oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Masih ingatkan tulisan saya
yang lalu, Bahar bin Smith mengatakan bahwa keturunan wali songo itu tidak ada?
Kalaupun ada, itu dari pihak perempuan yang artinya terputus?
Ucapannya itu jelas menimbulkan kemarahan keturunan para
wali di Indonesia. Mereka yang biasanya tenang dan adem bersama masyarakat,
tiba-tiba marah dan menunjukkan berbagai bukti bahwa mereka adalah keturunan
wali songo dan tidak terputus hanya karena berasal dari pihak ibu atau
perempuan. Ada yang mengajak Bahar berkelahi, tes DNA, bahkan memakinya sebagai
keturunan Nabi palsu. Jika keributan ini tidak berhenti, Bahar bisa masuk
penjara lagi untuk yang ketiga kalinya setelah menganiaya bocah santri dan isi
ceramahnya yang mengganggu banyak orang. Dia nggak kapok-kapok kayaknya, malah
banyak yang meminta Bahar supaya dites kejiwaannya. Paling tidak, penjaga
keturunan Kesultanan Banten sudah mulai berniat untuk membawanya ke ranah
hukum.
Meskipun demikian, ada sisi positifnya celoteh Bahar ini,
yaitu mendorong terbukanya penelitian mengenai nasab atau garis keturunan Nabi
Muhammad saw di Indonesia. K.H. Imaduddin Utsman Al Bantani sudah memulainya
dan menegaskan bahwa mereka yang mengaku-ngaku keturunan Nabi saw belum terbukti
secara ilmiah nasabnya, alias hanya mengaku-aku. Kalau mau mempelajari hasil
penelitiannya, bisa pelajari sendiri. Tidak mungkin saya menulisnya di sini.
Dia bahkan mengatakan bahwa Bani Alawiyin tempat keluarga Bahar tidak terhubung
kepada Nabi Muhammad saw, alias terputus.
Kalau ingin membantah hasil penelitian, bantah lagi
dengan penelitian baru yang menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku di
seluruh dunia, bukan dengan ceramah-ceramah kasar yang ujung-ujungnya
mengkafir-kafirkan orang, menuduh dzalim, memastikan masuk neraka, dan lain
sebagainya. Ceramah-ceramah seperti itu hanya membela diri dengan suara keras
dan menunjukkan lemahnya ilmu yang dimiliki. Mereka hanya berlindung di balik
kekasaran, ilmunya sendiri sangat rendah.
Sekarang semakin banyak yang bersuara serta mengungkapkan
data dan fakta-fakta yang ada. Dalam tulisan kali ini, saya hanya ingin ikut satu
saja membantah juga pendapat bodoh Bahar yang mengatakan bahwa keturunan dari
pihak ibu itu terputus. Dengan pendapatnya itu, Bahar mengungkapkan bahwa
keturunan para wali songo itu tidak ada. Kalaupun ada, itu berasal dari pihak
ibu, artinya terputus. Keturunan yang berlanjut itu adalah berasal dari pihak
laki-laki atau ayah. Padahal, generasi keturunan wali songo banyak yang berasal
dari pihak ayah. Kalaupun hanya dari pihak ibu, itu juga tidak terputus.
Keturunan dari ayah dan dari ibu sama saja melanjutkan keturunan ke
generasi-generasi berikutnya.
Wali Songo (Foto: kompas.com) |
Menurut Habib Luthfi bin Yahya, pendapat terputusnya
keturunan karena berasal dari jalur atau pihak ibu adalah pendapat orang-orang
Arab bodoh, makanya disebut Arab Jahiliyah. Arab bodoh yang hidup dalam
kebodohan. Kebodohan mereka itu karena selalu mengagungkan laki-laki
dibandingkan perempuan. Bahkan, anak perempuan dikubur hingga mati itu salah
satunya akibat dari rasa malu karena
tidak bisa diajak perang dan tidak dapat melanjutkan keturunan. Jadi, jelas
pendapat itu berasal dari keangkuhan laki-laki yang menganggap kehidupan ini
termasuk agama itu diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Itu kebodohan yang akut.
Nabi Muhammad saw sendiri sempat menjadi korban
pelecehan, penghinaan, atau pembulian dengan disebut sebagai nabi yang tidak
punya keturunan. Hal itu disebabkan keturunannya itu atau cucunya berasal dari
anak perempuannya, Siti Fatimah ra. Jelas hal itu menjadi bahan bulian
orang-orang Arab bahwa Muhammad saw keturunannya terputus karena berasal dari
anak perempuannya, Fatimah ra. Hasan dan Husen adalah berasal dari Fatimah ra
yang jelas perempuan dan berasal dari jalur ibu. Kalau mengikuti pendapat
Bahar, terputuslah keturunan Nabi saw karena generasi setelahnya berasal dari
Fatimah ra yang perempuan itu.
Aneh bukan?
Bahar mengaku-aku sebagai keturunan atau cucu Nabi saw,
tetapi berpendapat bahwa jalur keturunan dari perempuan atau pihak ibu itu
terputus, padahal keturunan Nabi saw itu berasal dari Hasan dan Husen yang
merupakan anak dari perempuan, Fatimah ra?
Kalau dari perempuan terputus, tidak perlu ngaku-ngaku
keturunan Nabi saw, kan terputus, iya kan?
Itu juga kalau memang benar Bahar adalah keturunan Nabi
saw.
Ini
cacat logika menurut saya.
Bulian
atau ejekan orang-orang Arab bodoh itu membuat Nabi Muhammad saw sedih bukan
main. Allah swt tahu kesedihan Nabi saw. Oleh sebab itu, Allah swt menurunkan
QS Al Kautsar untuk menghibur Nabi Muhammad saw. Baca saja sendiri ayat dan
artinya, pendek kok. Dalam surat itu Allah swt menegaskan bahwa Nabi saw sudah
diberikan nikmat yang sangat besar dan garis keturunannya tidak terputus
meskipun punya cucu dari Fatimah ra. Justru, orang-orang yang membuli Nabi
Muhammad saw itulah yang keturunannya terputus.
Turunnya
surat Al Kautsar itu merupakan penegasan Allah swt bahwa keturunan dari
perempuan itu tidak membuat garis keturunan setelahnya terputus, tetap
berlanjut. Jadi, keturunan Nabi saw tidak terputus dan terus berlanjut dari
jalur anak perempuannya, Fatimah ra.
Zaman
teknologi sekarang malah lebih mudah diterangkan. Manusia itu ada karena adanya
pertemuan antara sperma laki-laki dan ovum atau sel telur dari perempuan. Tidak
mungkin lahir manusia jika hanya ada sperma laki-laki kalau tanpa ada sel telur
dari perempuan, kecuali untuk kasus tertentu misalnya kelahiran Nabi Isa as
atau Yesus. Normalnya sih, laki-laki dan perempuan itu memiliki kontribusi yang
sama untuk melahirkan seorang manusia. Anak-anaknya, ya anak mereka, bukan
hanya anak atau keturunan dari pihak laki-laki atau ayahnya.
Dulu
ketika saya masih SMA, sering bercanda tentang asal usul manusia. Asal manusia
itu dari ibu, sedangkan ayah itu cuma usul. Kalau usul itu kan suka ngacung,
kalau usulannya diterima oleh ibu, terjadilah pertemuan yang menghasilkan
keturunan. Artinya, pihak ayah dan pihak ibu sama-sama punya jasa atas
kelahiran anak-anaknya.
Soal ucapan Bahar yang mengatakan keturunan para wali itu
terputus adalah salah besar. Hal itu disebabkan keturunan para wali bukan hanya
dari jalur ibu, melainkan pula dari jalur ayah. Kalaupun hanya dari jalur ibu,
keturunan mereka juga tidak terputus sebagaimana yang ditegaskan Allah swt dan
dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.
Kalau mau berguru atau menganggap seseorang itu guru,
dari dulu sudah diberikan arahan bahwa guru itu harus pertama orang yang luas ilmunya, memiliki banyak sumber ilmu. Kedua, kalaupun ilmunya biasa-biasa
saja, usianya harus yang sudah sepuh karena usianya yang sudah tua itu berarti
sudah memiliki pengalaman hidup yang panjang. Dengan pengalaman hidupnya yang
melewati suka, duka, asam, garam, manis, dan pahit itu akan memberikan banyak
ilmu untuk generasi setelahnya. Ketiga, guru
itu harus wara, bijaksana dan
berhati-hati dalam berucap, berperilaku, dan memberikan pengajaran agar tidak
merugikan dan mencelakakan murid-muridnya. Pilih guru yang baik dan mengajarkan
untuk hidup lebih baik, bukan mengajarkan kerusakkan dan membuat kehidupan
menjadi gelisah.
Maaf kalau tulisan saya salah. Kalau ada yang berbeda
pendapat dan harus ada yang dikoreksi, sampaikan saja. Kita bisa berdiskusi
dengan baik tanpa harus bertengkar atau bermusuhan.
Ilustrasi Wali Songo saya dapatkan dari kompas com.
No comments:
Post a Comment