Tuesday, 5 March 2024

Masih Bingung dengan Hasil Quick Count

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Pada beberapa tulisan yang lalu saya sudah menjelaskan bahwa yang namanya survey, quick count atau hitung cepat, exit poll, dan lain sebagainya adalah ilmu yang diajarkan minimal pengantarnya ada di mata kuliah Metode Penelitian yang diajarkan di setiap perguruan tinggi. Akan tetapi, ilmu ini jarang digunakan masyarakat secara umum dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya, masyarakat melihatnya sebagai ilmu baru atau malah merupakan kegiatan yang diada-adakan hanya untuk kepentingan politik tertentu. Sebetulnya, tidak seperti itu. Ilmu ini di kalangan tertentu kerap digunakan untuk menjadi dasar mengambil kebijakan suatu perusahaan, negara, atau tindakan tertentu agar tepat sasaran. Para pengusaha makanan biasanya berupaya mencari data atau pengetahuan tentang makanan apa yang disukai rakyat sehingga mereka mendapatkan pemahaman untuk memproduksi makanan apa yang layak dijual dan mendapatkan untung besar.

            Dalam dunia politik, sejarah survey ini bermula dari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu yang pada masa lalu diselenggarakan oleh pemerintah yang berkuasa di banyak negara. Para dosen dan akademisi berkumpul, berpikir untuk melakukan perlawanan terhadap kecurangan ini. Digunakanlah metode-metode penelitian yang lebih cepat untuk mengontrol hasil pemilihan politik. Jika hasil pemilihan yang dilakukan pemerintah berbeda jauh dengan hasil survey atau quick count, para peneliti mengambil kesimpulan telah terjadi kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan politik. Apabila hasilnya tidak terlalu jauh yang biasanya antara 1 s.d. 5 persen, hasilnya masih bisa ditolerir dan masih berada dalam koridor ilmu pengetahuan. Jika terlalu jauh, itu sudah melewati batas pengetahuan yang dalam arti terjadi kejahatan dalam pemilihan politik.

            Hal ini dapat terlihat jelas dalam pemilihan presiden Filipina Ferdinand Marcos yang selalu menang dalam Pemilu, padahal rakyat sudah tidak menyukainya. Oleh sebab itu, para ahli melakukan metode survey untuk mengontrol pemerintah Filipina. Hasilnya, mengejutkan. Di dalam survey, Marcos tidak disukai dan kalah dalam pemilihan, tetapi pemerintah Filipina menyatakan bahwa Marcos menang. Rakyat yang sudah muak dan memang mayoritas tidak memilih Marcos, tidak mempercayai pemerintah, tetapi lebih mempercayai hasil survey. Terjadilah aksi massa yang menurunkan dan meruntuhkan pemerintahan Marcos. Filipina pun mengalami kegoncangan politik karena rakyat tak percaya lagi pemerintahnya.

            Demikianlah sedikit sejarah survey, quick count, exit poll, atau yang lainnya. Jadi, metode perhitungan seperti itu digunakan untuk mengontrol hasil Pemilu agar sesuai dengan kehendak rakyat. Jadi, salah total jika ada yang mengatakan bahwa survey atau quick count itu dirancang untuk melakukan kecurangan karena sejarahnya tidak seperti itu, juga karena metode, narasumber, sumber data, sampel, kriteria, dan sebagainya yang dilakukan untuk melakukan survey harus juga dilampirkan dan dilaporkan kepada masyarakat. Di samping itu, satu lembaga survey dapat ditantang lagi oleh lembaga survey yang lainnya jika terjadi perbedaan yang terlalu jauh. Hal ini akan menjadi pertarungan ilmu pengetahuan dan menjatuhkan kebohongan.

            Memang ada mereka yang mengaku sebagai lembaga survey, tetapi hasilnya sangat lucu karena tidak jelas metodenya, siapa yang melakukannya, apa sumber datanya, di mana lokasinya, jumlah data, dan apa saja pertanyaan yang digunakan untuk bahan angket sehingga menjadi data sah untuk dijadikan acuan. Lembaga-lembaga seperti ini hanya muncul satu atau dua kali untuk seterusnya mati dan tidak dikenal lagi karena dia menjatuhkan nama baiknya sendiri dengan cara berdusta.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment