oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Ada beberapa bupati yang mengatakan bahwa kerusuhan akibat dari Pemilihan Kadal itu harus dibiarkan saja. Mereka beralasan bahwa situasi itu menunjukkan perkembangan demokrasi atau kita sedang tumbuh menuju demokrasi yang sesungguhnya. Goblok benar para bupati itu. Mungkin juga ada gubernur yang sama persis gobloknya. Memang sudah pada goblok mereka. Rakyat jangan ikut-ikutan goblok kayak mereka.
Dengan mengikuti istilah yang mereka gunakan, yaitu tumbuh dan berkembang, saya memastikan bahwa kata-kata itu diambil dari istilah ilmu biologi, terutama tanaman. Para petani atau siapa pun yang akan menanam pohon biasanya tahu lebih dulu tanaman yang akan ditanamnya. Agak aneh jika ada orang yang menaman biji-bijian tanpa tahu terlebih dahulu bakal jadi apa biji yang ditanamnya itu. Pemilik tanah atau petani yang memiliki tanah yang berhektar-hektar akan menanam tumbuhan yang jelas mereka ketahui manfaatnya dan sebelumnya mengenal tumbuhan tersebut sampai berbuah matang dan bisa dipanen. Saya pun demikian, meskipun hanya punya tanah sekitar 350 meter persegi, saya tidak akan pernah mau menanam biji atau pohon yang tidak jelas buahnya. Saya saat ini di samping dan belakang rumah menanam yang jelas-jelas saja, seperti, pisang, ubi, ketela, cabe rawit, talas, leunca, jambu, salak, dan mangga. Saya akan menolak cape-cape mengurusi tanaman yang tidak jelas. Meskipun ada orang yang merayu-rayu agar menanam biji buah yang katanya bagus berwarna ungu dan harganya mahal dengan rasa yang manis, tetapi tidak jelas buah apa dan tidak pernah melihatnya, saya tidak sudi menanamnya karena harus diurus dan dirawat. Kalau ada orang yang mau menanamnya tanpa tahu dulu pohon apa, saya bilang dia itu berani sekaligus gila merangkap goblok nggak ketulungan. Ngapain cape-cape ngurusin pohon yang buahnya masih ada dalam khayalan.
Begitu juga dengan demokrasi. Kata mereka kita harus tetap mendukung demokrasi. Meskipun terjadi banyak kerusakan, kita tetap harus berdemokrasi karena kita sedang tumbuh dan berkembang menuju demokrasi yang lebih baik.
Demokrasi yang lebih baik itu yang bagaimana? Pernah melihat ada negara demokratis dengan hasil gemilang membangun rakyatnya dengan baik lahir maupun batin? Di mana? Ada memang, tetapi di dalam khayalan. Di Amerika Serikat? Masyaallah, coba baca tulisan saya masih di blog ini yang berjudul Siapa Bilang Demokrasi di AS Bagus?
Kalau diibaratkan pohon, kita ini sedang menanam pohon khayalan. Demokrasi itu cuma biji yang ditawarkan isu kapitalis barat yang buahnya adalah khayalan. Khayalannya sih memang bagus, tetapi itu kan cuma ngelamun, bohong. Berulang-ulang saya katakan dalam bahasa Sunda bahwa demokrasi itu adalah melak sugan dina lamunan diceboran ku boa-boa buahna leubeut ku meureun, ‘menanam benih coba-coba di tanah lamunan disirami siapa tahu yang ranum buah mungkin’.
Kalau disebutkan demokrasi kita tumbuh dan berkembang, bakal jadi apa buahnya? Pernah ada yang melihat buah bermutu dari demokrasi? Ada sih buahnya, tetapi buah kerusakan manusia dan alam sekitar. Itu telah terjadi secara nyata, lho. Masih juga percaya ada buah manis dari demokrasi? Gustiii..., hampura manusa, memang benar-benar goblok.
Kalau menanam pohon, harus jelas pohon apa dan bagaimana buahnya nanti, jangan ngelamun. Yang jelas-jelas saja. Kalau menjalankan sistem politik, harus jelas sistem politik apa dan bagaimana buahnya, musti pasti. Sesungguhnya, kita punya benih sistem politik unggulan dari dalam tanah air kita sendiri, tinggal kemauan kita untuk menanamnya dan itu sudah jelas. Sejarah mencatat bahwa negara ini dulunya adalah wilayah-wilayah kerajaan yang makmur dan kuat. Maksudnya, kerajaan yang dulu, bukan kerajaan-kerajaan yang sekarang.
Coba ambil itu benih unggulan, lalu tanam dan rawat dengan baik, maka kita akan panen kemakmuran dan keadilan sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD 1945. Akan tetapi, jangan suudzhon dulu, saya sama sekali tidak menganjurkan untuk membikin sistem politik kerajaan karena sistem itu sudah usang sama usangnya dengan sistem politik demokrasi. Ada lho sistem yang tidak monarki, tidak otoriter, juga tidak demokratis. Itu tepat sekali untuk Indonesia karena berasal dari Bumi Pertiwi. Sumpah. Mau tahu? Cari di dalam diri sendiri, dalam nilai-nilai luhur sendiri, dalam budaya dan pengalaman kejayaan sendiri. Pasti ketemu asal keluar dulu dari kebiasaan kuno yang menyandarkan diri pada produk-produk pemikiran barat.
Berhenti dong jadi orang goblok. Berhenti. Kenapa sih nggak mau berhenti? Senang ya jadi orang goblok?
Lihat tuh ibu kita semua, Ibu Pertiwi. Dia sedang lara menangis sedih karena anaknya yang bernama Indonesia sedang tersesat, terseok-seok karena tidak lagi mengingat dan menghargai nasihat-nasihat ibunya sendiri. Jangan bangga jika tersesat, pulanglah ke pangkuan Ibu Pertiwi. Cepat pulang. Ibunda kita itu pasti menerima kita dengan tangan terbuka, lapang dada, penuh kasih, dan membiarkan kita nyaman terlindung dalam dekapannya.
No comments:
Post a Comment