oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Huru-hara di Negara Nepal
dikabarkan terinspirasi dari demonstrasi di Indonesia terkait tunjangan
perumahan DPR RI. Akan tetapi, di Nepal jauh lebih anarkis sampai-sampai menteri
dikejar-kejar hingga ke sungai dan ditelanjangi, istri-istri pejabat dipukuli
dan dibunuh, pemerintahan goncang luar biasa, aksi massa yang parah benar-benar
terjadi secara mengerikan. Tidak masuk akal dalam pandangan dan perasaan saya
sebagai orang Sunda.
| Pejabat korban huru-hara Nepal (Foto: Instagram) |
Kerusuhan di Nepal salah satunya dipicu oleh hoak, berita
bohong, dan misleading, penyesatan informasi. Rakyat disuguhi provokasi bahwa
pemerintah Nepal membungkam suara rakyat dengan cara melarang media sosial,
seperti, facebok, Instagram, X, dan lain sebagainya untuk beroperasi di Nepal.
Hal ini membuat rakyat, terutama kaum muda marah karena sekarang ini media sosial
adalah dunianya mereka. Kerusuhan sadis pun terjadi. Padahal, pemerintah Nepal
itu sedang bernegosiasi agar para pengusaha pemilik aplikasi media sosial mengikuti
aturan-aturan yang berlaku di Nepal, termasuk dalam hal membayar pajak pada
pemerintah. Memang jika pemilik Medsos tidak mengikuti keinginan pemerintah,
Medsos itu tidak boleh ada lagi di Nepal.
Berbeda dengan di Indonesia, para pemilik Medsos itu pun
sempat diancam untuk berhenti jika tidak mengikuti aturan negara. Akan tetapi,
para pemilik Medsos itu dengan cepat mengikuti kehendak pemerintah Indonesia
sehingga tidak terjadi pemberhentian aplikasi. Masyarakat tetap bisa menggunakan
berbagai media sosial. Dari segi bisnis, memang Indonesia jauh lebih
menguntungkan karena penduduknya sangat banyak. Berbeda dengan Nepal yang penduduknya
hanya sekitar 25 jutaan, hanya setengah dari penduduk Provinsi Jawa Barat.
Keuntungan di Nepal sudah pasti lebih sedikit dibandingkan dengan di Indonesia.
Kejadian di Nepal bisa terjadi di Jawa Barat akibat
kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang akrab dipanggil KDM. Pemberhentian tambang
di Parung Panjang, Bogor, memicu demonstrasi yang dipenuhi orasi dan provokasi
berisi perlawanan kepada KDM yang dianggap telah merugikan rakyat. Perusahaan
tambang yang telah beroperasi puluhan tahun dan menghidupi banyak orang harus
ditutup yang mengakibatkan banyak orang yang bergantung hidup dari
perusahaan-perusahaan itu tak punya lagi penghasilan di sana. Itulah yang banyak
disuarakan, baik saat demonstrasi maupun pada berbagai tayangan Medsos.
Jika suara-suara kemarahan akibat penutupan tambang itu
ditelan bulat-bulat oleh masyarakat, huru-hara besar bisa sangat terjadi karena
seolah-olah Dedi mematikan kehidupan ekonomi rakyat. Beruntung, rakyat Indonesia,
khususnya Jawa Barat yang sudah terlatih dengan hoak semakin lama semakin
cerdas mengolah berbagai informasi. Rakyat Jawa Barat, Suku Sunda dan juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan sudah terlatih dengan melihat bahwa isu-isu
hoak itu memang benar-benar bohong dan merugikan mereka sendiri. Mereka
berulang-ulang tertipu dan tidak lagi mudah mempercayai sebuah kabar berita
yang terbawa angin nggak jelas.
KDM sendiri secara jelas mengakui memang ada beberapa
masyarakat Jawa Barat yang terimbas dirugikan akibat kebijakannya menutup
tambang. Akan tetapi, kerugian yang diderita masyarakat jauh lebih besar karena
tidak jelasnya pajak, kerusakan infrastruktur jalan yang mencapi triliunan, rusaknya
kesehatan, bahkan menimbulkan seratusan kematian akibat pertambangan tersebut.
Oleh sebab itu, Dedi menegaskan bahwa dirinya bisa menutup perusahaan tambang
sementara atau selamanya secara permanen. Dia hanya ingin rakyatnya untung, perusahaan
untung, tak ada yang dirugikan. Jika rakyat dirugikan, dia akan menutupnya
secara permanen selamanya, tak ada lagi pertambangan di sana.
![]() |
| Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Foto: Merdeka.com) |
Penjelasan Dedi mudah dipahami oleh rakyat Parung Panjang,
Bogor, rakyat Jawa Barat, dan seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, mayoritas
rakyat mendukung kebijakan Dedi. Hal ini mengakibatkan provokasi para pendemo
menjadi melempem, tak punya bahan bakar untuk memperbesar menjadi kerusuhan.
Isu dan hoak dengan sendirinya tidak laku di pasaran. Huru hara pun tidak
terjadi. Itulah kelebihan rakyat Indonesia sekarang ini mulai cerdas mengolah
informasi sehingga tidak terjadi kerusuhan jahat seperti di Nepal.
Ilustrasi istri mantan PM Nepal saya dapatkan dari Instagram,
sedangkan Dedi melotot dari Merdeka com.
Sampurasun









