oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kata orang, Gibran
Rakabuming Raka unggul dalam sesi debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) RI
untuk pemilihan 2024. Akan tetapi, bagi saya, Gibran itu “lepas kendali” dalam
debat. Dia tampil sebagaimana dirinya dan melepaskan kendali dari timnya
ataupun dari para pembencinya. Dia tidak menyandarkan diri kepada para
pendukungnya atau pada para penghinanya. Dia memasukkan segala pengetahuan,
pengalaman, pengamatan, dan pelatihannya untuk kemudian tampil dengan gayanya
sendiri.
Dari kiri ke kanan: Muhaimin, Gibran, Mahfud (Foto: Beritajateng.tv) |
Kurang lebih itu yang saya lihat dari debat Cawapres
baru-baru ini. Hal yang membuat saya tertarik adalah Gibran tampaknya
menyiapkan betul untuk debat sejak beberapa bulan sebelumnya. Dia kelihatan
sekali mengikuti jejak Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Sesuai dengan
pengalamannya, Abraham Lincoln mengajarkan untuk “irit bicara” dan “menjadikan
diri sebagai magnet” bagi orang lain. Sepertinya, ini yang dilakukan Gibran
berbulan-bulan sebelum debat. Dia sangat irit bicara, bahkan rela disebut anak
bau kencur yang tidak berpengalaman berdebat, padahal dia walikota yang sudah
pasti pernah berdebat sebelumnya. Bahkan, kesalahan ucap yang seharusnya asam
folat menjadi asam sulfat pun tampaknya dia nikmati sehingga menjadi magnet
bagi orang lain, baik pendukungnya maupun pembencinya. Di samping itu, banyak
aktivitas lain yang dia lakukan dan menjadi magnet daya tarik bagi orang lain.
Saya
sendiri sampai bertanya kepada murid-murid saya, baik mahasiswa maupun siswa
aliyah, “Kenapa sih kalian selalu membicarakan Gibran? Hampir semua orang di
Medsos ngomongin Gibran.”
Itu
artinya, dia sudah menjadi magnet bagi banyak orang.
Dalam
berdebat, dia kelihatan sekali meniru Jokowi, ayahnya, Presiden Republik
Indonesia. Dia menggunakan singkatan SGIE dan CCS yang merupakan istilah tidak
umum dan sulit dijawab langsung. Kalau tidak searching di Google, saya juga
tidak tahu singkatan itu. Hal ini pernah dilakukan ayahnya ketika berdebat
dengan menggunakan singkatan yang tidak umum, yaitu TPID dan istilah lainnya,
yaitu unicorn. Penggunaan singkatan yang tidak umum ini tentu saja membuat
lawan debat tampak tertohok dan kelihatan tidak menguasai masalah sehinga
merasa kalah serta berupaya keras untuk membela diri atas peristiwa tersebut di
luar acara debat resmi.
Tahu
kan kepanjangan SGIE, CCS, dan TPID?
Kalau
tidak tahu, cari di Google, lalu pahami maknanya. Mari belajar memahami sebelum
berbicara atau mengetikkan sesuatu di internet.
Upaya
yang dilakukan Gibran ini cukup berhasil sehingga membuat pengkritik keras
keluarga Jokowi, Rocky Gerung, pun menobatkan Gibran adalah bintang dalam debat
Cawapres itu.
Meskipun
demikian, saya mengusulkan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mewajibkan
setiap peserta debat jika menggunakan istilah atau singkatan yang tidak umum
agar dijelaskan terlebih dahulu sehingga lebih mudah dipahami, tidak kaget
tiba-tiba karena tidak paham. Tidak semua singkatan atau istilah dihapal orang.
Ada ratusan ribu atau bahkan jutaan singkatan atau istilah yang ada pada
berbagai bidang di Indonesia ini. Kalau tidak diwajibkan untuk menjelaskan
terlebih dahulu tentang singkatan atau istilah yang digunakan, nanti bisa
perang singkatan atau istilah yang sama sekali tidak perlu.
Kalau
saya tanya pendapat kalian tentang CRIH, bisa menjawabnya?
Sulit
kan menjawabnya?
Itu
karena singkatan atau istilah yang tidak umum, hanya orang-orang tertentu yang
bergelut di bidang tertentu yang memahaminya.
No comments:
Post a Comment