oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kalimat takbir itu adalah “Allahu Akbar”, ‘Allah Mahabesar’. Ada
takbir mengesalkan, membuat marah, ada juga takbir yang menyenangkan dan
menarik hati.
Kalimat takbir ini sudah mendunia sejak lama. Banyak
orang yang tahu dan hapal, baik orang Islam maupun nonmuslim, baik pendukung
Islam maupun anti-Islam.
Pada puluhan tahun lalu, pasca-keruntuhan Ottoman, takbir
ini terkesan mengesalkan, membuat marah, dan mengerikan. Hal ini disebabkan
kalimat takbir ini selalu digunakan untuk berperang dan semangat membunuh
manusia, padahal dunia sudah berubah. Kekuasaan menjadi lebih tersebar, tidak
lagi di tangan satu atau dua penguasa, seperti, kekhalifahan, kekaisaran Romawi,
atau Mongolia. Hal ini terus berlanjut hingga tahun-tahun belakangan ini,
terutama takbir digunakan oleh para teroris, semacam Isis, Al Qaeda, FSA, Boko
Haram, dan lain sebagainya, serta gerakan-gerakan pengacau masyarakat, baik di
luar negeri maupun di dalam negeri Indonesia. Penggunaan takbir semacam ini membuat
Islam dan kaum muslimin dibuli oleh para anti-Islam sebagai agama pengacau dan
terbelakang. Bahkan, beberapa pengamat, habib, gus, dan kiyai mensinyalir bahwa
orang-orang yang kerap bertakbir keras-keras tanpa tujuan yang benar,
perilakunya kasar dan menyebabkan banyak kaum muslimin murtad karena merasa
terintimidasi dan terkekang dalam menjalankan agamanya.
Sekarang, situasinya mulai berubah, terbalik. Banyak
orang yang menyukai takbir, baik muslim maupun nonmuslim. Ramadhan tahun ini
telah menggerakkan para santri, aktivis muslim yang menjadi youtuber atau
influencer Indonesia membuat konten-konten kreatif dalam menyambut Ramadhan dan
Idul Fitri di Indonesia. Mereka mengupload kegiatan dan kreativitas mereka
dalam media sosial dengan lagu-lagu rohani yang menghentak dan menyenangkan;
kehidupan keluarga yang saling menghormati; budaya sahur, ngabuburit, takjil, buka
bersama (iftar), tarawih, hingga hal-hal lucu selama Ramadhan; kebersatuan para
pejabat dan masyarakat. Hal ini membuat penduduk dunia ingin tahu Indonesia
dengan lebih baik, termasuk pelaksanaan ajaran Islam di Indonesia. Perhatian
mereka mulai teralihkan yang biasanya Islam itu identik dengan Arab dan Timur
Tengah, kini perhatian mereka mulai terfokus pada Indonesia. Bahkan, orang-orang
Timur Tengah pun terheran-heran dan tertarik dengan kehidupan kaum muslimin di
Indonesia.
Selama Ramadhan ini, banyak orang dari berbagai negara
yang datang ke Indonesia hanya untuk merasakan atmosfir, getaran, resonansi, atau
sensasi menjalankan ibadat shaum dan idul fitri di Indonesia. Ini terjadi bukan
hanya pada orang-orang Islam, melainkan pula nonmuslim. Bagi orang Indonesia,
aktivitas Ramadhan seperti ini sudah biasa dan memang biasanya begitu. Akan
tetapi, bagi orang-orang dari Timur Tengah, Eropa, dan Asia lainnya merupakan
hal yang baru. Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa di negara mereka “kehilangan”
momen-momen menyenangkan seperti di Indonesia.
Hal ini membuat saya bertanya-tanya, memangnya Ramadhan
di negara mereka suasananya bagaimana?
Sepanjang yang dapat saya ingat, orang-orang asing yang
berdatangan ke Indonesia sepanjang Ramadhan ini berasal dari Malaysia,
Pakistan, Kanada, Italia, Amerika Serikat, Belanda, Rusia, Inggris, Perancis,
Cekoslowakia, Iran, Palestina, Australia, Korea Selatan, Cina, Jepang, dan
beberapa negara lainnya. Mereka bukan hanya muslim, melainkan pula nonmuslim.
Mereka ikutan membangunkan sahur sambil bernyanyi, mencoba berpuasa, ikutan
shalat, berburu takjil, ikut shalawatan, takbiran keliling, ngabuburit, dan
lain sebagainya. Orang-orang Islam Indonesia pun tidak mempermasalahkan agama
mereka apa, sama-sama saja bergembira. Hal ini bisa dilihat dari chanel-chanel
youtube dan instagram mereka. Coba saja cek sendiri.
Orang-orang nonmuslim dari berbagai negara pun ikut
mengucapkan takbir karena mereka merasa senang. Hal ini membuat saya semakin
mengerti bahwa para wali di Indonesia itu orang-orang cerdas menggunakan seni
dan syair-syair yang menyenangkan untuk mendakwahkan Islam. Orang-orang asing tak
lagi memandang bahwa takbir adalah teriakan untuk perang dan membunuh, tetapi
untuk mengagungkan Tuhan dan mempererat hubungan di antara manusia.
Takbir memang bisa digunakan untuk berperang agar
mengukuhkan tauhid, menambah semangat, dan menggetarkan musuh. Akan tetapi, itu
jika kita sedang terlibat perang.
Kalau tidak sedang berperang, tidak perlu bertakbir untuk
menakuti orang, iya kan?
Bertakbirlah untuk hal-hal yang menyenangkan sehingga
orang lain pun ikut senang.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment