oleh TomFinaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Indonesia telah melaksanakan
sistem politik rendahan, kampungan, terburuk yang namanya demokrasi, dan Pilpres 2014 yang menyedot banyak energi telah usai
yang dikukuhkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan
kubu Prabowo-Hatta atau Koalisi Merah Putih. Itu artinya pasangan Jokowi-Jusuf
Kalla yang harus bertanggung jawab untuk melayani seluruh rakyat Indonesia
dalam lima tahun ke depan. Itu sudah pasti.
Kalaupun
ada upaya hukum lain dari Tim Prabowo-Hatta, itu soal lain, soal yang berbeda.
Upaya hukum berikutnya bisa dipandang positif, bisa pula negatif. Secara
positif, upaya hukum lanjutan bisa merupakan warning atau pelecut bagi
penyelenggara Pemilu untuk lebih jujur dan profesional. Secara negatif, hal itu
bisa dipandang sebagai kemarahan atas ketidakpuasan serta mengganggu
kondusivitas politik bangsa. Baik dipandang positif maupun negatif, upaya hukum
lanjutan tidaklah salah untuk dilakukan dan itu merupakan hak setiap warga
untuk mengajukannya di samping kewajiban negara untuk menyelesaikannnya secara
adil dan bijaksana penuh hikmah.
Hal
menarik adalah beberapa saat pasca-keputusan MK yang menolak gugatan
Prabowo-Hatta sekaligus melenggangkan Jokowi-JK ke istana, Koalisi Merah Putih
tetap pada pandangannya dan menerima keputusan MK dengan perasaan tidak
mendapatkan keadilan secara utuh. Kesediaan untuk menerima keputusan MK walaupun dengan
hati berat adalah tindakan terpuji yang patut mendapat acungan jempol. Sikap
itu adalah sikap orang-orang cerdas, terpelajar, dan mencintai bangsanya.
Kecerdasan
dan kehebatan Koalisi Merah Putih bertambah-tambah dengan menyatakan dirinya
solid serta bertekad berada di luar pemerintahan sebagai check and balances, oposisi, kekuatan penyeimbang, dan pengontrol
aktif yang konstruktif, tidak destruktif. Kemuliaan sikap Koalisi Merah Putih
memaksa saya mengacungkan dua jempol ditambah senyum gembira. Hal itu disebabkan mereka memiliki keyakinan dan idealisme yang tidak bisa ditawar-tawar, kukuh.
Apalagi dengan menyandarkan tekad pada ucapan Proklamator RI, “Lebih baik makan gaplek daripada makan bistik, tetapi
berada di bawah kekuasaan bangsa lain.”
Akan
tetapi, kedahsyatan Koalisi Merah Putih akan jatuh secara drastis menjadi kemunafikan tingkat tinggi manakala
pernyataan mereka itu hanya sebuah bentuk kekesalan sesaat akibat dari
kekalahan di gedung MK. Kemunafikan itu terjadi jika mereka tidak solid dan
mulai memasuki lingkaran pemerintah, kekuasaan. Apapun alasan mereka,
bagaimanapun bahasa manis yang akan keluar dari mereka, misalnya, demi bangsa dan negara, untuk persatuan,
kepentingan rakyat, tetap saja itu datang dari jiwa yang palsu jika merapat
pada pemerintahan Jokowi-JK. Jika itu terjadi, semakin mengukuhkan keyakinan
saya beserta orang-orang lain yang sekeyakinan dengan saya bahwa demokrasi itu melahirkan orang-orang munfaik.
Ganti saja namanya dengan Koalisi Munafik
Berat.
Bukankah
tekad solid dan pernyataan berada di luar pemerintahan itu ditandatangani unsur
pimpinan dari setiap partai yang berada dalam Koalisi Merah Putih?
Sudah
100% benar solid dan berada di luar pemerintahan. Hal itu di samping memiliki
harga diri yang nyata, juga mencintai bangsa dengan tidak mengkhianati para
pemilih yang setia.
Kita
lihat mereka nanti, jadi munafikkah? Atau terhormatkah?
No comments:
Post a Comment