Friday 14 November 2014

Politisi Cengeng Bersenjatakan Cengeng



 oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Anak cengeng mengesalkan memang. Lebih mengesalkan lagi jika dia gunakan kecengengannya itu sebagai senjata untuk mendapatkan keinginannya.

            Pernah suatu kali saya menjemput anak saya yang masih di sekolah dasar melihat bagaimana kesalnya seorang ibu yang juga sedang menjemput anaknya. Ia menunggu bubar sekolah anaknya sambil membawa anak satunya lagi yang masih kecil, seusia anak TK. Anak yang masih kecil ini merengek-rengek minta dibeliin mainan, tetapi Sang Ibu tidak memberikannya. Si Anak terus merengek sambil memukul-mukul ibunya. Lama-lama anak itu menangis. Semakin lama tangisan anak itu semakin keras hingga membuat ibu-ibu yang lain di sana “menasihati” Sang Ibu. Mereka menasihati Sang Ibu agar memberikan apa yang diminta anaknya itu karena anak itu memang menangis sambil terus memukul-mukul meminta mainan yang harganya hanya dua ribu rupiah. Mungkin ibu-ibu yang memberi nasihat itu kasihan kepada anak yang menangis itu. Mungkin mereka berpikir kok Sang Ibu begitu sulitnya memberi anak mainan yang harganya sangat murah itu, padahal Si Anak sudah menangis keras tanda sangat ingin dan ketika capek menangis keras, berlanjut ke menangis tersedu-sedu, membuat orang iba. Akhirnya, Sang Ibu mengalah. Ia memberikan apa yang dinginkan anaknya meskipun sambil marah-marah.

            Setelah membeli mainan itu, kebetulan Sang Ibu dan anaknya itu berpindah tempat duduk ke samping saya. Asalnya, ia berada di kerumunan ibu-ibu. Saya memang duduk agak jauh dari kerumunan itu, saya kan laki-laki. Sungguh, saya tidak mengajak Sang Ibu mengobrol, tetapi ia Curhat sendiri secara Curcor. Ia masih kesal dengan kelakuan anaknya itu. Ia mulai Curhat ngomongin anaknya yang kecil itu. Ia mengatakan bahwa anaknya memang ngeselin, menjengkelkan, setiap keinginannya selalu ingin dipenuhi, padahal sudah sangat banyak keinginannya yang dipenuhi. Dia selalu ingin lebih.

            Ia bilang sambil menunjuk anaknya, “Menangis itu senjata dia. Dia akan cengeng di depan orang banyak.”

            Menurutnya, kalau tidak di depan orang banyak, ia tidak akan berperilaku cengeng seperti itu.

            “Dia tahu, saya bakalan malu sama ibu-ibu yang lain kalau membiarkan dia menangis minta jajan. Dia tahu pasti saya memberikan apa yang dia minta,” katanya.

            Saya cuma tersenyum sambil bilang, “Ooh ….”

            “Mereka itu nggak tahu kalau hari ini anak ini sudah jajan lebih dari dua puluh ribu,” katanya lagi.

            Yang dimaksud Sang Ibu “mereka” itu adalah kerumunan ibu-ibu yang tadi menasihatinya agar memberi apa yang diinginkan anaknya karena harganya murah.

            Kita sudahi cerita Si Anak Cengeng dan Sang Ibu. Sekarang mari berbicara tentang politisi cengeng yang punya senjata cengeng. 

            Politisi cengeng itu karena cengengnya, pasti akan merengek-rengek minta posisi pada pihak yang dianggap memiliki posisi lebih besar dengan harapan mendapatkan posisi juga. Jika keinginannya itu ditolak, ia akan merengek lebih keras. Bahkan, akan memukul-mukul apa saja yang bisa dia pukul, ia bisa pukul meja, gelas, genting, kaca, piring, tempat sampah, atau kaleng bekas. Teriakan rengekannya akan lebih keras bernada mengancam. Mulailah ia meminta perhatian orang-orang agar orang banyak iba padanya, agar orang-orang terkelabui perasaannya. Ia tampil sebagai orang yang sedang dianiaya, diperlakukan tidak adil, dizholimi oleh yang lebih berkuasa. Di samping itu, ia pun menebar kisah-kisah yang tidak utuh sehingga membingungkan orang banyak. Ia gunakan sumber daya yang dimilikinya untuk mengganggu ketenangan orang banyak dengan Curhat-Curhat murahannya hingga orang-orang terpengaruh dan energinya tersedot untuk memperhatikan dia.

            Akibat dari perilakunya yang kacangan itu, orang-orang mulai terpengaruhi. Kisah-kisah yang diumbarnya secara tidak utuh membuat orang-orang terkelabui hingga menyalahkan orang yang lebih berkuasa daripada dirinya. Mirip anak cengeng yang minta perhatian orang banyak agar ibunya merasa malu hingga keinginannya terpenuhi.

            Senjata politisi cengeng itu adalah kecengengannya. Ia akan bersikap sama jika ada masalah yang tidak sesuai dengan keinginannya. Dia bakalan cengeng lagi, lalu minta perhatian rakyat bahwa ia sedang diperlakukan tidak adil.

            Kalau senjata cengengnya itu berhasil membuat pihak yang berkuasa menjadi lemah seperti Sang Ibu yang tadi ceriterakan, ia akan menggunakan kecengengannya itu pada masa-masa berikutnya. Ia akan memukul-mukul pihak yang lebih besar lewat media, konferensi pers, tim sukses, dan lain sebagainya sambil menunjukkan bahwa dirinya sedang disakiti sehingga menimbulkan iba orang lain sekaligus menumbuhkan kebencian kepada pihak yang lebih berkuasa.

            Politisi cengeng itu akan membawa senjata cengengnya seumur hidupnya karena memang pada dasarnya dia orang yang cengeng. Lebih parah lagi kalau sampai mengajak berkelahi secara fisik. Kontrol dirinya menjadi sangat lemah ketika jalan beradab tidak bisa memenuhi keinginannya, jalan tidak beradab pun menjadi pilihannya. Kayak anak kecil yang tidak bisa menyelesaikan masalah dengan tertib, kemudian menggunakan fisik sebagai pemecahan masalah. Anak kecil biasanya berkelahi sambil matanya berkaca-kaca karena cengeng. Kalau anak kecil memang wajar cengeng. Mereka kan generasi yang harus dibina. Kalau politisi cengeng, kan lucu, memalukan.

            Siapa hayo yang cengeng?

            Hidup Cengeng!

            Teruskanlah kecengenganmu hingga negeri berantakan!

            Halo cengeng?

            Kalian lagi ngapain?    


1 comment:

  1. mmilih pmmpin2 slalu hnya brdasarkn ktrunan kningratan,bnyakny massa pndukung,suara,glar pndidikn yg tinggi,harta,golongan brpngarug,smua itu mnyayat mlukai rasa keadilan kmanusiaan mmakn korban.

    ReplyDelete