oleh Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Berkali-kali sudah saya
terangkan bahwa demokrasi itu sistem politik yang merusak dan menjadi alat
syetan untuk merusakkan keharmonisan umat manusia. Sesungguhnya, jika Indonesia
tidak menggunakan demokrasi, akan lebih cepat dua kali lipat untuk mencapai
keinginan nasionalnya.
Demokrasi itu boros, menghamburkan biaya. Boros itu
adalah sifatnya syetan.
Sudah
berapa ribu triliun uang yang digunakan untuk menyelenggarakan demokrasi di
negeri ini?
Jika
kita tidak menggunakan demokrasi, akan memiliki banyak sekali dana untuk
membangun negeri. Tanpa demokrasi, kita akan memiliki jumlah tentara lebih
banyak dua kali lipat dari sekarang ini. Teknologi dan peralatannya akan dua
kali lebih banyak dan lebih canggih sehingga mampu menjaga batas-batas terluar
Negara Indonesia dan mampu menangani lebih cepat ancaman dari dalam. Kita bisa
memiliki jumlah polisi dua kali lipat daripada saat ini. Kita sering
mengeluhkan jumlah polisi yang terbatas. Tanpa demokrasi kita akan punya dana
untuk menambah jumlah polisi, meningkatkan kemampuannya, serta memodernisasi
peralatan yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Teroris dan gerakan separatis pun akan tereliminasi
dua kali lebih cepat dan lebih lembut dibandingkan saat ini. Hal itu disebabkan
jumlah aparat yang bertambah sangat banyak dengan kemampuan lebih hebat serta
tokoh-tokoh masyarakat akan lebih konsentrasi membangun umat sebagai pemimpin
nonformal. Saat ini tokoh-tokoh masyarakat tidak berfungsi maksimal karena
tergoda juga untuk nyaleg yang
akhirnya mengalami penurunan kepercayaan dari masyarakat. Pendekatan
pendidikan, keadilan, dan kemakmuran pun bisa terlaksana untuk mencegah
kekerasan tanpa ada hambatan yang berarti karena punya banyak anggaran.
Korupsi
akan tertangani dan berkurang dua kali lebih cepat karena demokrasi tidak ada.
Tanpa demokrasi, orang-orang nggak perlu uang untuk kampanye, money politics, atau membangun partai
untuk menipu rakyat. Jadi, alasan melakukan korupsi untuk biaya demokrasi tak
ada lagi karena memang tidak diperlukan.
Kalau
memiliki keinginan untuk berpolitik dan mengurusi hajat hidup orang banyak,
nggak perlu berdusta atau mengumbar janji, cukup membuktikan diri menjadi orang
yang bermanfaat di hadapan Tuhan, para pemimpin bangsa, serta masyarakat luas.
Jika memang benar-benar bermanfaat, tak perlu keluar uang banyak untuk baligo,
spanduk, atau mengundang artis dangdut yang seksi-seksi itu, orang-orang pasti
menuju orang yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain dan Tuhan
pun akan meridhoi dengan penuh persetujuan.
Tanpa
demokrasi, di negeri ini tak akan ada orang kaya yang terlalu kaya dan orang
miskin yang terlalu miskin. Kaya boleh, tapi jangan keterlaluan. Miskin tak
bisa dihindari, tetapi jangan teramat melarat. Orang miskin di Indonesia tanpa demokrasi bisa sama dengan
kategori mustahik zaman Khalifah Umar
bin Abdul Aziz, yaitu orang yang punya rumah, punya kendaraan, punya pembantu,
tetapi punya hutang.
Tanpa
demokrasi, gotong royong dan hidup harmonis akan tercipta dua kali lebih cepat
dan terasa dua kali lebih indah karena tidak akan ada lagi orang-orang busuk
yang menggunakan perbedaan-perbedaan di negeri ini untuk kepentingan
politiknya. Semua ingin hidup tenang, damai, tenteram, dan saling menghargai.
Demokrasi tidak mengajarkan keagungan-keagungan itu, tetapi mendorong
terjadinya perdebatan, pertengkaran, saling fitnah, dan bersaing merebut
kepercayaan orang, baik halal maupun haram.
Tanpa
demokrasi kita akan lebih berbangga diri sebagai bangsa Indonesia karena
segalan urusan bisa lebih cepat tertangani. Para pegawai negeri akan bekerja
dua kali lipat lebih efektif dan efisien dalam melayani masyarakat. Tidak
seperti saat ini yang masih dalam jam kerja saja sudah pada nongkrong di tukang
bakso, kantin, atau ngobrol di tempat parkir.
Tanpa
demokrasi, penyusunan undang-undang, pembuatan kebijakan, dan eksekusi politik
akan berjalan dua kali lebih cepat dan dua kali lebih bermanfaat. Hal itu
disebabkan demokrasi membuat segalanya terhambat, terlambat, dan bertele-tele
karena banyak kepentingan yang bermain. Ir. Soekarno, Presiden RI ke-1,
menjalankan Demokrasi Terpimpin salah satunya karena kesal terhadap
kinerja-kinerja DPR hasil demokrasi itu yang terlalu lama menyelesaikan masalah
dan mengambil keputusan sehingga mengakibatkan program-program pembangunan
terhambat pula.
Kita
akan menjadi negara yang dua kali lipat lebih kuat dan lebih makmur
dibandingkan sekarang ini dalam waktu dua kali lebih cepat dibandingkan rencana
pencapaian target. Hal itu disebabkan pengaruh-pengaruh buruk dari luar akan
sangat kesulitan untuk mengendalikan negeri ini. Tak ada lagi orang-orang yang
bisa dibeli untuk keuntungan pihak-pihak asing secara tidak sah. Kalaupun ada,
akan dicap sebagai musuh negara.
Segala
sesuatu yang positif akan lebih cepat terwujud dan terasa jika tidak
menggunakan demokrasi. Akan tetapi, segala sesuatu yang negatif akan terbasmi
dua kali lipat lebih cepat dibandingkan saat ini yang selalu tertunda-tunda dan
sangat menjengkelkan. Pokoknya, tanpa demokrasi segalanya akan lebih mudah dua
kali lipat.
Terlalu
banyak hal jika ditulis, bayangkan saja manfaat kita hidup tanpa demokrasi,
segalanya akan lebih indah karena akan lebih Pancasilais. Sungguh.
Oh
ya, bagi mereka yang berpikiran jika tak ada demokrasi, tak ada kebebasan
berekspresi, saya jelaskan bahwa pikiran itu adalah pikiran keliru yang kuno
nggak ketulungan karatannya. Pemikiran seperti itu hanya salah satu senjata
para pendukung demokrasi agar rakyat tetap tertipu untuk selalu menjalankan
demokrasi, sementara itu mereka menarik keuntungan dari ketertipuan rakyat.
Bagi orang Islam, jelas bahwa hidup untuk saling koreksi, saling menasihati, dan
saling mengingatkan itu merupakan perilaku yang sangat bermanfaat dan menambah
pahala. Bagi pecinta Pancasila, terang sekali bahwa hidup berdasarkan
musyawarah untuk mufakat itu sudah menjadi janji yang harus dilaksanakan dalam
berbangsa dan bernegara di Indonesia ini. Jadi, salah itu yang berpendapat
bahwa tanpa demokrasi tidak akan ada kebebasan berekspresi. Berpegang saja pada
Pancasila, hak-hak manusia Indonesia pun akan terjamin, terlindungi, dan dua
kali lebih indah dibandingkan saat ini.