Tuesday, 16 September 2025

Gara-Gara Kasus Ijazah Jokowi, Setiap Lembaga Pendidikan Harus Siap Diselidiki

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kasus Ijazah Jokowi yang dibiarkan berlarut-larut bertahun-tahun, baik oleh para pembenci Jokowi maupun oleh Jokowi sendiri telah merembet ke mana-mana. Sekarang menuju pula ke anak Jokowi yang menjadi Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.

            Gibran disebut tidak sah menjadi Wapres karena ijazahnya, baik SMA ataupun perguruan tingginya berasal dari luar negeri, bukan di dalam negeri. Disebut pula dia bersekolah di SMA nonmuslim. Ada juga yang mengakui sekolahnya memang di sekolah seperti yang diakui Gibran, tetapi tidak selesai. Lucu memang.


Jokowi dan Tampilan Ijazah Yang Diributkan (Foto: Serambinews com - Tribunnews com)


            Ini merembet ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diminta untuk membuka berkas-berkas calon presiden maupun wakil presiden. Bahkan, dituntut agar membuka berkas-berkas setiap politisi yang menjabat melalui pengurusan KPU, baik di eksekutif maupun di legislatif. KPU tampaknya kooperatif dengan cara mendengarkan aspirasi masyarakat dan menggabungkannya dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku.

            Hal ini ke depannya akan menjalar pula terhadap berbagai lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta, mulai SD hingga perguruan tinggi di seluruh Indonesia ini. Setiap lembaga pendidikan harus lebih rapi dan teliti dalam mengarsipkan berkas-berkas peserta didiknya dari yang terkecil seperti catatan biaya pendaftaran hingga berkas kelulusannya. Ini wajib dilakukan karena bisa terjadi ada lulusan di lembaga pendidikan tersebut yang kemudian menjadi pejabat publik, lalu diragukan riwayat pendidikannya. Penyelidikan terhadap orang yang diragukan tersebut akan sampai pada lembaga pendidikan yang diakui oleh orang itu. Artinya, catatan di lembaga pendidikan tersebut harus sempurna. Bisa memang orang yang diragukan itu benar-benar lulusan dari lembaga pendidikan yang diakuinya atau bisa juga orang itu hanya mengaku-aku lulusan dari situ, padahal bodong alias bohong.

            Lembaga pendidikan pun harus siap menghadapi pengadilan jika ternyata orang yang diragukan itu dinyatakan bukan lulusan seperti yang diakuinya. Artinya, orang yang diragukan itu akan menuntut lembaga pendidikan tersebut secara hukum karena merasa telah dirugikan, baik martabatnya maupun hak dan kewajiban sosial dan politiknya.

            Itu sangat positif agar setiap lembaga pendidikan semakin rapi catatannya. Di samping itu, setiap politisi harus nyata riwayat pendidikannya secara asli dan benar, bukan abal-abal.

            Saya sih senang-senang saja, malahan sedikit tertawa karena mengenal beberapa politisi yang pernah mengakui telah melakukan jual-beli ijazah. Saya pun memang tidak pernah melihat mereka kuliah, tetapi tiba-tiba mempunyai gelar akademik. Mereka teman-teman saya sampai hari ini meskipun seluruhnya pernah berdebat, bahkan bermusuhan dengan saya. Rata-rata memang mereka itu sulit jujur. Mereka ada yang berasal dari partai agama, partai nasionalis, serta partai nasionalis-religius. Saya tidak pernah memutuskan hubungan pertemanan. Soal mereka tidak beres, itu urusan mereka dengan Tuhan dan negara. Urusan dengan saya adalah berteman sepanjang mereka tidak merugikan dan tetap menghormati saya.

            Baguslah jika setiap orang bisa menuntut KPU untuk membuka berkas-berkas para politisi terpilih yang diragukan riwayat pendidikannya. Dalam waktu tidak terlalu lama lagi akan tampak orang-orang yang selama ini dihormati, dibela, dan diagungkan ternyata melakukan kecurangan dalam pengadminitrasian politik. Kita lihat dan nikmati saja.

            Ilustrasi Jokowi dan tampilan ijazah yang diributkan itu saya dapatkan dari Serambinews com – Tribunnews com.

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment