oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Soeharto adalah Presiden ke-2
Indonesia, sedangkan Jokowi adalah Presiden ke-7 Indonesia. Keduanya memiliki
keinginan yang sama-sama baik untuk rakyatnya. Mereka menginginkan rakyatnya
memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak. Mereka berbuat sesuai dengan
zamannya masing-masing dan kondisi negara pada masanya.
Pada Zaman Soeharto, Indonesia baru membangun, uang masih
sangat sedikit, lapangan kerja masih sangat sedikit, industri juga masih jauh
dari banyak. Oleh sebab itu, Soeharto membolehkan rakyat Indonesia untuk
berduyun-duyun bekerja di luar negeri. Pada era ini semakin marak dan santer
istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan atau Tenaga Kerja Wanita (TKW). Banyak
rakyat Indonesia yang berharap bekerja di luar negeri karena memang di dalam negeri
sulit sekali pekerjaan. Bahkan, pemerintah Soeharto mendorong rakyat untuk
bekerja di luar negeri dengan memujinya sebagai “Pahlawan Devisa” yang artinya
pahlawan Indonesia yang datang dengan mata uang asing untuk dijadikan kas dan
tabungan negara dalam bertransaksi dengan pihak luar negeri.
Saya masih ingat perkataan Menteri Tenaga kerja RI saat
itu, Abdul Latif, “Kita memfasilitasi rakyat untuk bekerja di luar negeri, yang
penting mereka punya pekerjaan saja dulu.”
Hal itu jelas menunjukkan bahwa konsentrasi pemerintah
adalah “asal rakyat punya kerja” karena pemerintah belum mampu membuka lapangan
kerja di dalam negeri untuk rakyatnya. Para boss, orang-orang kaya raya, para
pemilik industri, dan uang itu ada di luar negeri. Jadi, rakyat harus bekerja
kepada mereka untuk mendapatkan uang. Rakyat bekerja untuk mengejar uang di
luar negeri.
Berbeda dengan masa Jokowi. Pada zaman ini sudah mulai
banyak masalah yang menimpa rakyat Indonesia yang bekerja di luar negeri dan
negara punya program hilirisasi. Keadaan ini membuat Jokowi melakukan
moratorium, pengurangan, bahkan pelarangan untuk bekerja di luar negeri di
negara-negara tertentu. Jokowi malah sedikit membujuk rakyat untuk tetap berada
di dalam negeri dengan menunjukkan berbagai keberhasilan pembangunan di
Indonesia. Di samping itu, program hilirisasi semakin diperkuat. Jokowi dan
Prabowo tentunya berusaha menarik para boss, orang-orang kaya raya, para
pemiliki industri, dan uang-uang yang bejibun di luar negeri untuk masuk ke
Indonesia. Pemerintah memberikan syarat kepada negara-negara maju yang
menginginkan kekayaan alam Indonesia untuk membangun pabrik, industri, dan
perusahaan di Indonesia. Demikian pula Jokowi dengan sangat tegas mewajibkan
mereka membawa para ahlinya dan uang-uang mereka untuk berada di Indonesia.
Jika mereka tidak mau, tidak ada proyek untuk mereka. Dengan demikian, rakyat
Indonesia bisa bekerja kepada mereka di dalam negeri Indonesia sendiri. Rakyat
tak perlu ke luar negeri untuk mencari uang, tetapi uang yang harus datang ke
Indonesia untuk didapatkan oleh rakyat.
Begitu perbedaan antara Soeharto dengan Jokowi dalam
memberikan pekerjaan kepada rakyatnya. Soeharto mendorong rakyat untuk
mendapatkan uang di luar negeri, sedangkan Jokowi memaksa asing untuk membawa
uang ke dalam negeri untuk menggaji rakyatnya.
Pekerjaan Soeharto dan Jokowi memang belum sempurna,
masih perlu waktu dan perlu presiden-presiden baru untuk menyelesaikannya. Hal
yang harus diingat adalah kita masih sangat lemah yang ditandai dengan kalau
bekerja di luar negeri, orang asing adalah boss, sedangkan kita adalah kuli.
Kalaupun orang-orang asing kaya itu datang ke Indonesia, mereka tetap yang
menjadi boss, kita tetap kuli. Di luar ataupun di dalam negeri kita hanyalah
kuli. Begitulah kita yang masih lemah karena pendidikan yang buruk dan perilaku
korupsi yang juga masih sangat banyak.
Mudah-mudahan tidak lama lagi kita yang menjadi boss dan
orang asing yang menjadi kuli kita karena kita belajar dari orang-orang pintar,
orang kaya, dan para pemiliki industri. Orang-orang hebat itu sekarang sedang
memikirkan transportasi pulang-pergi ke luar angkasa, ke Bulan, ke Mars. Kita
harus mengejar ketertinggalan kita. Kita terlalu banyak mikirin
berbangga-bangga dengan leluhur, keturunan ini-itu, darah ini-itu, cucu nabi,
anak malaikat, generasi jin, ahli waris raksasa, penjaga ruh-ruh orang sakti, dan
dongeng-dongeng lucu lainnya yang celakanya dianggap kebenaran.
Begitu ya. Selama presiden kita bekerja untuk kebaikan kita
semua, dukung penuh agar cepat tercapai tujuan pembangunan. Jika merugikan
rakyat, ingatkan dia untuk kembali ke jalan yang benar.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment