Friday, 23 December 2016

Membuat Wacana dengan Sumber yang Jelas

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Pada pertemuan ketiga belas, baik dengan mahasiswa regular maupun nonreguler Fisip, Universitas Al Ghifari, Bandung, saya merasa berkewajiban memberikan arahan kepada mereka mengenai cara-cara membuat kerangka karangan untuk memudahkan mereka menyusun wacana dalam rangka mencurahkkan gagasan-gagasan mereka ke dalam bentuk tulisan. Di samping memberikan arahan mengenai teknik-teknik membuat kerangka karangan, juga memberikan kesadaran agar mahasiswa dapat menulis sesuatu dengan data-data yang akurat, benar, dan bisa dipertanggungjawabkan. Mereka harus belajar menulis yang benar dan jelas berdasarkan fakta dan bukti, bukan berdasarkan dugaan atau perkiraan yang kemudian diklaim sebagai kebenaran

            Hal-hal tersebut saya ajarkan karena generasi muda sekarang sangat akrab dengan media sosial. Mereka akan sangat mudah menuliskan gagasan ke dalam media sosial. Itu sangat bagus, tetapi harus diarahkan untuk menulis sesuatu yang benar dan tidak menyesatkan, baik menyesatkan diri sendiri maupun menyesatkan orang lain. Demikian pula ketika mereka membaca tulisan orang lain. Mereka harus pandai menilai apakah tulisan-tulisan yang beredar di Medsos itu memiliki dasar yang benar, data yang jelas, dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan atau hanya sekedar tulisan-tulisan tak bernilai yang hanya didasarkan pada kebencian terhadap seseorang atau sekelompok orang, bahkan didasarkan pada keinginan untuk membuat kebingungan di tengah masyarakat.

            Sebagai mahasiswa, mereka harus kritis dan mampu menilai segala sesuatu hal. Akan tetapi, mereka tidak boleh melakukan fitnah, kebohongan, dan kerusakan pikiran di tengah masyarakat.

            Saya mencontohkan bahwa saya sendiri pernah diajak berdiskusi oleh seorang calon doktor. Saya sungguh bingung dengan kandidat doktor tersebut karena  berbicara berdasarkan khayalannya saja tanpa ada dasar pijakan yang jelas dalam arti tidak memiliki data dan fakta. Dia hanya menduga-duga berdasarkan imajinasinya sendiri. Saya menganggap pandangan dia sangat berbahaya jika dipercaya oleh masyarakat.

            Begini diskusi saya dengan Sang Kandidat Doktor itu. Sebaiknya, saya gunakan inisial KD (Kandidat Doktor) untuk dia.

            KD      : Kang, tahu tidak bahwa harta Setya Novanto itu berdasarkan dari korupsi APBN?

            Saya   : Oh, ya? Dari mana kamu tahu Setya Novanto korupsi APBN?

            KD      : Itu pendapat saya, penilaian saya.

         Saya   : Mengapa Setya Novanto tidak ditangkap oleh KPK kalau sudah tahu korupsi?

            KD      : KPK tidak berani menangkapnya.

            Saya   : Kalau KPK tidak berani menangkap, negeri kita sudah rusak dong?

            KD      : Iya, memang kita sudah rusak.

            Saya   : Kalau begitu, siapa yang salah?

         KD      : KPK tidak berani menangkap karena Setya Novanto adalah orangnya Jokowi.

            Saya   : Jadi, Jokowi yang salah?

            KD      : Iya.

            Saya   : Bukankah KPK itu orang-orang yang sudah melalui tes di DPR? Bukankah DPR yang merekomendasikan orang-orang yang duduk di KPK?

            KD      : ……

            Saya   : Kalau kinerja KPK buruk, seharusnya yang disalahkan adalah DPR, bukan Jokowi. DPR harus bertanggung jawab karena telah merekomendasikan orang-orang yang berkinerja buruk.

           KD      : …….

         Saya   : Jangan terlalu percaya gosip yang bisa merusakkan hubungan di antara rakyat. Kita harus lihat Timur Tengah, rakyat di sana diadudomba. Ketika mereka bertengkar, pihak asing masuk untuk menguasai sumber daya alam dan sumber daya manusia di sana. Maukah kita seperti mereka? Diadudomba, bertengkar, lalu pihak asing masuk dengan dalih mengupayakan perdamaian?

            KD      : Tidak mungkin pihak asing masuk.

            Saya   : Mengapa tidak mungkin? Apa dasar ketidakmungkinan itu?

            KD      : Pokoknya, ini gara-gara Ahok. Harusnya Ahok ditahan, dihukum. Persoalan pun selesai.


            Saudara pembaca bisa menilai bagaimana percakapan saya dengan Sang Kandidat Doktor itu. Dia mengatakan bahwa Setya Novanto korupsi dana APBN berdasarkan dugaan dan kira-kira, tanpa ada data dan bukti. Diapun menyalahkan KPK yang tidak berani menangkap Setya Novanto karena Setya Novanto disebutnya orang Jokowi. Itu pun tak ada bukti. Lalu, dia menyalahkan segalanya kepada Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama. Benar-benar pendapat yang sangat tidak bermanfaat. Calon doktor kok bicaranya seperti itu. Oleh sebab itu, saya bagi pengalaman seperti itu kepada para mahasiswa agar para mahasiswa mendapatkan banyak pelajaran dan tidak meniru Sang Kandidat Doktor itu. Para mahasiswa harus cerdas dan mampu menilai lebih baik mana yang benar dan salah, baik dan buruk.

           Sebetulnya, banyak yang dia bicarakan, termasuk Gatot Nurmantyo akan mengudeta Jokowi dan Jokowi membenci Gatot Nurmantyo. Semua yang dibicarakannya sama sekali tidak ada dasarnya dan sama sekali tidak masuk akal karena tak ada data dan buktinya. Sayang sekali akademisi berbicara tanpa dasar yang jelas seperti itu.

            Bagaimana dia bisa menjadi contoh bagi generasi muda kalau tidak bisa berbicara yang bernilai?


            Pada pertemuan ketigabelas dengan mahasiswa Fisip Universitas Al Ghifari Bandung itu, saya berusaha memberikan pengajaran di samping teknik membuat kerangka karangan untuk membuat wacana yang baik, juga menekankan agar jika membuat tulisan harus dengan data, fakta, dan bukti yang benar dan jelas, bukan menulis sesuatu yang nilainya seperti orang yang sedang menguap. Tak jelas dan tidak bermanfaat. Pada pertemuan itu perkuliahan direkam oleh seorang mahasiswa. Sayang, tidak tercover semuanya karena baterai kameranya keburu habis, tetapi lumayanlah untuk berbagi pengalaman dengan pembaca semua.


No comments:

Post a Comment