oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Mengapa marah dengan
pembakaran hutan?
Mengapa harus bersedih
dengan kabut asap hasil dari pembakaran itu?
Mengapa orang-orang
menyalahkan mereka yang sedang berusaha mencari nafkah dari hutan dengan cara membakar?
Bukankah kita mendidik
manusia agar menjadi orang yang banyak uang? Tinggi kedudukannya? Punya banyak
akal dalam bersaing berebut materi? Memanfaatkan alam untuk kepentingan
manusia?
Siapa bilang membakar hutan
bukan untuk kepentingan manusia?
Mereka cari uang untuk
kemakmuran diri, perusahaan, karyawannya, dan orang-orang yang terlibat bekerja
sama dengan mereka. Plus, mereka juga berusaha membayar pajak dari usahanya
itu. Normal toh?
Perilaku pembakaran hutan
itu sebenarnya merupakan buah dari hasil pendidikan yang kita gunakan selama
ini. Hal itu disebabkan kita terlalu bangga dengan pendidikan di negara-negara
barat dan banyak mengadopsinya. Hal yang lebih parah adalah kita meminggirkan
nilai-nilai luhur Indonesia yang sudah tertanam ribuan tahun dan mampu membuat
masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya.
Hal yang pernah saya
sampaikan sebagai kesalahan fatal kita dalam mendidik bangsa adalah dengan
menyandarkan pendidikan bangsa pada pendidikan yang diberikan oleh orang-orang
barat. Hal itu memang bisa dipahami karena orang-orang barat telah menulis
banyak materi pendidikan dalam berbagai buku sehingga mudah dicari, dipelajari,
dan dipahami. Adapun pendidikan yang diberikan oleh nenek moyang Indonesia,
masih berceceran dalam tutur kata para orang tua dan belum tertata dengan baik
dalam bentuk buku dengan disusun dalam tatabahasa dan tatakata sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmiah yang mudah dipahami.
Kesalahan pendidikan yang
diadopsi dari pengetahuan barat adalah menyatakan “dunia dan alam seisinya
adalah untuk kepentingan umat manusia”. Pengetahuan itu menyebabkan seluruh energi
manusia digunakan untuk mengeksplorasi alam sebesar-besarnya untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Itu adalah kesalahan! Kita bisa lihat dan rasakan
sendiri akibat dari pengetahuan yang salah itu. Karena kita menggerus alam
dengan pongah, alam pun melakukan perlawanan terhadap kita berupa
ketidakseimbangan dalam kehidupan yang terwujud dalam berbagai bencana.
Memang ada aturan agar
lingkungan hidup tetap terjaga dan lestari, tetapi itu hanya sekedar aturan yang biasanya “ingin”
dilanggar. Hal itu disebabkan orang-orang tidak menyadari pentingnya menjaga
alam dan hanya menganggap berbagai aturan itu sebagai hukum manusia yang
membatasi manusia dalam mengeksplorasi alam. Mereka tidak menganggap bahwa
aturan itu dibuat untuk kepentingan manusia sendiri agar tidak mendapatkan “kemarahan”
dari alam.
Pendidikan yang disampaikan
oleh nenek moyang Indonesia adalah jauh lebih bermutu dan berjiwa. Mereka
mengajarkan banyak kebaikan di antara manusia, keseimbangan kehidupan, tetap
menjalin keserasian dengan alam, dan tetap mendorong manusia untuk selalu
berbuat, berkarya, dan bercita-cita tinggi. Persoalannya adalah pengetahuan
yang berasal dari nenek moyang kita hanya berupa tutur kata dan malahan
tersembunyi dalam banyak syair yang tidak mudah dipahami. Oleh sebab itu,
diperlukan banyak upaya untuk menerjemahkan pendidikan dari nenek moyang kita
dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah untuk dipahami.
Pengetahuan-pengetahuan itu sangat berguna dan bermutu, bahkan berjiwa mulia
dalam mendorong manusia untuk maju dan berrkembang, tetapi tetap hidup harmonis
dengan alam dan bermitra dengan lingkungannya. Jadi, kita tidak akan
menciptakan generasi-generasi yang berusaha menggali kekayaan alam, tetapi
generasi-generasi yang berusaha harmonis dan bermitra dengan alam. Dengan
demikian, tak akan ada lagi pembakaran hutan dan penambangan yang menimbulkan
bencana karena sebelum melakukan sesuatu akan dipikirkan dengan matang dan
dirasakan dengan saksama. Para orang tua kita bahkan sebelum membangun rumah,
jalan, atau jembatan, terbiasa melakukan ritual-ritual tertentu, seperti,
puasa, mati geni, atau meditasi untuk mendapatkan keseimbangan alam.
Sudah saatnya kita menggali pengetahuan dari kearifan lokal kita agar tidak durhaka kepada alam, tidak membuat marah Tuhan dengan keserakahan, serta tidak membiarkan kita bermusuhan dengan alam. Bermitra dengan alam adalah lebih baik dibandingkan dengan berupaya menguasai alam. Itulah Indonesia!
No comments:
Post a Comment