oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ada banyak orang yang masih
dendam dan tersudut akibat huru-hara politik masa lalu, terutama yang terkait
dengan Partai Komunis Indonesia. Banyak mantan dan keturunan anggota atau
simpatisan PKI yang merasa diperlakukan tidak adil dan biadab. Akan tetapi,
banyak pula yang merasa dirugikan dan teraniaya oleh perilaku PKI. Jadi, kalau setiap
pihak mau minta keadilan, sejarah harus kembali dibuka sejujur-jujurnya,
seteliti-telitinya, dan ditulis dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah yang
bernilai akademis. Jangan hanya klaim sana-klaim sini. Semuanya harus terbuka
dan terang benderang.
Baik dibuka atau ditutup, sejarah kekacauan politik yang
mengakibatkan peristiwa penghinaan terhadap kemanusiaan itu merupakan wujud
dari kebodohan kita sebagai bangsa. Dari dulu sampai sekarang masih teramat
banyak orang bodoh di antara kita dan mungkin kita sendiri selalu memelihara
kebodohan itu dengan senang hati dan berbangga diri.
Apa kebodohan kita itu?
Kebodohan kita adalah kita selalu menganggap diri lebih
lemah, terbelakang, dan merasa diri lebih bodoh dibandingkan negara luar.
Adanya pemikiran komunis dan pemikiran liberal adalah
contoh teramat nyata bagaimana tololnya kita dengan mengganggap orang yang
berada di luar diri kita lebih hebat dibandingkan kita. Baik, komunis maupun
liberal-kapitalis adalah perilaku dan pemikiran yang berasal dari luar
Indonesia, bukan milik bangsa Indonesia. Kita hanya tidak percaya diri
menggunakan pikiran dan perilaku kita sendiri dalam berbangsa dan bernegara.
Kebodohan dan ketololan kita itu harus dibayar mahal
dengan banyaknya jatuh korban dan kehancuran sosial-ekonomi-kemanusiaan. Jadi,
jangan ulangi lagi kebodohan dan ketololan serupa itu atau bahkan
memperlihatkannya kembali dengan mengungkit-ungkit rasa sakit hati yang sepihak
tanpa mempertimbangkan bahwa orang lain juga banyak yang yang merasa sakit hati
karena perbuatan dan perilaku kita.
Bagaimana tidak bodoh dan tololnya kita dengan percaya
pada pemikiran komunis dan kapitalis. Kedua pemikiran dan perilaku itu adalah
berawal dan berujung pada perebutan uang, materi, benda, dan kedudukan. Semua
yang mereka perebutkan itu adalah hal-hal yang teramat rendah dalam pandangan
budaya asli bangsa Indonesia. Budaya original Indonesia sangatlah mengagungkan
ketuhanan dan kemanusiaan dari zaman ke zaman serta menempatkan uang, materi,
seks, kedudukan, dan kekuasaan berada di pinggir-pinggir kehidupan. Kita
menjadi jatuh dan tidak beradab karena ngikut-ngikut
bangsa lain yang gemar rebutan uang recehan. Kita ingin hidup sama brengseknya
dengan mereka dengan menjadikan uang, materi, seks, kedudukan, dan kekuasaan
adalah hal-hal yang utama dalam hidup, sedangkan ketuhanan dan kemanusiaan
dipinggirkan. Masyaallah.
Soekarno adalah orang yang sangat yakin dan bangga dengan
nilai-nilai bangsanya. Oleh sebab itu, ketika dunia dikuasai pikiran-pikiran
yang rendah semacam komunis dan liberal-kapitalis, Soekarno berupaya keras
menarik orang-orang Indonesia yang berpikiran komunis dan kapitalis untuk
berada bersama satu jalan untuk kepentingan Indonesia. Akan tetapi, sayang,
upayanya itu gagal karena memang komunis dan kapitalis adalah paham yang
tercipta untuk saling bertentangan. Kalaupun mereka sempat akur, sesungguhnya
jauh di dalam lubuk hati yang terdalam, mereka masih memendam permusuhan hingga
kini.
Komunis itu lahir karena keserakahan orang-orang
kapitalis. Mereka terus-menerus berebut hal-hal lahiriah yang justru akan
menimbulkan banyak persengketaan di muka Bumi.
Soekarno sesungguhnya telah berpayah-payah menerangkan
bahwa komunis tidak perlu memusuhi agama Islam karena sesungguhnya yang membuat
komunis menjadi antiagama dan anti-Tuhan adalah para pendeta gereja yang korup,
bukan ulama Islam dan kaum muslimin. Ketika para buruh komunis merasa teraniaya
oleh para pengusaha kapitalis, pendeta dan gereja adalah pihak yang paling
diharapkan para buruh untuk menegakkan keadilan dan mencurahkan kasih sayang.
Akan tetapi, gereja-gereja itu para pendetanya sudah disuap oleh para pengusaha
untuk membela kepentingan kapitalis. Pendeta-pendeta korup itu pun kemudian
menuduh komunis sebagai tidak beragama dan hidup hanya menyandarkan pada
pikiran, bukan keimanan. Akibatnya, para buruh itu pun putus asa. Mereka tidak
mendapatkan pertolongan gereja untuk membela kesusahan yang dideritanya.
Akhirnya, mereka pun menegaskan diri bahwa “Tuhan tidak ada” dan “agama adalah
candu”.
Dari sejarah itu, Soekarno berupaya keras meyakinkan
bahwa Islam adalah bukan agama para pendeta korup itu. Islam dengan komunis
memiliki semangat yang sama dalam memerangi ketidakadilan, keserakahan, dan
kemungkaran. Akan tetapi, orang-orang komunis memang “bebal dan bandel”. Mereka
tidak mendengar apa yang dinasihatkan Soekarno. Mereka tetap memusuhi Islam
sampai hari ini. Itu tandanya mereka adalah orang-orang bodoh.
Soekarno pun berletih-letih meyakinkan orang-orang Islam
agar tidak memusuhi komunis karena sesungguhnya komunis bisa berteman dengan
Islam dalam memerangi ketidakadilan, keserakahan, dan kejahatan kapitalis. Akan
tetapi, orang-orang Islam terlalu mempercayai omongan para pendeta korup yang
memfitnah komunis. Orang-orang Islam pun kemudian anti terhadap komunisme.
Sikap antikomunis dari orang-orang Islam pun diperparah oleh kenyataan yang
memang menunjukkan bahwa orang-orang komunis terus memusuhi Islam, baik dengan
kata-kata, perangai, perilaku, maupun penyerangan keji.
Permusuhan dan rasa saling curiga ini sudah sangat sulit
diperbaiki sehingga Soekarno mengatakan, “Sudah sempurnalah perselisihan faham.”
Inilah yang saya maksudkan dengan “kebodohan yang tidak
perlu diperlihatkan”. Orang-orang komunis bodoh karena menyamakan Islam dengan gereja
yang dipenuhi pendeta korup itu. Kemudian, melakukan penghinaan dan penyerangan
keji. Orang-orang Islam pun bodoh karena menyandarkan pendapat pada pendapat
pendeta-pendeta korup pembela kapitalis itu. Kemudian, memunculkan semangat
antikomunis.
Seandainya PKI mau berpikir lebih matang, akan terlihat
jelas bahwa Islam adalah partner yang sangat tepat dalam memerangi
ketidakadilan. Seandainya kaum muslimin dapat lebih mempelajari hal-ihwal
kemunculan dan penderitaan komunisme, akan tampak nyata bahwa PKI adalah pihak
yang dapat digunakan untuk memerangi keserakahan dan kezaliman orang-orang
kafir. Akan tetapi, apa mau dikata nasi sudah menjadi bubur dan bubur itu basi
yang tidak bisa lagi dibumbui dengan kacang, kecap, daging, dan kerupuk.
Karena komunisme yang tidak mau juga mengerti bahwa Islam
berbeda dengan keyakinan pendeta-pendeta korup itu, permusuhan pun semakin
sengit. Hal itu membuat kaum muslimin Indonesia gusar dan kesal bukan main.
Oleh sebab itu, ketika terjadi G-30-S, kemarahan kaum muslimin benar-benar
sampai puncaknya. Mereka bersama penguasa saat itu memuntahkan amarahnya karena
penghinaan orang-orang ateis terhadap Allah swt, Muhammad saw, dan Islam serta
penyerangan-penyerangan kejinya. Tak ayal, terjadi pembantaian dan penyingkiran
terhadap orang-orang komunis. Itu adalah sejarah yang tak bisa dibantah.
Bisa kita lihat bukan bagaimana bodohnya kita saat itu?
PKI begitu percaya terhadap komunisme yang datang dari
luar Indonesia. Kaum muslim Indonesia pun sangat percaya terhadap pendapat
pendeta-pendeta korup yang disuap kapitalis asing. Pendek kata, pemikiran-pemikiran
rendah dunia di luar Indonesia yang merembes ke dalam bangsa Indonesia telah
menjadikan kita semrawut dan kacau-balau.
Tidak bisa kita lihatkah bahwa mempercayai pikiran dan
perilaku orang asing telah mengundang malapetaka yang teramat dahsyat?
Sampai kapan kita akan terus percaya dan berbangga diri
dengan pikiran dan perilaku asing?
Bodoh kok dipelihara!
Pikiran dan perilaku luar itu telah membuat kita
kehilangan arah. Kita adalah korban dari kesalahan kita sendiri. Mereka yang
PKI adalah saudara kita sendiri. Mereka yang muslim adalah saudara kita juga.
Kita adalah saudara sebangsa dan setanah air. Kita bermusuhan karena
pikiran-pikiran asing dan hasutan-hasutan asing. Kita adalah sama-sama korban tragedi
kemanusiaan akibat terlalu percaya omongan orang-orang asing dan menganggap
diri lebih rendah dan bodoh. Akibatnya, kita benar-benar bodoh.
Kecerdasan kita terletak pada keyakinan kita terhadap
Pancasila. Dengan memahami Pancasila, kita akan benar-benar didorong untuk
cerdas otak, cerdas hati, dan cerdas berperilaku.
Hentikan meneruskan permusuhan dan meminta keadilan atas
peristiwa itu karena kita hanya akan menampakkan diri sebagaimana orang-orang
bodoh yang mempertahankan kebodohan. Sejarah yang terjadi memang keji dan
menyakitkan, tetapi itu terjadi karena kesalahan kita dalam berpikir, berkata-kata,
bersikap, berperilaku, dan melakukan pemihakan.
Semoga pada masa depan, kita benar-benar menjadi
manusia-manusia yang Pancasilais. Amin.