oleh
Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Suka atau tidak, pemenang
Pilpres 2014 adalah Jokowi-JK. Itu sudah keputusan final yang sangat sulit
untuk diubah. Setuju atau tidak, Jokowi adalah Presiden RI ke-7 dan Jusuf Kalla
adalah Wakil Presiden RI ke ... ke berapa coba? Ayo tebak! Nggak hapal kan?
Pasti nggak hapal karena kurang menghargai sejarah bangsa. Ke-12 tahu! Jumlah
Wapres RI aja nggak hapal, apalagi kalau diminta menyebut namanya satu per satu
dari Wapres ke-1 sampai ke-12, lebih nggak ngerti lagi.
Untuk menjadi pelayan rakyat selama lima tahun ke depan,
jelas memerlukan tim solid yang cerdas, cekatan, berdaya kerja tinggi, dan bla
... bla ... bla .... Jokowi-JK memerlukan orang-orang berkualitas dalam
pemerintahannya untuk mewujudkan janji-janjinya sekaligus menunaikan amanat
Pembukaan UUD 1945. Orang-orang hebat berkualitas itu banyak sekali yang berada
dalam Koalisi Merah Putih. Tak heran banyak pihak terkejut dan mungkin agak
gusar dengan pernyataan Koalisi Merah Putih yang bertekad solid dan berada di
luar pemerintahan. Jokowi-JK sendiri tampak terkejut menyaksikan pernyataan
tersebut. Hal itu bisa dilihat dari raut muka pasangan Jokowi-JK pada saat
konferensi pers pasca-keputusan MK dan pasca-konferensi pers Koalisi Merah
Putih. Saya memang bukan ahli gesture atau
ahli psikologi, tetapi saya juga manusia yang setiap hari bertemu dengan banyak
orang. Saya secara umum mampu menafsirkan kondisi orang dari wajahnya ketika
bertemu. Wajah seseorang itu bisa menunjukkan kondisi yang terjadi saat itu,
apakah sedang terkejut, kaget, bergembira, sedih, galau, ceria, dan sebagainya.
Saya kira kita semua juga tahu hal-hal itu walaupun tidak mendetail seperti
para ahli ilmu jiwa.
Jelas sekali keterkejutan Jokowi-JK saat itu. Berbeda
sekali wajah Jokowi saat hari H Pilpres yang tampak penuh semangat dan gembira
karena quick count berpihak padanya.
Ia merasa sangat yakin menang meskipun pemilihan belum usai. Mereka sadar dan
semua tahu bahwa untuk menjalankan pemerintahan tidak bisa sendiri, membutuhkan
elemen bangsa yang berkompeten. Orang-orang yang berkompeten itu banyak sekali yang
berada dalam Koalisi Merah Putih. Bahkan, dengan cara berlebihan dan bombastis,
saya bisa mengatakan bahwa Jokowi-JK akan kesulitan menjalankan pemerintahan
tanpa orang-orang dari Koalisi Merah Putih. Oleh sebab itu, tak heran jika
Jokowi mengatakan bahwa Prabowo-Hatta itu adalah sahabatnya. Demikian pula
Jusuf Kalla yang berharap agar tak terjadi lagi upaya hukum lanjutan urusan
Pilpres 2014. Ia berharap dan mengajak agar semuanya bersama-sama membangun
bangsa. Kata-kata itu bisa ditafsirkan sebagai sikap membuka diri sekaligus
mengajak Koalisi Merah Putih untuk bersama-sama menjalankan roda pemerintahan.
Orang-orang mengerti benar bahwa di dalam Koalisi Merah
Putih di samping memiliki banyak orang berkualitas, juga memiliki kekuatan
politik yang sangat besar serta berpotensi “mengganggu” pemerintah yang
berakibat menurunkan wibawa pemerintah dan menurunkan kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah. Para ilmuwan boleh mengatakan bahwa sikap oposan yang
dibangun oleh Koalisi Merah Putih jangan diartikan untuk mengganggu. Saya
mengatakan Koalisi Merah Putih akan mengganggu karena memang harus mengganggu.
Gangguan itulah yang seharusnya dilakukan.
Bagaimana
tidak akan mengganggu?
Yang
namanya kontrol, pengawasan, second
opinion, dll. Itu merupakan gangguan untuk pemerintah. Akan tetapi,
gangguan itu harus bernilai positif, konstruktif, bukan destruktif.
Kalau
nanti pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan kebijakan yang tidak prorakyat,
malahan pro-segelintir orang, lebih jauh lagi hanya menguntungkan kepentingan
bangsa asing dengan mengeruk hak-hak rakyat, lebih parah lagi menggerus
kedaulatan bangsa dan negara, apakah tidak boleh diganggu?
Kalau
nanti pemerintahan Jokowi-JK bekerja lamban dan hanya menikmati kekuasaannya,
apakah tidak boleh diganggu?
Kalau
nanti pemerintahan Jokowi-JK ternyata korup, apakah tidak boleh diganggu?
Jokowi-JK
wajib diganggu sampai pemerintahan kembali pada relnya yang benar dengan
kecepatan maksimal.
Kekuatan
politik yang besar dan SDM yang berkualitas adalah aset yang harus dijaga
sekalligus diwaspadai oleh Koalisi Merah Putih. Pendukung Prabowo-Hatta harus
tetap pada tekadnya, solid dan di luar pemerintahan. Koalisi Merah Putih wajib
menjaga anggotanya untuk berada dalam jalur yang sudah disepakati. Hal itu
disebabkan kemungkinan besar Tim Jokowi-JK akan terus membuka diri dan mengajak
orang-orang dari Koalisi Merah Putih untuk menjadi pendukung pemerintahannya.
Mereka bisa jadi terus berupaya “merayu” partai-partai maupun individu-individu
yang berada dalam Koalisi Merah Putih. Satu orang saja yang terayu oleh Tim
Jokowi-JK, itu sudah menandakan bahwa Koalisi Merah Putih terancam soliditasnya
dan mulai meluncur ke arah kemunafikan yang memperburuk citra politisi.
Semua
orang tahu jika Jokowi-JK membentuk pemerintahan dengan orang-orang berkualitas
jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang-orang di Koalisi Merah Putih,
pemerintahan akan tidak selancar yang diharapkan. Pemerintahannya akan
mendapatkan kritikan yang keras dari SDM Koalisi Merah Putih yang memiliki data
dan daya analisa yang lebih baik dan itu akan “mengganggu” sekali. Oleh sebab
itu, sangat wajar jika Tim Jokowi-JK mencoba mengajak SDM yang ada di Koalisi
Merah Putih untuk bergabung.
Pernyataan
solid dan berada di luar pemerintahan yang ditandatangani para pemimpin partai
adalah sebuah “kemenangan” tersendiri bagi Koalisi Merah Putih. Jaga kemenangan
itu agar tetap menang.
Bukankah
pernyataan itu keluar karena Koalisi Merah Putih memiliki banyak hal
dibandingkan dengan Tim Jokowi-JK? Bukankah pernyataan itu keluar dari
idealisme yang tinggi?
Kalau
terayu oleh Tim Jokowi-JK, baik partainya maupun individunya, Koalisi Merah
Putih berarti menderita kekalahan dua kali. Pertama,
kalah dalam Pilpres. Kedua, kalah
dalam mempertahankan keyakinan dan idealisme.
Kalau
banyak program yang bermanfaat dari Koalisi Merah Putih selama pemerintahan SBY
yang ingin dikembangkan oleh Jokowi-JK, berikanlah program itu dengan senang
hati. Akan tetapi, biarkanlah Jokowi-JK yang melanjutkannya sendiri, tidak
perlu ikut lagi mengerjakannya. Biarkanlah Jokowi-JK yang harus membuktikan
diri merampungkan program-program itu hingga berhasil. Kemudian, kembali pada
posisi sebagai oposisi.
Koalisi
Merah Putih harus tegar dalam posisinya sebagai oposisi dan memberikan berbagai
teguran serta kritikan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Jika Koalisi
Merah Putih tetap pada keyakinan dan idealismenya, Allah swt, rakyat, dan
sejarah akan mencatat bahwa Indonesia memiliki kekuatan penyeimbang yang hebat
dan berkualitas.
Memang
benar politisi PDI-P menyatakan bahwa sikap oposisi itu biasa saja karena
mereka pun pernah menjadi oposisi, tetapi apakah sikapnya itu berpengaruh
langsung kepada masyarakat? Apakah masyarakat merasakan manfaat PDI-P dalam
posisinya sebagai oposisi saat itu? Tidak banyak yang tahu. Mereka mungkin
bekerja keras dalam sikapnya itu secara positif, tetapi sejauh mana orang tahu,
mengerti, terwakili, dan menikmati hasil kerjanya? Kurang terekspos. Masyarakat
awam hanya tahu sikap PDI-P seperti itu disebabkan perseteruan yang terjadi
antara Megawati dan SBY, bukan karena idealisme maupun visi dan misi, apalagi
program kerja.
Koalisi
Merah Putih jauh lebih besar dari PDI-P. Oleh sebab itu, Koalisi Merah Putih
harus menunjukkan manfaatnya secara nyata dan terasa oleh rakyat. Koalisi Merah
Putih bersikap seperti itu karena idealisme. Sikap itu akan menjadi teladan
masyarakat karena negeri ini membutuhkan orang-orang yang setia pada idealisme,
bukan yang setia pada uang, oportuniti, jabatan, kekuasaan, dan segala hal yang
sifatnya temporer duniawi.
Tetaplah
Koalisi Merah Putih dalam keyakinannya dan biarkan Jokowi-JK mewujudkan
janjinya kepada rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment