oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kasus Ijazah Jokowi yang dibiarkan
berlarut-larut bertahun-tahun, baik oleh para pembenci Jokowi maupun oleh Jokowi
sendiri telah merembet ke mana-mana. Sekarang menuju pula ke anak Jokowi yang menjadi
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.
Gibran disebut tidak sah menjadi Wapres karena ijazahnya,
baik SMA ataupun perguruan tingginya berasal dari luar negeri, bukan di dalam
negeri. Disebut pula dia bersekolah di SMA nonmuslim. Ada juga yang mengakui
sekolahnya memang di sekolah seperti yang diakui Gibran, tetapi tidak selesai.
Lucu memang.
![]() |
Jokowi dan Tampilan Ijazah Yang Diributkan (Foto: Serambinews com - Tribunnews com) |
Ini merembet ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diminta
untuk membuka berkas-berkas calon presiden maupun wakil presiden. Bahkan,
dituntut agar membuka berkas-berkas setiap politisi yang menjabat melalui
pengurusan KPU, baik di eksekutif maupun di legislatif. KPU tampaknya kooperatif
dengan cara mendengarkan aspirasi masyarakat dan menggabungkannya dengan ketentuan
atau peraturan yang berlaku.
Hal ini ke depannya akan menjalar pula terhadap berbagai lembaga
pendidikan, baik negeri maupun swasta, mulai SD hingga perguruan tinggi di seluruh
Indonesia ini. Setiap lembaga pendidikan harus lebih rapi dan teliti dalam
mengarsipkan berkas-berkas peserta didiknya dari yang terkecil seperti catatan biaya
pendaftaran hingga berkas kelulusannya. Ini wajib dilakukan karena bisa terjadi
ada lulusan di lembaga pendidikan tersebut yang kemudian menjadi pejabat publik,
lalu diragukan riwayat pendidikannya. Penyelidikan terhadap orang yang diragukan
tersebut akan sampai pada lembaga pendidikan yang diakui oleh orang itu.
Artinya, catatan di lembaga pendidikan tersebut harus sempurna. Bisa memang
orang yang diragukan itu benar-benar lulusan dari lembaga pendidikan yang diakuinya
atau bisa juga orang itu hanya mengaku-aku lulusan dari situ, padahal bodong
alias bohong.
Lembaga pendidikan pun harus siap menghadapi pengadilan
jika ternyata orang yang diragukan itu dinyatakan bukan lulusan seperti yang
diakuinya. Artinya, orang yang diragukan itu akan menuntut lembaga pendidikan tersebut
secara hukum karena merasa telah dirugikan, baik martabatnya maupun hak dan
kewajiban sosial dan politiknya.
Itu sangat positif agar setiap lembaga pendidikan semakin
rapi catatannya. Di samping itu, setiap politisi harus nyata riwayat pendidikannya
secara asli dan benar, bukan abal-abal.
Saya sih senang-senang saja, malahan sedikit tertawa
karena mengenal beberapa politisi yang pernah mengakui telah melakukan jual-beli
ijazah. Saya pun memang tidak pernah melihat mereka kuliah, tetapi tiba-tiba
mempunyai gelar akademik. Mereka teman-teman saya sampai hari ini meskipun
seluruhnya pernah berdebat, bahkan bermusuhan dengan saya. Rata-rata memang
mereka itu sulit jujur. Mereka ada yang berasal dari partai agama, partai
nasionalis, serta partai nasionalis-religius. Saya tidak pernah memutuskan hubungan
pertemanan. Soal mereka tidak beres, itu urusan mereka dengan Tuhan dan negara.
Urusan dengan saya adalah berteman sepanjang mereka tidak merugikan dan tetap
menghormati saya.
Baguslah jika setiap orang bisa menuntut KPU untuk membuka
berkas-berkas para politisi terpilih yang diragukan riwayat pendidikannya.
Dalam waktu tidak terlalu lama lagi akan tampak orang-orang yang selama ini
dihormati, dibela, dan diagungkan ternyata melakukan kecurangan dalam
pengadminitrasian politik. Kita lihat dan nikmati saja.
Ilustrasi Jokowi dan tampilan ijazah yang diributkan itu saya
dapatkan dari Serambinews com – Tribunnews com.
Sampurasun