Saturday, 23 August 2014

Koalisi Merah Putih Jangan Mau Dirayu Tim Jokowi-JK


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Suka atau tidak, pemenang Pilpres 2014 adalah Jokowi-JK. Itu sudah keputusan final yang sangat sulit untuk diubah. Setuju atau tidak, Jokowi adalah Presiden RI ke-7 dan Jusuf Kalla adalah Wakil Presiden RI ke ... ke berapa coba? Ayo tebak! Nggak hapal kan? Pasti nggak hapal karena kurang menghargai sejarah bangsa. Ke-12 tahu! Jumlah Wapres RI aja nggak hapal, apalagi kalau diminta menyebut namanya satu per satu dari Wapres ke-1 sampai ke-12, lebih nggak ngerti lagi.

            Untuk menjadi pelayan rakyat selama lima tahun ke depan, jelas memerlukan tim solid yang cerdas, cekatan, berdaya kerja tinggi, dan bla ... bla ... bla .... Jokowi-JK memerlukan orang-orang berkualitas dalam pemerintahannya untuk mewujudkan janji-janjinya sekaligus menunaikan amanat Pembukaan UUD 1945. Orang-orang hebat berkualitas itu banyak sekali yang berada dalam Koalisi Merah Putih. Tak heran banyak pihak terkejut dan mungkin agak gusar dengan pernyataan Koalisi Merah Putih yang bertekad solid dan berada di luar pemerintahan. Jokowi-JK sendiri tampak terkejut menyaksikan pernyataan tersebut. Hal itu bisa dilihat dari raut muka pasangan Jokowi-JK pada saat konferensi pers pasca-keputusan MK dan pasca-konferensi pers Koalisi Merah Putih. Saya memang bukan ahli gesture atau ahli psikologi, tetapi saya juga manusia yang setiap hari bertemu dengan banyak orang. Saya secara umum mampu menafsirkan kondisi orang dari wajahnya ketika bertemu. Wajah seseorang itu bisa menunjukkan kondisi yang terjadi saat itu, apakah sedang terkejut, kaget, bergembira, sedih, galau, ceria, dan sebagainya. Saya kira kita semua juga tahu hal-hal itu walaupun tidak mendetail seperti para ahli ilmu jiwa.

            Jelas sekali keterkejutan Jokowi-JK saat itu. Berbeda sekali wajah Jokowi saat hari H Pilpres yang tampak penuh semangat dan gembira karena quick count berpihak padanya. Ia merasa sangat yakin menang meskipun pemilihan belum usai. Mereka sadar dan semua tahu bahwa untuk menjalankan pemerintahan tidak bisa sendiri, membutuhkan elemen bangsa yang berkompeten. Orang-orang yang berkompeten itu banyak sekali yang berada dalam Koalisi Merah Putih. Bahkan, dengan cara berlebihan dan bombastis, saya bisa mengatakan bahwa Jokowi-JK akan kesulitan menjalankan pemerintahan tanpa orang-orang dari Koalisi Merah Putih. Oleh sebab itu, tak heran jika Jokowi mengatakan bahwa Prabowo-Hatta itu adalah sahabatnya. Demikian pula Jusuf Kalla yang berharap agar tak terjadi lagi upaya hukum lanjutan urusan Pilpres 2014. Ia berharap dan mengajak agar semuanya bersama-sama membangun bangsa. Kata-kata itu bisa ditafsirkan sebagai sikap membuka diri sekaligus mengajak Koalisi Merah Putih untuk bersama-sama menjalankan roda pemerintahan.

            Orang-orang mengerti benar bahwa di dalam Koalisi Merah Putih di samping memiliki banyak orang berkualitas, juga memiliki kekuatan politik yang sangat besar serta berpotensi “mengganggu” pemerintah yang berakibat menurunkan wibawa pemerintah dan menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Para ilmuwan boleh mengatakan bahwa sikap oposan yang dibangun oleh Koalisi Merah Putih jangan diartikan untuk mengganggu. Saya mengatakan Koalisi Merah Putih akan mengganggu karena memang harus mengganggu. Gangguan itulah yang seharusnya dilakukan.

Bagaimana tidak akan mengganggu?

Yang namanya kontrol, pengawasan, second opinion, dll. Itu merupakan gangguan untuk pemerintah. Akan tetapi, gangguan itu harus bernilai positif, konstruktif, bukan destruktif.

Kalau nanti pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan kebijakan yang tidak prorakyat, malahan pro-segelintir orang, lebih jauh lagi hanya menguntungkan kepentingan bangsa asing dengan mengeruk hak-hak rakyat, lebih parah lagi menggerus kedaulatan bangsa dan negara, apakah tidak boleh diganggu?

Kalau nanti pemerintahan Jokowi-JK bekerja lamban dan hanya menikmati kekuasaannya, apakah tidak boleh diganggu?

Kalau nanti pemerintahan Jokowi-JK ternyata korup, apakah tidak boleh diganggu?

Jokowi-JK wajib diganggu sampai pemerintahan kembali pada relnya yang benar dengan kecepatan maksimal.

Kekuatan politik yang besar dan SDM yang berkualitas adalah aset yang harus dijaga sekalligus diwaspadai oleh Koalisi Merah Putih. Pendukung Prabowo-Hatta harus tetap pada tekadnya, solid dan di luar pemerintahan. Koalisi Merah Putih wajib menjaga anggotanya untuk berada dalam jalur yang sudah disepakati. Hal itu disebabkan kemungkinan besar Tim Jokowi-JK akan terus membuka diri dan mengajak orang-orang dari Koalisi Merah Putih untuk menjadi pendukung pemerintahannya. Mereka bisa jadi terus berupaya “merayu” partai-partai maupun individu-individu yang berada dalam Koalisi Merah Putih. Satu orang saja yang terayu oleh Tim Jokowi-JK, itu sudah menandakan bahwa Koalisi Merah Putih terancam soliditasnya dan mulai meluncur ke arah kemunafikan yang memperburuk citra politisi.

Semua orang tahu jika Jokowi-JK membentuk pemerintahan dengan orang-orang berkualitas jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang-orang di Koalisi Merah Putih, pemerintahan akan tidak selancar yang diharapkan. Pemerintahannya akan mendapatkan kritikan yang keras dari SDM Koalisi Merah Putih yang memiliki data dan daya analisa yang lebih baik dan itu akan “mengganggu” sekali. Oleh sebab itu, sangat wajar jika Tim Jokowi-JK mencoba mengajak SDM yang ada di Koalisi Merah Putih untuk bergabung.

Pernyataan solid dan berada di luar pemerintahan yang ditandatangani para pemimpin partai adalah sebuah “kemenangan” tersendiri bagi Koalisi Merah Putih. Jaga kemenangan itu agar tetap menang.

Bukankah pernyataan itu keluar karena Koalisi Merah Putih memiliki banyak hal dibandingkan dengan Tim Jokowi-JK? Bukankah pernyataan itu keluar dari idealisme yang tinggi?

Kalau terayu oleh Tim Jokowi-JK, baik partainya maupun individunya, Koalisi Merah Putih berarti menderita kekalahan dua kali. Pertama, kalah dalam Pilpres. Kedua, kalah dalam mempertahankan keyakinan dan idealisme.

Kalau banyak program yang bermanfaat dari Koalisi Merah Putih selama pemerintahan SBY yang ingin dikembangkan oleh Jokowi-JK, berikanlah program itu dengan senang hati. Akan tetapi, biarkanlah Jokowi-JK yang melanjutkannya sendiri, tidak perlu ikut lagi mengerjakannya. Biarkanlah Jokowi-JK yang harus membuktikan diri merampungkan program-program itu hingga berhasil. Kemudian, kembali pada posisi sebagai oposisi.

Koalisi Merah Putih harus tegar dalam posisinya sebagai oposisi dan memberikan berbagai teguran serta kritikan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Jika Koalisi Merah Putih tetap pada keyakinan dan idealismenya, Allah swt, rakyat, dan sejarah akan mencatat bahwa Indonesia memiliki kekuatan penyeimbang yang hebat dan berkualitas.

Memang benar politisi PDI-P menyatakan bahwa sikap oposisi itu biasa saja karena mereka pun pernah menjadi oposisi, tetapi apakah sikapnya itu berpengaruh langsung kepada masyarakat? Apakah masyarakat merasakan manfaat PDI-P dalam posisinya sebagai oposisi saat itu? Tidak banyak yang tahu. Mereka mungkin bekerja keras dalam sikapnya itu secara positif, tetapi sejauh mana orang tahu, mengerti, terwakili, dan menikmati hasil kerjanya? Kurang terekspos. Masyarakat awam hanya tahu sikap PDI-P seperti itu disebabkan perseteruan yang terjadi antara Megawati dan SBY, bukan karena idealisme maupun visi dan misi, apalagi program kerja.

Koalisi Merah Putih jauh lebih besar dari PDI-P. Oleh sebab itu, Koalisi Merah Putih harus menunjukkan manfaatnya secara nyata dan terasa oleh rakyat. Koalisi Merah Putih bersikap seperti itu karena idealisme. Sikap itu akan menjadi teladan masyarakat karena negeri ini membutuhkan orang-orang yang setia pada idealisme, bukan yang setia pada uang, oportuniti, jabatan, kekuasaan, dan segala hal yang sifatnya temporer duniawi.


Tetaplah Koalisi Merah Putih dalam keyakinannya dan biarkan Jokowi-JK mewujudkan janjinya kepada rakyat Indonesia.

No comments:

Post a Comment