oleh Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Mungkin saya menulis hal
seperti ini yang keempat kalinya. Tiga kali tentang Jokowi dan satu kali,
tulisan ini, tentang Gibran. Dalam tulisan-tulisan lalu, saya bilang bahwa
kalau ingin mengalahkan Jokowi, jangan selalu berbicara tentang Jokowi, baik
keburukannya apalagi kebaikannya. Sebaiknya, banyak-banyaklah bicara tentang
Prabowo agar di kepala rakyat tertanam nama Prabowo hingga menang dalam Pilpres
2019 lalu. Akan tetapi, ternyata sampai hari ini nama Jokowi yang terus
diomongin, pasti menang atuh karena yang tertanam di kepala masyarakat adalah
nama Jokowi. Orang-orang yang nggak ada capek-capeknya ingin Jokowi turun,
tidak pernah berhasil. Salah cara, Bro.
Gibran dan Jokowi (Foto: Majalah TEMPO - TEMPO co) |
Ini mah da sudah jadi teori. Mereka yang sedikit belajar Ekonomi Marketing pasti tahu bahwa jika semakin sering sesuatu diucapkan, akan semakin kuat tertanam di memori konsumen. Saya juga belajar dari jenis orang-orang yang membuat kalimat “Aku dan Kau Suka Dancow”, “Kijang Memang Tiada Duanya”, “Cring-cring-cring, Cuma Empat Puluh Empat Ribu”.
Masih ingat kalimat-kalimat iklan itu?
Kalimat-kalimat itu mahal bayarannya, Bro. Saat itu saja satu
kalimat sudah puluhan juta rupiah.
Itu iklan susu Dancow, mobil Kijang, dan mobil Panther. Saya
ketemu sama orang-orang yang membuat kalimat-kalimat semacam itu. Mereka
mengajarkan bahwa di dalam otak manusia itu ada tangga penyimpan memori. Dalam
tangga itu ... bla, bla, bla, ... kepanjangan kalau saya tulis di sini. Hal
yang jelas adalah jika sesuatu dibicarakan terus-menerus, sesuatu itu akan
menempati ranking pertama dalam otak manusia dan manusia secara otomatis akan
memilih pilihan ranking pertama itu. Karena Jokowi yang paling sering
dibicarakan, ya Jokowi yang jadi ranking pertama dalam otak masyarakat.
Sekarang, yang paling banyak diomongin adalah Gibran
Rakabuming Raka, anaknya Jokowi. Secara teori, dia akan menang karena terus-menerus
diomongin. Orang menyangka jika berbicara buruk tentang Gibran, akan membuat
namanya jatuh. Kenyataannya, tidak seperti itu. Jokowi disebut PKI, sesat,
kafir, ahli neraka, dsb., tidak jatuh juga, malah kepercayaan rakyat sampai 90%
dan kepuasan rakyat mencapai 82%. Itu faktanya.
Jika menyerang Gibran, Tim Kampanye Nasional (TKN) akan
memberikan pembelaan dengan penjelasan-penjelasan yang mereka anggap logis. Misalnya,
Gibran diserang soal “hilirisasi digital”
yang katanya tidak mudah dimengerti, padahal mudah saja. Tinggal buka kamus,
apa itu hilirisasi apa itu digital, lalu gabungkan kedua kata itu dan kaitkan
dengan konteks kalimatnya. Bahkan, dalam hitungan detik, TKN memberikan
penjelasan tentang hilirisasi digital. Demikian pula media seperti Detik dan Kompas memberikan penjelasan juga. Malah, media asing, seperti, Aljazeera, Asian News, dan BBC memberitakan Gibran dengan sebutan Jokowi’s Son, ‘Anak Jokowi’. Lebih jauh
dari itu, Kemenkominfo RI pun menerangkan tentang program hilirisasi digital.
Itu artinya, semakin banyak pihak yang membicarakan Gibran, baik yang menyerangnya
maupun membelanya. Nama Gibran akan semakin melekat di otak masyarakat.
Saya ulangi lagi, kalau ingin Prabowo-Gibran kalah,
jangan banyak diomongin, baik keburukannya maupun kebaikannya, apalagi dicampur
hoak, dusta, dan fitnah. Sebaiknya, banyak-banyaklah berbicara tentang
Anies-Muhaimin dengan program-programnya, semisal, pemerataan pembangunan
dengan membangun 40 kota seperti Jakarta dalam lima tahun atau slepetnomics.
Banyaklah berbicara tentang Ganjar-Mahfud yang ingin memberikan gaji guru Rp30
juta sebulan dan pemberantasan korupsi melalui penegakan hukum. Itu yang harus
banyak dibicarakan, gali pemahaman-pemahaman mereka. Jangan banyak ngomongin
soal Prabowo atau Gibran.
Saya jadi curiga, jangan-jangan para pendukung No. 1 dan
No. 3 tidak paham juga program-program jagoannya. Hal yang mereka pahami adalah
justru ngomongin Capres-Cawapres No. 2, Prabowo-Gibran. Buktinya, mereka hobi
banget ngomongin Prabowo dan Gibran.
Sejarah membuktikan, orang yang paling banyak diomongin
jadi pemenangnya. Nanti kalian bisa terkaget-kaget dan kecewa ketika Prabowo
Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik menjadi presiden dan wakil
presiden Indonesia. Kalian juga sih yang mengiklankan mereka.
Berhenti ngomongin Prabowo-Gibran, banyaklah ngomongin
Anies, Muhaimin, Ganjar, dan Mahfud. Itu juga kalau bisa. Kalau tidak bisa, ya
relakan saja jika Prabowo dan Gibran jadi juaranya seperti Jokowi dulu. Foto
Jokowi dan Gibran saya dapatkan dari Majalah TEMPO – TEMPO co.
Sampurasun.