Thursday, 20 June 2024

Pahala Besar untuk Pengirim Hewan Kurban Babi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ada kejadian unik di seputar perayaan Idul adha kali ini. Satu masjid di Papua dikirimi hewan babi untuk dikurbankan saat Idul Adha 2024 ini. Babi dikirimkan oleh pengirimnya langsung menggunakan mobil pikap. Tentu saja, Sang Ustadz, santri Lirboyo, yang ditugaskan menjadi guru di Papua ini senyum-senyum sambil bingung, garuk-garuk dagunya. Fotonya saya dapatkan dari Tribun Jambi – Tribun News.

            Setelah dicek, ternyata pengirimnya adalah seorang mualaf yang baru saja masuk Islam. Dia punya semangat beribadat dan berbuat baik yang tinggi. Oleh sebab itu, ketika mengetahui ada Hari Raya Idul Adha, segera ikut serta dengan mengirimkan hewan kurban. Sayangnya, dia belum tahu binatang apa saja yang disyaratkan boleh dijadikan hewan kurban. Karena ketidaktahuannya itulah dia mengirimkan babi.


Babi untuk Kurban (Foto: Tribun Jambi - Tribun News)


            Jamaah di sana segera saja menggoda Ustadz, “Gimana nih, Pak Ustadz?”

            Malah teman pengirim babi itu menggoda pengirimnya, “Wah, bagus nih buat mas kawin.”

            Tidak jelas akhir kisah ini karena tak ada berita selanjutnya. Bisa jadi babi itu ditukar dengan hewan lain atau dijual, kemudian uangnya dibelikan kambing. Saya tidak tahu.

             Bagi saya, insyaallah, pengirim babi itu mendapatkan pahala besar dari Allah swt karena semangatnya beribadat dan berbagi dengan sesama. Soal salah hewan kurban, itu soal pengetahuan yang belum sampai saja, tetapi hatinya sudah tulus untuk menjalankan kewajiban seorang Islam. Insyaallah, Allah swt menerima ketulusan hatinya. Dia malah lebih baik dibandingkan orang yang paham Islam dan memiliki kemampuan berkurban, tetapi tidak berkurban. Toh, meskipun hewan kurbannya benar, darah dan dagingnya tidak akan sampai kepada Allah swt. Hal yang sampai kepada Allah swt adalah keikhlasan dan kesucian hati orang-orang yang berkurban itu.

            Kita doakan agar dia menjadi seorang muslim yang baik dan akan lebih baik lagi dalam menjalankan Islam.

            Sampurasun.

Monday, 17 June 2024

Menanti Para “Cucu Nabi” ke Palestina

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Setelah pemerintahan Presiden RI Jokowi memerintahkan Presiden Terpilih RI Prabowo Subianto untuk ikut cawe cawe di Timur Tengah, khususnya di Palestina, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) segera menyiapkan pasukan dan memfasilitasi prajuritnya untuk berangkat ke Palestina sebagai pasukan perdamaian. Untuk melengkapi dalam melaksanakan tugasnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mempersilakan rakyat Indonesia untuk berpartisipasi dalam membantu Palestina. Masyarakat Indonesia tentunya atas nama Negara Indonesia bersama TNI setelah mendapatkan restu atau mandat dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bisa segara berangkat dan memulihkan keamanan di Palestina, terkhusus di jalur Gaza.


(Foto: Vidio)


            Inilah kesempatan yang sangat tepat bagi orang-orang yang suka mengaku-aku “cucu nabi” untuk membuktikan dirinya bahwa mereka adalah benar-benar orang Islam yang mulia dan mampu berpartisipasi aktif dalam membantu rakyat Palestina. Warga Palestina mayoritas adalah umat “kakeknya” yang artinya cucu kakeknya ini harus sayang kepada umat kakeknya. Sekarang orang-orang bersenjata dari Indonesia di bawah payung TNI memberikan kesempatan kepada rakyat sipil untuk bersama membantu umat kakek mereka itu di Palestina. Ini adalah kesempatan yang baik untuk membuktikan bahwa para pengaku cucu nabi itu benar-benar orang yang berguna dan menguntungkan umat Islam, bukan mengambil keuntungan dari umat Islam.

            Daripada terus-terusan bertengkar dengan para penggugatnya yang tidak mempercayai mereka sebagai cucu nabi, mendingan buktikan diri sebagai orang berani dan hebat bernyali membantu rakyat Palestina di tanah konflik perang. Umat Islam sudah mulai runtuh kepercayaannya kepada mereka yang suka mengaku-aku sebagai cucu nabi karena di samping tidak ada bukti, juga banyak di antara mereka yang perilakunya jauh dari keteladanan Nabi Muhammad saw. Bukti jelas sebagai keturunan Nabi saw itu ada tiga, yaitu susunan nasab yang jelas tersambung dan tidak terputus; sertifikat internasional dari negara asal; hasil tes DNA. Di samping itu, harus terbukti dalam perilakunya sehari-hari mencerminkan kesucian Muhammad saw. Nah, sebagai pengaku “keturunan rasul”, buktikan dalam akhlak dalam membantu Palestina bersama TNI.

            Jika orang-orang yang gemar mengaku cucu nabi ini daftar dan berangkat bersama TNI ke Palestina, meskipun tidak punya ketiga bukti yang tadi disebutkan, umat akan menghormatinya sebagai orang berani dan punya kepedulian terhadap umat Islam di Palestina. Kalau tidak, umat punya penilaian sendiri terhadap kalian.

            Ilustrasi saya dapatkan dari Vidio.

            Begitu ya.

            Sampurasun.

Friday, 14 June 2024

Beda Soeharto dan Jokowi Soal Tenaga Kerja

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Soeharto adalah Presiden ke-2 Indonesia, sedangkan Jokowi adalah Presiden ke-7 Indonesia. Keduanya memiliki keinginan yang sama-sama baik untuk rakyatnya. Mereka menginginkan rakyatnya memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak. Mereka berbuat sesuai dengan zamannya masing-masing dan kondisi negara pada masanya.

            Pada Zaman Soeharto, Indonesia baru membangun, uang masih sangat sedikit, lapangan kerja masih sangat sedikit, industri juga masih jauh dari banyak. Oleh sebab itu, Soeharto membolehkan rakyat Indonesia untuk berduyun-duyun bekerja di luar negeri. Pada era ini semakin marak dan santer istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan atau Tenaga Kerja Wanita (TKW). Banyak rakyat Indonesia yang berharap bekerja di luar negeri karena memang di dalam negeri sulit sekali pekerjaan. Bahkan, pemerintah Soeharto mendorong rakyat untuk bekerja di luar negeri dengan memujinya sebagai “Pahlawan Devisa” yang artinya pahlawan Indonesia yang datang dengan mata uang asing untuk dijadikan kas dan tabungan negara dalam bertransaksi dengan pihak luar negeri.

            Saya masih ingat perkataan Menteri Tenaga kerja RI saat itu, Abdul Latif, “Kita memfasilitasi rakyat untuk bekerja di luar negeri, yang penting mereka punya pekerjaan saja dulu.”

            Hal itu jelas menunjukkan bahwa konsentrasi pemerintah adalah “asal rakyat punya kerja” karena pemerintah belum mampu membuka lapangan kerja di dalam negeri untuk rakyatnya. Para boss, orang-orang kaya raya, para pemilik industri, dan uang itu ada di luar negeri. Jadi, rakyat harus bekerja kepada mereka untuk mendapatkan uang. Rakyat bekerja untuk mengejar uang di luar negeri.

            Berbeda dengan masa Jokowi. Pada zaman ini sudah mulai banyak masalah yang menimpa rakyat Indonesia yang bekerja di luar negeri dan negara punya program hilirisasi. Keadaan ini membuat Jokowi melakukan moratorium, pengurangan, bahkan pelarangan untuk bekerja di luar negeri di negara-negara tertentu. Jokowi malah sedikit membujuk rakyat untuk tetap berada di dalam negeri dengan menunjukkan berbagai keberhasilan pembangunan di Indonesia. Di samping itu, program hilirisasi semakin diperkuat. Jokowi dan Prabowo tentunya berusaha menarik para boss, orang-orang kaya raya, para pemiliki industri, dan uang-uang yang bejibun di luar negeri untuk masuk ke Indonesia. Pemerintah memberikan syarat kepada negara-negara maju yang menginginkan kekayaan alam Indonesia untuk membangun pabrik, industri, dan perusahaan di Indonesia. Demikian pula Jokowi dengan sangat tegas mewajibkan mereka membawa para ahlinya dan uang-uang mereka untuk berada di Indonesia. Jika mereka tidak mau, tidak ada proyek untuk mereka. Dengan demikian, rakyat Indonesia bisa bekerja kepada mereka di dalam negeri Indonesia sendiri. Rakyat tak perlu ke luar negeri untuk mencari uang, tetapi uang yang harus datang ke Indonesia untuk didapatkan oleh rakyat.

            Begitu perbedaan antara Soeharto dengan Jokowi dalam memberikan pekerjaan kepada rakyatnya. Soeharto mendorong rakyat untuk mendapatkan uang di luar negeri, sedangkan Jokowi memaksa asing untuk membawa uang ke dalam negeri untuk menggaji rakyatnya.

            Pekerjaan Soeharto dan Jokowi memang belum sempurna, masih perlu waktu dan perlu presiden-presiden baru untuk menyelesaikannya. Hal yang harus diingat adalah kita masih sangat lemah yang ditandai dengan kalau bekerja di luar negeri, orang asing adalah boss, sedangkan kita adalah kuli. Kalaupun orang-orang asing kaya itu datang ke Indonesia, mereka tetap yang menjadi boss, kita tetap kuli. Di luar ataupun di dalam negeri kita hanyalah kuli. Begitulah kita yang masih lemah karena pendidikan yang buruk dan perilaku korupsi yang juga masih sangat banyak.

            Mudah-mudahan tidak lama lagi kita yang menjadi boss dan orang asing yang menjadi kuli kita karena kita belajar dari orang-orang pintar, orang kaya, dan para pemiliki industri. Orang-orang hebat itu sekarang sedang memikirkan transportasi pulang-pergi ke luar angkasa, ke Bulan, ke Mars. Kita harus mengejar ketertinggalan kita. Kita terlalu banyak mikirin berbangga-bangga dengan leluhur, keturunan ini-itu, darah ini-itu, cucu nabi, anak malaikat, generasi jin, ahli waris raksasa, penjaga ruh-ruh orang sakti, dan dongeng-dongeng lucu lainnya yang celakanya dianggap kebenaran.

            Begitu ya. Selama presiden kita bekerja untuk kebaikan kita semua, dukung penuh agar cepat tercapai tujuan pembangunan. Jika merugikan rakyat, ingatkan dia untuk kembali ke jalan yang benar.

            Sampurasun.