Tuesday, 10 January 2012

Reformasi + Revolusi = A +++



oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Reformasi ditambah revolusi sama dengan A plus plus plus. Itulah nilai yang akan kita dapatkan jika melaksanakannya. Akan tetapi, jika hanya menggunakan reformasi, nilainya hanya E minus.
Sudah terlalu lama kita memperjuangkan kemakmuran, keadilan, dan kejayaan negeri kita, Indonesia tercinta, dengan menggunakan politik reformasi. Hasilnya, jelas kita semua telah melihat dan merasakannya. Setiap hari negeri ini disibukkan oleh tarik-menarik dan tawar-menawar kepentingan, terjadinya politik dagang sapi, dagang kerbau, dagang kambing bandot, dagang monyet, dan dagang anjing buduk kudisan. Itulah reformasi. Memang begitulah hakikat dari proses reformasi.

Reformasi itu merupakan suatu taktik perjuangan yang lembek, lemah, gradual, melelahkan, dan pengecut. Hanya orang-orang penakut yang akan menggunakan politik reformasi untuk mencapai kejayaan yang mustahil diraih. Reformasi hanya akan menghasilkan hal-hal yang kecil, itu pun kalau berhasil, misalnya, biaya pendidikan dan rumah sakit murah, upah minimun naik, perbaikan serta penyederhanaan kredit bank dan regulasi izin usaha. Sekali lagi, itu kalau berhasil setelah sebelumnya berlelah-lelah dahulu dalam waktu panjang dengan biaya yang tidak murah. Lain lagi kalau tidak berhasil, pengorbanan yang sudah dikeluarkan akan menjadi sia-sia dan menyebabkan kekecewaan mendalam serta dendam berkepanjangan.

Reformasi pun akan melahirkan banyak pemimpin busuk dan politisi lemah mental yang cuma berdagang legislasi serta gemar korupsi. Hal itu disebabkan dalam reformasi selalu dipastikan terjadi tawar-menawar kepentingan setelah sebelumnya kuat-kuatan dulu mempertontonkan power yang dimiliki setiap pihak yang terlibat dagang bangkai kadal haram. Hukum, ekonomi, agama, termasuk kedaulatan negara akan menjadi komoditas unggulan dalam perdagangan kekuatan, baik domestik maupun asing dengan cara ekspor-impor. Kekayaan alam dan martabat bangsa akan selalu tergadai dengan teramat murah. Adapun rakyat hanya akan menjadi data statistik yang dijadikan salah satu alat tawar-menawar. Bahkan, dalam banyak kasus, rakyat akan menjadi penghalang utama dalam perdagangan atau bisnis, baik politik maupun ekonomi. Kasus sengketa tanah adalah salah satu contoh bahwa rakyat hanyalah merupakan penghalang mereka yang rakus kekuasaan dan harta benda. Akibatnya, korban pun berjatuhan, baik aparat, terutama rakyat.

Dengan melihat kenyataan menyedihkan yang telah terjadi setelah melaksanakan politik reformasi, sudah saatnya kita beralih pandangan untuk menggunakan politik dan taktik lain untuk menyelamatkan, memakmurkan, dan menjayakan Indonesia secara keseluruhan dengan lebih utuh. Reformasi sudah bisa dikatakan gagal total dalam memperbaiki nasib negeri ini. Jika politik ini diteruskan, kebangkrutan dan beragam penderitaan akan terus-menerus menyertai negeri ini. Harga diri bangsa ini akan selalu lemah dibandingkan negeri-negeri lain yang sebenarnya jauh berada di bawah kita.

Kata Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno, “Politik reformisme harus kita enyahkan ke dalam kabut ketiadaan, kita usir ke dalam liang kubur kematian melalui kumidi bodor ketawaan rakyat.”

Presiden kita itu benar bahwa politik reformasi tidak akan pernah bisa mengantarkan kita ke dalam suasana yang benar-benar lebih baik. Di alam khayal dan retorika sih reformasi memang menawarkan situasi yang lebih menjamin kehidupan, tetapi di alam kenyataan itu teramat sangat sulit terlaksana. Kalaupun bisa terlaksana dalam arti mengubah Indonesia menjadi sangat baik—yang sebetulnya mustahil--, diperlukan waktu ribuan tahun. Reformasi sama dengan saudara kandungnya, yaitu demokrasi, memerlukan waktu ribuan tahun untuk mendapatkan pemimpin unggulan yang mampu memimpin Indonesia menuju cita-cita besarnya. Dalam demokrasi diperlukan jutaan kali Pemilu untuk mengalahkan orang-orang busuk dan kerdil sekaligus memunculkan para pemimpin adil, bijaksana, tegas, berani, dan penuh cinta. Itu pun kalau berhasil. Kalau tidak berhasil, ya ... salah sendiri pake cara-cara hidup orang lain. Bahkan, sangat mungkin sampai satu hari sebelum kiamat pun, Indonesia tidak akan pernah mencapai tujuan nasionalnya jika menggunakan reformasi yang mengusung demokrasi itu. Lebih jauh lagi, kiamat sudah terjadi, Indonesia hancur dalam keadaan sudah luluh lantak duluan, mengiamatkan diri sebelum kiamat yang sebenar-benarnya kiamat. Demokrasi hanya akan melahirkan kepemimpinan yang membingungkan karena diikat oleh berbagai perjanjian tawar-menawar rupa-rupa kepentingan.

Langkah yang perlu segera kita lakukan sekarang adalah menggunakan politik revolusi. Sekali lagi, revolusi. Revolusilah yang akan dapat mengubah nasib negeri ini 100% untuk mencapai cita-cita mulianya. Bahkan, bukan hanya mencapai cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, dengan revolusi Indonesia akan menjadi negara super power yang akan sangat diperhitungkan di dunia. Tidak seperti sekarang ini yang bukan saja sangat mudah dipermainkan orang-orang barat, melainkan pula dengan cara yang remeh dikendalikan para pengusaha asal Malaysia yang sebetulnya negaranya cuma segede biji buah mangga.

Saya yakin bahwa rakyat siap, para pejuang siap, orang-orang cerdas siap untuk melakukan revolusi. Yang tidak siap hanyalah mereka yang tertipu sistem demokrasi serta mereka yang menikmati hidup dari kertertipuan rakyat akibat dari sistem demokrasi. Orang-orang lemah jiwa yang kini menikmati hidup dengan cara mengotak-atik  negara dengan menggunakan politik demokrasi memang akan sangat menentang revolusi. Hal itu disebabkan revolusi menjadikan rakyat lebih berkuasa, sedangkan para elit akan tergusur kedudukan serta berbagai kepentingannya.

Seluruh penduduk negeri ini sudah semestinya mempersiapkan diri dan selalu mengawasi waktu yang tepat untuk melakukan revolusi. Revolusi yang harus dilakukan adalah revolusi yang sebenar-benarnya, yaitu melakukan perjuangan dan perubahan yang radikal jangan setengah-tengah, apalagi banyak menghitung untung rugi. Revolusi memang memerlukan pengorbanan, tetapi itu adalah jalan yang harus dilakukan jika ingin mencapai kehidupan yang lebih baik, beradab, tertib, dan penuh cinta. Gerakan revolusi radikal adalah cara yang sangat tepat untuk memperbaiki negeri ini. 

Radikalisme harus menjadi nyawanya machtsvorming Marhaen. Marhaen harus menolak dengan kejijikan segala sikap setengah-setengah yang tidak berjuang, tetapi hanya tawar-menawar, Marhaen harus mengusir dari kalangan Marhaen segala opportunisme, reformisme, dan possibilisme yang selama-lamanya menghitung untung rugi seperti juru kedai yang takut uangnya hilang sekeping.

Begitu yang dikatakan Soekarno, Pemimpin Revolusi Indonesia yang pengaruhnya meluas ke seluruh Asia dan Afrika.

Meskipun demikian, kita tidak perlu menghilangkan taktik perjuangan reformasi. Reformasi tetap diperlukan untuk mempertahankan semangat berjuang mencapai keadilan dan kemakmuran, tetapi harus ditambah dengan revolusi. Reformasi sangat bagus untuk mendobrak kecil-kecilan berbagai ketimpangan yang ada, tetapi tidak akan mungkin mencapai keadilan, kemakmuran, apalagi Indonesia Super Power. Jika ingin Indonesia makmur, adil, aman, sejahtera sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945 serta menjadi negara super power, revolusi harus segera dilaksanakan. Semangat revolusi harus segera dikobarkan sebelum terlambat. Terlambat dari apa? Terlambat dari menolong orang-orang lemah yang kini menderita dan sedang sekarat, terlambat dari menolong orang-orang terpinggirkan yang sekarang terhina, terlambat dari menolong kita semua dari kebodohan, kebingungan, dan kemiskinan, terlambat dari dirampoknya kekayaan Bumi Pertiwi oleh para kapitalis rakus yang melakukan perjanjian gelap dengan para politisi dan birokrat kacang polong, serta terlambat dari mempertahankan semua yang kita miliki termasuk harga diri.

Gunakan taktik dan politik reformasi sekaligus revolusi dari keterpurukan selama ini untuk mendapatkan kejayaan yang telah dijanjikan. Perhatikan kata Soekarno berikut ini, analisis, lalu bergeraklah meraih kemenangan.

Dus, massa tidak boleh beraksi buat hasil-hasil kecil hari ini? Tidak begitu, sama sekali tidak begitu! Massa hanya tidak boleh tertarik oleh manisnya hasil-hasil kecil itu sehingga lantas lupa maksud yang besar tadi atau menomorduakan maksud yang besar tadinya itu. Massa sambil berjalan harus selalu mengarahkan matanya ke arah puncak gunung Indonesia Merdeka dan memandang hasil-hasil kecil itu hanya sebagai bunga-bunga yang ia petik di pinggir jalan sebab selama stelsel kapitalisme imperialisme belum gugur, maka massa tidak bisa mendapatkan perbaikan nasib yang 100% sempurna. Asal tidak “digenuki” asal tidak dinomorduakan, maka perjuangan untuk hasil sehari-hari itu malahan ada baik juga untuk memelihara strijdvaardigheid-nya massa. Perjuangan untuk hasil sehari-hari itu malahan harus dijalankan sebagai suatu training, suatu gemblengan tenaga di alam perjuangan yang lebih besar.
Zonder perjuangan buat perubahan sehari-hari, tiada kemenangan bagi perjuangan buat kemerdekaan. Zonder perjuangan buat kemerdekaan, tiada kemenangan bagi perjuangan buat perubahan sehari-hari. Oleh karena itulah, partai pelopor harus membikin pergerakan massa menjadi pergerakan untuk kemerdekaan dan untuk perbaikan ini hari. Ya, partai pelopor jangan jijik kepada “hasil kecil” itu karena die reform ist ein nebenprodukt des radikalen massenkampfes, yakni karena ‘perbaikan kecil-kecil itu adalah rontogan daripada perjuangan massa secara radikal’.

REVOLUSI BELUM SELESAI!

2 comments:

  1. Kalo boleh saya berpendapat Pak, sebagai tambahan, revolusi yang terjadi saat ini selalu berujung pada kegagalan sistem yang diperjuangkan. Bahkan untuk revolusi yang mengatasnamakan islam sekalipun, Nilai2 agama digunakan sebagai sarana perjuangan revolusi, namun pada akhirnya setelah kekuatan terbentuk ibarat habis manis sepah dibuang nilai tersebut ditinggalkan dengan berkompromi pada sistem yang dibenci sebelumnya (demokrasi), maaf bila saya sok tahu dalam hal ini, namun ini didasarkan pendapat saya saja. Karena pada dasarnya Alloh tahu mana yang memperjuangkan agamanya dan mana yang ingin memiliki kekuasaan dan kedudukan, karena agama tidak bisa diperjuangkan dengan berkompromi dengan kebatilan, agama tegak dengan menerapkannilai-nilainya secara kaffah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah Kang Ade. Perjuangan apa pun atas nama apa pun akan selalu gagal. Kalaupun berhasil, akan selalu menjadi bahan keributan dan kericuhan. Hal itu disebabkan para pejuangnya tidak memiliki hati yang benar, lurus, dan jujur. Mereka dalam hatinya mendambakan kehidupan duniawi, seperti, harta, tahta, wanita. Akhirnya, tak ada bedanya dengan yang lain karena yang disebut perjuangan itu ternyata "rebutan makanan, rebutan receh". Seharusnya, perjuangan itu adalah untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan. Soal uang recehan mah entar juga ada dengan sendirinya, ga usah rebutan kayak orang-orang kapitalis yang sering menghinakan dirinya itu

      Delete