oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Dari dulu sampai sekarang Provinsi Jawa Barat merupakan “penentu” kemenangan politik partai-partai. Hal ini disebabkan provinsi ini merupakan lumbung suara yang sangat penting karena jumlahnya sangat banyak, bahkan terbanyak. Sebagian politisi kawakan mengatakan bahwa jika telah menang di Jawa Barat, dipastikan menang mudah di tingkat nasional.
Dalam perebutan kekuasaan mendatang pun, provinsi ini tetap menjadi lahan basah para politikus untuk diperas agar dapat memberikan kontribusi bagi kepentingannya. Kita bisa melihat bahwa akhir-akhir ini partai-partai menggunakan wilayah Bandung sebagai pilihan utama untuk mengadakan berbagai perhelatan besar berskala nasional, entah itu deklarasi, rapat kerja, musyawarah, kongres, temu kader, dan lain sebagainya. Golkar, PPP, dan Demokrat sudah menunjukkan aktivitas itu. Ke depan partai-partai lain pun tampaknya menyusul pula.
Ada hal yang menggelitik soal Bandung, Sunda, dan Jawa Barat dalam hal politik ini. Jika dilihat dari statistik, sudah tak bisa dibantah lagi memang provinsi ini sangat seksi dijadikan rebutan agar penduduknya terbujuk rayu para politisi untuk memenangkan partai dan kelompoknya. Akan tetapi, ada hal lain di luar itu yang bisa kita cermati bersama, yaitu dalam pandangan spiritual. Ada kemungkinan bahwa para politisi menjadikan daerah Bandung sebagai tempat untuk mengadakan berbagai perhelatan besar disebabkan pula pandangan secara spiritual.
Dalam penglihatan berbagai ahli spiritual, baik zaman dulu maupun zaman sekarang, Bandung memiliki arti yang sangat strategis, bahkan menentukan kepemimpinan nasional pada masa mendatang. Lebih tepatnya lagi menjadi tempat kemunculannya Sang Pemimpin Agung yang benar-benar adil, Ratu Adil.
Dalam pandangan spiritual zaman dulu, Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Sunda Pajajaran, mengatakan bahwa Budak Angon, ‘Anak Gembala’, yang kemudian menjadi Ratu Adil akan ngababakan, ‘membuka lembaran baru’, di Lebak Cawene. Lebak artinya lembah. Cawene artinya perempuan, bisa pula cawan atau mangkuk. Cawan atau mangkuk ini tetap saja mengacu pada perempuan, tepatnya alat kelamin perempuan yang mirip cawan. Dari segi geografis, lembah yang bentuknya mirip mangkuk perempuan adalah Cekungan Bandung. Cekungan Bandung dulunya memang sebuah danau besar yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Coba saja cek kepada para ahli, lihat pula peta, buku-buku geografi dan geologi, atau cek sendiri juga bisa, caranya naik ke atas genteng rumah di Kota Bandung, lalu lihat sekeliling 360 derajat, Anda akan menemukan bahwa Anda sedang berada di sebuah cekungan atau lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Artinya, Anda sedang berada di dasar danau besar.
Jayabaya pun mengisyaratkan hal yang sama, yaitu Ratu Adil itu tempatnya dekat Gunung Perahu sebelah barat Tempuran. Kemudian, ia pun lebih menjelaskan bahwa di tempat itu ada tiga pohon beringin, Ringin Telu.
Gunung Perahu tampak jelas menunjuk pada Gunung Tangkuban Parahu dan itu di Bandung. Adapun Tempuran adalah tempat terjadinya banyak pertempuran. Ringin Telu dalam bahasa Sunda adalah Caringin Tilu, ‘Beringin Tiga’. Ketiga pohon itu terletak di salah satu gunung yang mengitari Bandung. Kalau saya membuka pintu depan rumah orangtua saya di sekitar Soekarno-Hatta, Bandung, langsung terlihat pohon beringin yang paling tinggi dari ketiganya. Jika ada penggaris yang panjangnya sekitar 25 km, lalu dibentangkan, akan tepat sekali sangat lurus dari pintu rumah orangtua saya sampai ke Gunung Caringin Tilu. Memang tempat itu dari zaman dulu disebut Caringin Tilu. Ketika saya masih SD sampai SMP, berkali-kali datang ke tempat itu bersama-sama teman-teman karena menyenangkan untuk hikking. Di atas puncaknya, di tempat pohon beringin tiga itu tumbuh berkumpul, bertemu dengan rombongan lain dari berbagai tempat yang mencari udara segar di sana, sebagian malah ada yang membawa gitar dan radio dengan pakaian yang warnanya mencolok, kadang-kadang tampak lucu cari-cari perhatian. Tempat itu dulu memang menyenangkan dan menjadi ajang bertemunya anak-anak muda yang gemar berolah raga, jalan-jalan, rekreasi, sekaligus saling berkenalan berharap bisa jadi pasangan cinta.
Itu berdasarkan pandangan spiritual zaman dulu, yaitu dari Prabu Siliwangi dan Jayabaya. Ada pandangan spiritual zaman ini yang justru sangat mencengangkan. Bagi saya sih, sangat mengagetkan. Beberapa waktu lalu, masih dalam tahun ini juga, 2011, para ahli spiritual dari berbagai belahan Bumi, secara internasional, melakukan pertemuan di Gunung Tangkuban Parahu, Bandung, kemudian dari pandangan batin multinasional itu didapat gambaran yang sama tentang dunia ini, termasuk Indonesia. Gambaran ini ditulis dalam judul yang lain, supaya lebih jelas. Saya juga baru tahu ketika diminta menjadi pembicara dalam diskusi panel yang diselenggarakan keluarga istana kerajaan-kerajaan Sunda yang tergabung dalam Yayasan Pamanah Rasa. Ada lima pembicara, saya salah satunya, dan ada seorang pembicara ahli spiritual yang menjadi peserta pertemuan internasional spiritual di Gunung Tangkuban Parahu.
Mengingat dua hal penting di atas, yaitu pandangan politis berdasarkan statistik yang menggiurkan serta pandangan spiritual zaman dulu dan zaman sekarang, orang Sunda dan Jawa Barat harus ekstra jual mahal. Kita sudah membuktikan kesetiaan kita kepada negeri ini dan mengikuti berbagai proses politik dengan teramat baik. Akan tetapi, ternyata teramat banyak elit dan penyelenggara negara telah menunjukkan tabiat serendah-rendahnya dan sehina-hinanya dengan melakukan berbagai penyimpangan kekuasaan yang akibatnya teramat buruk terhadap kita dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu artinya mereka telah mempermainkan dan mengkhianati kebaikan yang telah kita tunjukkan. Sekarang adalah saatnya kita yang menentukan sendiri bagaimana seharusnya negeri ini dijalankan agar tercipta kemakmuran dan kejayaan sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Orang Sunda dan penduduk Jawa Barat sudah memiliki modal yang sangat besar, yaitu jumlah pemilih yang besar dan posisi strategis yang “mengepung” Ibukota Jakarta. Di samping itu, tentunya dalam pandangan spiritual, memiliki sejumlah modal besar yang sangat menentukan (ditulis dalam judul lain). Kita jangan mau lagi ditipu janji-janji kosong yang tampak manis, tetapi memuakkan.
Kita harus hanya bersedia dipimpin oleh orang yang idealnya sih mirip Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, jika Rasulullah saw dianggap terlalu ideal dalam arti terlalu sempurna sehingga sangat sulit untuk dicontoh seluruh perilakunya, kita bisa melihat contoh kepemimpinan ideal lainnya, yaitu Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Sunda Pajajaran yang tak punya cela.
Jangan mau kita hanya diberi janji manis dan selembar uang limapuluh atau seratus ribuan, kemudian nantinya kita sengsara berkepanjangan karena dipimpin oleh para petualang politik busuk. Kita harus jual mahal agar benar-benar memiliki pemimpin yang adil sehingga dapat membawa NKRI benar-benar sesuai yang diharapkan Preambul UUD 1945. Jika kita menemukan pribadi-pribadi yang mengemis suara karena ingin menjadi pemimpin, tetapi tidak mirip atau tidak mengarah pada kepribadian Prabu Siliwangi, sebaiknya kita jangan ikut pemilihan. Itulah satu-satunya kesempatan dan kekuasaan yang kita miliki untuk menunjukkan harga diri kita dalam sistem demokrasi hina ini. Kita harus jual mahal karena kita ini bukan orang-orang murahan. Kita ini orang-orang yang punya harga diri tinggi.
Standar kita adalah kepemimpinan Rasulullah saw. Kalaupun tidak bisa karena terlalu tinggi, minimal mendekati pribadi Prabu Siliwangi. Pada tulisan lain akan diuraikan hal-hal positif dari Prabu Siliwangi yang dapat dijadikan standar bagi kita.
Sekedar catatan, saya yakin para politisi yang menawarkan diri dan mengemis dukungan untuk menjadi pemimpin kita sama sekali tidak akan pernah mampu untuk menjadi pemimpin seperti Prabu Siliwangi. Hal itu disebabkan sistem politik demokrasi menjauhkan manusia dari keteladanan pemimpin unggulan seperti Prabu Siliwangi, apalagi seperti Nabi Muhammad saw. Mau jadi pemimpin unggulan bagaimana, caranya saja sudah sangat salah, kampanye penuh dusta, menebar uang recehan¸ menipu, tidak ikhlas, dan lain sebagainya. Demokrasi itu memang brengsek.
Tenang saja sambil berdoa, nanti juga ada kok, tetapi bukan melalui sistem demokrasi. Insyaallah.
Dalam perebutan kekuasaan mendatang pun, provinsi ini tetap menjadi lahan basah para politikus untuk diperas agar dapat memberikan kontribusi bagi kepentingannya. Kita bisa melihat bahwa akhir-akhir ini partai-partai menggunakan wilayah Bandung sebagai pilihan utama untuk mengadakan berbagai perhelatan besar berskala nasional, entah itu deklarasi, rapat kerja, musyawarah, kongres, temu kader, dan lain sebagainya. Golkar, PPP, dan Demokrat sudah menunjukkan aktivitas itu. Ke depan partai-partai lain pun tampaknya menyusul pula.
Ada hal yang menggelitik soal Bandung, Sunda, dan Jawa Barat dalam hal politik ini. Jika dilihat dari statistik, sudah tak bisa dibantah lagi memang provinsi ini sangat seksi dijadikan rebutan agar penduduknya terbujuk rayu para politisi untuk memenangkan partai dan kelompoknya. Akan tetapi, ada hal lain di luar itu yang bisa kita cermati bersama, yaitu dalam pandangan spiritual. Ada kemungkinan bahwa para politisi menjadikan daerah Bandung sebagai tempat untuk mengadakan berbagai perhelatan besar disebabkan pula pandangan secara spiritual.
Dalam penglihatan berbagai ahli spiritual, baik zaman dulu maupun zaman sekarang, Bandung memiliki arti yang sangat strategis, bahkan menentukan kepemimpinan nasional pada masa mendatang. Lebih tepatnya lagi menjadi tempat kemunculannya Sang Pemimpin Agung yang benar-benar adil, Ratu Adil.
Dalam pandangan spiritual zaman dulu, Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Sunda Pajajaran, mengatakan bahwa Budak Angon, ‘Anak Gembala’, yang kemudian menjadi Ratu Adil akan ngababakan, ‘membuka lembaran baru’, di Lebak Cawene. Lebak artinya lembah. Cawene artinya perempuan, bisa pula cawan atau mangkuk. Cawan atau mangkuk ini tetap saja mengacu pada perempuan, tepatnya alat kelamin perempuan yang mirip cawan. Dari segi geografis, lembah yang bentuknya mirip mangkuk perempuan adalah Cekungan Bandung. Cekungan Bandung dulunya memang sebuah danau besar yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Coba saja cek kepada para ahli, lihat pula peta, buku-buku geografi dan geologi, atau cek sendiri juga bisa, caranya naik ke atas genteng rumah di Kota Bandung, lalu lihat sekeliling 360 derajat, Anda akan menemukan bahwa Anda sedang berada di sebuah cekungan atau lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Artinya, Anda sedang berada di dasar danau besar.
Jayabaya pun mengisyaratkan hal yang sama, yaitu Ratu Adil itu tempatnya dekat Gunung Perahu sebelah barat Tempuran. Kemudian, ia pun lebih menjelaskan bahwa di tempat itu ada tiga pohon beringin, Ringin Telu.
Gunung Perahu tampak jelas menunjuk pada Gunung Tangkuban Parahu dan itu di Bandung. Adapun Tempuran adalah tempat terjadinya banyak pertempuran. Ringin Telu dalam bahasa Sunda adalah Caringin Tilu, ‘Beringin Tiga’. Ketiga pohon itu terletak di salah satu gunung yang mengitari Bandung. Kalau saya membuka pintu depan rumah orangtua saya di sekitar Soekarno-Hatta, Bandung, langsung terlihat pohon beringin yang paling tinggi dari ketiganya. Jika ada penggaris yang panjangnya sekitar 25 km, lalu dibentangkan, akan tepat sekali sangat lurus dari pintu rumah orangtua saya sampai ke Gunung Caringin Tilu. Memang tempat itu dari zaman dulu disebut Caringin Tilu. Ketika saya masih SD sampai SMP, berkali-kali datang ke tempat itu bersama-sama teman-teman karena menyenangkan untuk hikking. Di atas puncaknya, di tempat pohon beringin tiga itu tumbuh berkumpul, bertemu dengan rombongan lain dari berbagai tempat yang mencari udara segar di sana, sebagian malah ada yang membawa gitar dan radio dengan pakaian yang warnanya mencolok, kadang-kadang tampak lucu cari-cari perhatian. Tempat itu dulu memang menyenangkan dan menjadi ajang bertemunya anak-anak muda yang gemar berolah raga, jalan-jalan, rekreasi, sekaligus saling berkenalan berharap bisa jadi pasangan cinta.
Itu berdasarkan pandangan spiritual zaman dulu, yaitu dari Prabu Siliwangi dan Jayabaya. Ada pandangan spiritual zaman ini yang justru sangat mencengangkan. Bagi saya sih, sangat mengagetkan. Beberapa waktu lalu, masih dalam tahun ini juga, 2011, para ahli spiritual dari berbagai belahan Bumi, secara internasional, melakukan pertemuan di Gunung Tangkuban Parahu, Bandung, kemudian dari pandangan batin multinasional itu didapat gambaran yang sama tentang dunia ini, termasuk Indonesia. Gambaran ini ditulis dalam judul yang lain, supaya lebih jelas. Saya juga baru tahu ketika diminta menjadi pembicara dalam diskusi panel yang diselenggarakan keluarga istana kerajaan-kerajaan Sunda yang tergabung dalam Yayasan Pamanah Rasa. Ada lima pembicara, saya salah satunya, dan ada seorang pembicara ahli spiritual yang menjadi peserta pertemuan internasional spiritual di Gunung Tangkuban Parahu.
Mengingat dua hal penting di atas, yaitu pandangan politis berdasarkan statistik yang menggiurkan serta pandangan spiritual zaman dulu dan zaman sekarang, orang Sunda dan Jawa Barat harus ekstra jual mahal. Kita sudah membuktikan kesetiaan kita kepada negeri ini dan mengikuti berbagai proses politik dengan teramat baik. Akan tetapi, ternyata teramat banyak elit dan penyelenggara negara telah menunjukkan tabiat serendah-rendahnya dan sehina-hinanya dengan melakukan berbagai penyimpangan kekuasaan yang akibatnya teramat buruk terhadap kita dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu artinya mereka telah mempermainkan dan mengkhianati kebaikan yang telah kita tunjukkan. Sekarang adalah saatnya kita yang menentukan sendiri bagaimana seharusnya negeri ini dijalankan agar tercipta kemakmuran dan kejayaan sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Orang Sunda dan penduduk Jawa Barat sudah memiliki modal yang sangat besar, yaitu jumlah pemilih yang besar dan posisi strategis yang “mengepung” Ibukota Jakarta. Di samping itu, tentunya dalam pandangan spiritual, memiliki sejumlah modal besar yang sangat menentukan (ditulis dalam judul lain). Kita jangan mau lagi ditipu janji-janji kosong yang tampak manis, tetapi memuakkan.
Kita harus hanya bersedia dipimpin oleh orang yang idealnya sih mirip Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, jika Rasulullah saw dianggap terlalu ideal dalam arti terlalu sempurna sehingga sangat sulit untuk dicontoh seluruh perilakunya, kita bisa melihat contoh kepemimpinan ideal lainnya, yaitu Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Sunda Pajajaran yang tak punya cela.
Jangan mau kita hanya diberi janji manis dan selembar uang limapuluh atau seratus ribuan, kemudian nantinya kita sengsara berkepanjangan karena dipimpin oleh para petualang politik busuk. Kita harus jual mahal agar benar-benar memiliki pemimpin yang adil sehingga dapat membawa NKRI benar-benar sesuai yang diharapkan Preambul UUD 1945. Jika kita menemukan pribadi-pribadi yang mengemis suara karena ingin menjadi pemimpin, tetapi tidak mirip atau tidak mengarah pada kepribadian Prabu Siliwangi, sebaiknya kita jangan ikut pemilihan. Itulah satu-satunya kesempatan dan kekuasaan yang kita miliki untuk menunjukkan harga diri kita dalam sistem demokrasi hina ini. Kita harus jual mahal karena kita ini bukan orang-orang murahan. Kita ini orang-orang yang punya harga diri tinggi.
Standar kita adalah kepemimpinan Rasulullah saw. Kalaupun tidak bisa karena terlalu tinggi, minimal mendekati pribadi Prabu Siliwangi. Pada tulisan lain akan diuraikan hal-hal positif dari Prabu Siliwangi yang dapat dijadikan standar bagi kita.
Sekedar catatan, saya yakin para politisi yang menawarkan diri dan mengemis dukungan untuk menjadi pemimpin kita sama sekali tidak akan pernah mampu untuk menjadi pemimpin seperti Prabu Siliwangi. Hal itu disebabkan sistem politik demokrasi menjauhkan manusia dari keteladanan pemimpin unggulan seperti Prabu Siliwangi, apalagi seperti Nabi Muhammad saw. Mau jadi pemimpin unggulan bagaimana, caranya saja sudah sangat salah, kampanye penuh dusta, menebar uang recehan¸ menipu, tidak ikhlas, dan lain sebagainya. Demokrasi itu memang brengsek.
Tenang saja sambil berdoa, nanti juga ada kok, tetapi bukan melalui sistem demokrasi. Insyaallah.
:: LEBAK CAWENE
ReplyDelete♥ LEBAK
:: LeBAK LeBIK LeBUK LeBEK LeBOK LeBeK LeBeuK dst.
Memberikan makna DAERAH YANG SANGAT SUBUR MAKMUR.
♥ CAWENE
:: CaWAN CaWiN CaWUN CaWEN CaWON CaWeN CaWeuN dst.
Memberikan makna TEMPAT YANG BERBENTUK CEKUNG.
♥ Lebak Cawene adalah SEBUAH WILAYAH YANG BERBENTUK
CEKUNG, KARENA WILAYAH TERSEBUT DIKELILINGI OLEH
GUNUNG DAN WILAYAH TERSEBUT SANGAT SUBUR.
Mengamati data geologi ternyata HANYA SATU~SATUNYA DI DUNIA YAITU DI CEKUNGAN BANDUNG (Bandung dilingkung gunung).
BANDUNG tidak banyak diceritakan.
BANDUNG disembunyikan oleh berbagai macam kepentingan,
tapi BANDUNG akan mengungkap banyak cerita.
Bandung sebenarnya SEBAGAI IBUKOTA DUNIA.
Bandung sebagai SURALAYA PUSAT PARAHYANGAN.
Bandung sebagai Sunda Pura dgn keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati.
Bandung sebagai pusat kedudukan Para Khalifah & Maha Raja Pemimpin Seluas Bumi.
Bandung sebagai PUSAT PEMERINTAHAN RATU ADIL
(Bani Israil & Yahudi sangat menjaga rahasia ini karena mereka ingin merebut & menguasainya)
Batas Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu:
Batas Utara yaitu JALAN SILIWANGI
Batas Barat yaitu SUNGAI CIKAPUNDUNG
Batas Selatan yaitu REL KERETA API
Batas Barat yatu JALAN DAGO.
Bagian Selatan dari Wilayah Keraton adalah KEBUN RAJA.
Bagian Utara Barat dari Wilayah Keraton adalah KEBUN BINATANG, MERUPAKAN TAMAN SARI.
Pusat Keraton adalah DI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG.
INILAH SATU~SATUNYA TEMPAT TERPENTING DI DUNIA, karena tempat ini sebagai Pusat Pemerintahan Khalifatulfilard
sejak jaman Nabi Adam hingga Para Maha Raja yang memiliki cakupan seluas Bumi.
Dalam waktu dekat akan muncul di Bandung “Manusia Sakti” yang diberi gelar Sang Heru Cakra atau Ratu Adil yang akan memimpin wilayah Bumi.
Sebaiknya konfirmasikan kepada Tuhan Sang Maha Kuasa, agar anda meyakininya berkat petunjuk dan hidayahnya.
JIKA ANDA MERASA KAGET, SAYAPUN ADALAH ORANG YANG LEBIH DULU MERASA KAGET.
Bandung, 12/12/12
Terima kasih
Embah Jambrong
Di Selatan Tangkuban Parahu ada TEMPURAN SUNGAI YANG HILANG.
ReplyDeleteSungai yang membelah dua kemudian bertemu kembali, bisa disebut TEMPURAN SUNGAI atau SUNGAI YANG BERADU atau SUNGAI YANG BERTEMPUR.
Ada Sungai yang membelah Kota Bandung yaitu SUNGAI CIKAPUNDUNG dan membentuk tempuran sungai seperti di atas.
Diantara BELAHAN dan TEMPURAN membentuk pulau.
Tempuran tersebut dihilangkan sehingga pulaunyapun menjadi hilang.
Pulau tersebut berada di TAMAN SARI, sehingga pulau itu dinamakan PULAU SARI.
TEMPURAN dan PULAU SARI yang hilang itu, masih menyisakan nama yaitu DAERAH PULAU SARI di Jl Taman Sari Bandung, di tepian Sungai Cikapundung.
Kita sangat memahami bahwa istilah TAMAN SARI merupakan istilah UNTUK TAMAN YANG BERADA DISEKITAR KERAJAAN.
Nama TAMAN SARI yang berada di Kota Bandung, setelah saya tanyakan ke beberapa sumber ditambah referensi dari buku Semerbak Bunga Di Bandung Raya, karangan Haryoto Kunto, ternyata sudah ada sejak dahulu kala, kemudian oleh Pemerintahan Belanda dijadikan nama jalan, yaitu JALAN TAMAN SARI. Disana ada Kebun Binatang yang merupakan BAGIAN DARI TAMAN SARI.
Beberapa tahun yang lalu di Jl Taman Sari yaitu di Sungai Cikapundung DITEMUKAN PRASASTI YANG CUKUP MENGHEBOHKAN.
Betul juga yang dikatakan Embah Jambrong bahwa BANDUNG AKAN MENGUNGKAP BANYAK CERITA.
Silahkan deh pihak yang berwenang untuk segera meneliti, agar Cikapundung yang merupakan siloka dari RATU ADIL YANG PUNDUNG SEGERA KEMBALI KE SINGGASANANYA.
Orang mana? Dari mama asalnya Ratu Adil itu? Engga jadi masalah. Mau orang Jawa, Orang Batak, Orang Manado, Orang Bali, Orang Bule, dst. bahkan sekalipun Orang Afrika, yang penting menduduki singgasana DI PUSAT PEMERINTAHAN SELUAS BUMI, yang bernama BANDUNG.
Bandung memang sangat mengagetkan.
Saya sangat yakin itu.