Wednesday, 18 April 2012

Pengamat Politik Pendusta

oleh Tom Finaldin

Kondisi dan situasi sosial, politik, ekonomi di Indonesia yang carut marut ini menumbuhkan dengan subur orang-orang yang disebut pengamat, pemerhati, pegiat, atau apapun namanya yang sering dimintai pendapat sebagai narasumber dalam media massa, seminar, atau diskusi-diskusi soal politik. Berulang-ulang atau berkali-kali nama dan wajahnya muncul dalam media massa dengan seabrek pendapatnya. Celakanya, mereka ini sering dianggap sebagai sumber kebenaran alternatif yang dijadikan sandaran karena rakyat sudah tidak memiliki kepercayaan kepada pemerintah. Mereka inilah yang dijadikan rujukan orang-orang untuk berpikir, bertindak, bahkan menulis sebuah karya ilmiah.

            Sayangnya, tidak sedikit di antara mereka yang sering sekali berdusta sehingga menimbulkan kekacauan informasi di kalangan rakyat. Rakyat tidak mendapatkan informasi dan data yang benar sehingga menciptakan kebodohan yang akut dan semakin parah.

           Mestinya, jika mereka tidak menguasai sesuatu masalah, jujur saja katakan tidak tahu. Jangan terus nyerocos sok tahu yang disebabkan rasa malu jika dianggap tidak mengerti.

            Yang paling membuat saya pusing dan muak adalah mereka sering sekali membandingkan keadaan di Indonesia dengan di luar negeri. Mereka berbicara seolah-olah keadaan di luar negeri lebih baik daripada Indonesia. Kedustaan pertama adalah dalam mengomentari soal politik di luar negeri. Mereka mengatakan bahwa tatanan politik luar negeri lebih bagus dibandingkan Indonesia, misalnya, dalam hal money politics. Menurut mereka, di negara-negara itu aturan tentang dana partai, kampanye, atau sejenisnya lebih baik dan lebih ketat sehingga kondisi demokrasi lebih baik. Bloon mereka itu! Hal itu disebabkan Indonesia telah memiliki aturan yang teramat sangat ketat dan hebat soal dana partai tersebut, bahkan lebih tertata dibandingkan luar negeri. Soal money politics tetap terjadi mewabah di Indonesia meskipun sudah ada aturan yang bagus, sebetulnya terjadi pula di berbagai negara di dunia ini yang menggunakan sistem politik demokrasi. Money politics adalah kutukan yang lahir dari demokrasi. Bohong besar jika ada yang mengatakan bahwa suatu negara bisa berdemokrasi tanpa money politics.

            Kedustaan kedua adalah menurut mereka demokrasi di luar negeri lebih sehat dibandingkan di Indonesia. Padahal, kenyataannya di negara-negara itu demokrasi telah membuat kebingungan luar biasa yang membuat rakyatnya hidup dalam ketegangan, ketakutan, ketidakamanan, kemaksiatan, dan kehilangan pegangan moral yang kuat. Kehambaran dan kehampaan hidup mereka pun mulai menghinggapi Indonesia karena Indonesia mengikuti cara-cara hidup mereka. Artinya, di mana-mana demokrasi sesungguhnya menumbuhkan persoalan baru dalam kehidupan manusia.

            Kedustaan ketiga, mereka menyebut negara-negara luar yang dibandingkan dengan Indonesia itu sebagai “negara maju”. Maju darimana, Coy? Akan tetapi, saya paham bahwa mereka mengatakan negara maju itu adalah maju dari segi ekonomi dan teknologi meskipun kita tidak pernah berupaya memahami mengapa mereka maju dalam ekonomi. Apakah mereka melakukan bisnis yang halal atau haram? Apakah usahanya mendatangkan manfaat bagi manusia dan alam sekitar atau melakukan perampokan dan penipuan terhadap negara-negara lemah?

            Perlu diketahui bahwa istilah “maju” yang disandarkan pada kekuatan ekonomi adalah pemikirannya Anjing-anjing Kapitalis. Indonesia memiliki standar sendiri tentang istilah “maju” tersebut, yaitu sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang intinya adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang seimbang lahir dan batin. Jika Indonesia atau negara mana pun telah mampu mewujudkan keseimbangan lahir dan batin, kita wajib mengatakan negara itu dan atau Indonesia sendiri adalah negara maju. Artinya, dengan konsep keindonesiaan, kita tidak bisa mengatakan bahwa suatu negara maju jika hanya tinggi tingkat ekonomi, teknologi, atau hanya tinggi tingkat spritualitas religinya. Dalam konsep keindonesiaan, salah satu tinggi, baik lahir ataupun batin, sama sekali tidak maju. Artinya, timpang karena tidak seimbang. Maju lahir saja adalah manusia serakah yang memiliki kegilaan materialistis. Maju batin saja adalah pertapa yang terhinakan dari kehidupan manusia seumur hidup. Maju adalah seimbang lahir dan batin. Artinya, terciptanya kemakmuran duniawi dan teraihnya kemewahan spiritual dalam waktu yang berbarengan.

            Saya yakin seribu triliun persen bahwa manusia yang teramat maju di mana pun di seluruh muka Bumi ini adalah manusia yang telah seimbang lahir dan batin. Bullshit, tahi anjing, tahi monyet, tahi babi untuk mereka yang berpendapat bahwa manusia maju dan hebat itu cukup hanya tinggi tingkat materi atau tinggi tingkat batinnya saja. Begitupun dengan negara. Negara yang maju dan hebat itu adalah negara yang kehidupan rakyatnya telah memiliki keseimbangan lahir dan batin.

            Kedustaan keempat, para pengamat dan pemerhati sosial-politik pendusta membandingkan Indonesia dengan negara luar tanpa menjelaskan negara mana yang dimaksud negara luar itu. Mereka teramat sering mengatakan “negara luar”, “negara maju”, atau “luar negeri”, tetapi tidak jelas negara mana. Apakah Amerika Serikat, Inggris, Korea, Inggris, Cina, Arab, Filipina, atau yang lainnya? Para pengamat pendusta itu tampaknya membiarkan rakyat Indonesia mengira-ngira sendiri sambil tetap menanamkan pikiran bahwa Indonesia itu selalu tertinggal dan berada di bawah negara lain dalam berbagai hal. Bukankah perilaku mereka itu boloho bin sarap, ‘tolol bin gila’? Mereka pun terlihat memanfaatkan ketidaktahuan sebagian besar rakyat Indonesia mengenai berbagai hal di luar negeri. Mereka merasa aman dengan pendapat dan komentarnya yang bohong itu karena tahu dengan pasti bahwa rakyat Indonesia sangat sedikit yang memiliki pengetahuan tentang kondisi di luar negeri dan mengandalkan pengalaman para pengamat pembohong yang sebetulnya tidak terlalu jelas hasil pengamatannya. Mereka syik asyik memanfaatkan situasi rakyat Indonesia yang miskin informasi.

            Kedustaan kelima, pendapat mereka tentang luar negeri, negara luar, atau negara maju itu belum tentu benar, bahkan sama sekali salah. Mereka sesungguhnya tidak memiliki pengetahuan tentang yang dibicarakannya. Mereka hanya mengira-ngira dengan menyandarkan diri pada kebiasaan orang Indonesia yang selalu percaya bahwa negara luar itu selalu bagus dibandingkan Indonesia. Kedustaan ini adalah kedustaan yang teramat sangat gila, sok tahu, dan sama sekali tidak ilmiah. Perkiraan mereka yang sangat bisa salah besar itu diterima oleh rakyat Indonesia yang kurang memiliki daya analisis yang kuat. Akhirnya, segala yang dikatakan para pendusta itu hanyalah buang-buang waktu, bahkan menyelimuti rakyat Indonesia dengan informasi tidak benar yang mengakibatkan kebodohan berkepanjangan. Akan tetapi, kebodohan rakyat Indonesia bagi mereka adalah ladang bisnis yang teramat menggiurkan karena mereka selalu dibutuhkan untuk memberikan analisis dari data-data yang sumir dan tidak bernilai. Jika rakyat Indonesia memiliki ketinggian ilmu pengetahuan dengan daya analisis yang kuat, para pengamat itu akan bangkrut karena akan ditertawakan orang banyak.

            Sesungguhnya, teramat banyak kedustaan yang dilakukan mereka. Akan tetapi, untuk kali ini saya cukupkan sekian saja. Lain kali akan saya tambah lagi agar rakyat Indonesia tidak mudah menerima dan percaya kepada mereka yang disebut pengamat politik, pemerhati politik, atau apapun istilahnya yang selalu membanding-bandingkan Indonesia dengan “luar negeri” yang sebetulnya luar negeri itu saat ini sedang dicekam ketakutan luar biasa dengan kebangkrutan yang membayangi mereka setiap hari.

No comments:

Post a Comment