oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Dalam mengelola perkembangan
masyarakat yang berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, kepolisian wajib
hukumnya lebih cerdas, lebih berani, dan tidak mati kutu. Masyarakat kita banyak
yang sudah demikian cepat berkembang, berpikir, dan berasa sehingga semakin cerdas
yang pada akhirnya menumbuhkan pemahaman-pemahaman baru dalam hidupnya. Pemahaman-pemahaman
baru ini cukup rentan menimbulkan konflik bagi masyarakat yang belum siap
menerimanya.
Sulit memang membuat kalimat pembuka dalam tulisan ini.
Akan tetapi, akan lebih jelas jika kita melihat contoh yang nyata terjadi di
tengah masyarakat. Kita mungkin masih ingat kasus yang melibatkan Rizieq FPI.
Dia memplesetkan kalimat mulia sampurasun
menjadi campur racun. Hal itu
menimbulkan kemarahan yang mengakibatkan Ormas Sunda melaporkan Rizieq kepada
polisi. Dalam menanggapi laporan itu, grup yang setia kepada Rizieq balik
melaporkan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebagai telah melakukan penghinaan
kepada Islam di dalam buku yang ditulis Dedi Mulyadi. Kedua laporan ini
sepanjang pengetahuan saya tidak dilanjutkan prosesnya oleh pihak kepolisian.
Entah apa kebijakan polisi untuk tidak meneruskannya. Tak ada berita lanjutan
mengenai hal itu.
Saya tidak ingin membahas kebijakan polisi yang tampaknya
tidak meneruskan proses kedua laporan itu. Hal yang saya ingin sampaikan adalah
polisi tampaknya kehilangan cara untuk menyelesaikannya dan mendiamkannya
dengan harapan masyarakat melupakan kasus itu demi tetap terjaganya stabilitas
keamanan masyarakat. Itu merupakan hal yang bagus, tetapi kurang bagus.
Dari kedua laporan itu seharusnya polisi memberikan
pencerahan, baik kepada para pelapor maupun kepada masyarakat luas agar menjadi
pelajaran bagi semuanya. Laporan yang diajukan oleh Ormas Sunda sudah sangat
jelas bisa dikategorikan laporan dugaan pelecehan terhadap orang Sunda yang
dilakukan oleh Rizieq. Akan tetapi, laporan grup Rizieq tidaklah bisa
disebutkan bahwa Dedi Mulyadi telah melakukan penghinaan terhadap Islam. Hal
itu disebabkan beberapa poin yang dianggap penghinaan terhadap Islam oleh FPI
yang dilakukan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebenarnya merupakan
pemahaman-pemahaman baru mengenai hidup dan kehidupan yang kemudian dibukukan
oleh Dedi Mulyadi. Persoalannya, Rizieq dan manusia-manusia seperti dia belum
memahami dengan terang apa yang disampaikan oleh Dedi Mulyadi.
Adalah sangat berbahaya jika pemahaman-pemahaman yang
berkembang di masyarakat kemudian dianggap penghinaan dan pelecehan oleh
sekelompok atau beberapa kelompok orang hanya karena kelompok-kelompok itu
belum memahami pemahaman-pemahaman baru itu. Hal yang lebih berbahaya adalah
jika perbedaan pemahaman yang diakibatkan oleh perbedaan pengalaman hidup dan tingkat
pendidikan itu harus masuk ke ruang pengadilan.
Polisi harus lebih cerdas memilih dan memilah, mana yang
benar-benar merupakan penghinaan atau pelecehan terhadap Sara sehingga harus
masuk ke wilayah hukum dan mana yang merupakan perbedaan pemahaman sehingga
tidak perlu masuk wilayah hukum. Perbedaan pemahaman yang diakibatkan oleh
pengalaman hidup dan tingkat pendidikan yang berbeda seharusnya tidak
diselesaikan di ruang pengadilan, melainkan di ruang kelas kuliah, ruang
pengkajian Islam, atau ruang-ruang yang bersifat akademis. Mengenai laporan
penghinaan yang diduga dilakukan Dedi Mulyadi seharusnya diselesaikan tidak di
pengadilan, melainkan di ruang ilmu pengetahuan. Misalnya, polisi bisa
menyarankan Dedi Mulyadi untuk membuat acara Bedah Buku Dedi Mulyadi. Di dalam acara itulah Rizieq dan FPI-nya
bisa menanyakan maksud Dedi menulis berbagai hal yang belum dipahami mereka.
Kalau mau berdebat, berdebatlah dalam acara itu. Itu lebih terhormat dan
terpelajar dibandingkan membuat laporan kepada polisi yang seolah-olah dirinya
sudah benar, padahal sesungguhnya belum mengerti pandangan orang lain. Kalau
memang dalam acara ilmiah itu terdapat secara nyata penghinaan, barulah polisi
bisa mengambil tindakan. Akan tetapi, jika
justru pemahaman baru itu menambah ilmu pengetahuan bagi masyarakat secara
positif, Dedi Mulyadi harus diapresiasi.
Polisi pun harus lebih berani menolak untuk meneruskan
proses hukum sebuah laporan apabila ternyata yang dilaporkan hanya merupakan perbedaan
pemahaman terhadap Islam yang diakibatkan oleh pengalaman hidup dan tingkat
pendidikan yang berbeda. Polisi harus berani menyarankan kepada mereka yang
terlibat untuk membuat jelas semuanya dalam acara-acara ilmiah.
Polisi pun harus lebih tegas terhadap sikapnya dan mampu
mempertahankan sikapnya jika memang sudah yakin dengan keputusannya. Siapa pun
yang memaksa dan mendesak kepolisian untuk mengikuti kehendak mereka, harus
dilawan dengan tegas. Presiden Jokowi telah mengingatkan bahwa polisi itu
jumlahnya 450 ribu dan memiliki tugas yang jelas. Presiden menegaskan bahwa polisi
tidak boleh takut atau kalah oleh kelompok-kelompok kecil ataupun tokoh-tokoh
masyarakat. Berapa pun jumlah massa yang digunakan untuk mendesak kepolisian,
asal polisi yakin sudah bertindak dengan benar dan berdasarkan keputusan yang
masuk akal, tidak perlu takut untuk bertindak tegas. Jangan mati kutu.
Kalau pihak kepolisian masih belum mampu memilih dan
memilah mana yang benar-benar penghinaan dan mana yang merupakan perbedaan pemahaman
yang diakibatkan oleh pengalaman hidup dan tingkat pendidikan yang berbeda, akan
ada banyak laporan yang kemudian diiringi oleh desakan massa karena sangat
banyak orang yang belum mampu menerima pemahaman-pemahaman baru dalam hidup
mereka. Itu sungguh berbahaya dan mematikan perkembangan cara berpikir kritis generasi
muda serta menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
No comments:
Post a Comment