Saturday, 23 December 2023

Gibran Belajar dari Abraham Lincoln dan Jokowi

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kata orang, Gibran Rakabuming Raka unggul dalam sesi debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) RI untuk pemilihan 2024. Akan tetapi, bagi saya, Gibran itu “lepas kendali” dalam debat. Dia tampil sebagaimana dirinya dan melepaskan kendali dari timnya ataupun dari para pembencinya. Dia tidak menyandarkan diri kepada para pendukungnya atau pada para penghinanya. Dia memasukkan segala pengetahuan, pengalaman, pengamatan, dan pelatihannya untuk kemudian tampil dengan gayanya sendiri.


Dari kiri ke kanan: Muhaimin, Gibran, Mahfud (Foto: Beritajateng.tv)


            Kurang lebih itu yang saya lihat dari debat Cawapres baru-baru ini. Hal yang membuat saya tertarik adalah Gibran tampaknya menyiapkan betul untuk debat sejak beberapa bulan sebelumnya. Dia kelihatan sekali mengikuti jejak Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Sesuai dengan pengalamannya, Abraham Lincoln mengajarkan untuk “irit bicara” dan “menjadikan diri sebagai magnet” bagi orang lain. Sepertinya, ini yang dilakukan Gibran berbulan-bulan sebelum debat. Dia sangat irit bicara, bahkan rela disebut anak bau kencur yang tidak berpengalaman berdebat, padahal dia walikota yang sudah pasti pernah berdebat sebelumnya. Bahkan, kesalahan ucap yang seharusnya asam folat menjadi asam sulfat pun tampaknya dia nikmati sehingga menjadi magnet bagi orang lain, baik pendukungnya maupun pembencinya. Di samping itu, banyak aktivitas lain yang dia lakukan dan menjadi magnet daya tarik bagi orang lain.

Saya sendiri sampai bertanya kepada murid-murid saya, baik mahasiswa maupun siswa aliyah, “Kenapa sih kalian selalu membicarakan Gibran? Hampir semua orang di Medsos ngomongin Gibran.”

Itu artinya, dia sudah menjadi magnet bagi banyak orang.

Dalam berdebat, dia kelihatan sekali meniru Jokowi, ayahnya, Presiden Republik Indonesia. Dia menggunakan singkatan SGIE dan CCS yang merupakan istilah tidak umum dan sulit dijawab langsung. Kalau tidak searching di Google, saya juga tidak tahu singkatan itu. Hal ini pernah dilakukan ayahnya ketika berdebat dengan menggunakan singkatan yang tidak umum, yaitu TPID dan istilah lainnya, yaitu unicorn. Penggunaan singkatan yang tidak umum ini tentu saja membuat lawan debat tampak tertohok dan kelihatan tidak menguasai masalah sehinga merasa kalah serta berupaya keras untuk membela diri atas peristiwa tersebut di luar acara debat resmi.

Tahu kan kepanjangan SGIE, CCS, dan TPID?

Kalau tidak tahu, cari di Google, lalu pahami maknanya. Mari belajar memahami sebelum berbicara atau mengetikkan sesuatu di internet.

Upaya yang dilakukan Gibran ini cukup berhasil sehingga membuat pengkritik keras keluarga Jokowi, Rocky Gerung, pun menobatkan Gibran adalah bintang dalam debat Cawapres itu.

Meskipun demikian, saya mengusulkan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mewajibkan setiap peserta debat jika menggunakan istilah atau singkatan yang tidak umum agar dijelaskan terlebih dahulu sehingga lebih mudah dipahami, tidak kaget tiba-tiba karena tidak paham. Tidak semua singkatan atau istilah dihapal orang. Ada ratusan ribu atau bahkan jutaan singkatan atau istilah yang ada pada berbagai bidang di Indonesia ini. Kalau tidak diwajibkan untuk menjelaskan terlebih dahulu tentang singkatan atau istilah yang digunakan, nanti bisa perang singkatan atau istilah yang sama sekali tidak perlu.

Kalau saya tanya pendapat kalian tentang CRIH, bisa menjawabnya?

Sulit kan menjawabnya?

Itu karena singkatan atau istilah yang tidak umum, hanya orang-orang tertentu yang bergelut di bidang tertentu yang memahaminya.

Sampurasun

No comments:

Post a Comment