oleh Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Setelah Presiden Indonesia
Jokowi bicara blak-blakan di depan Presiden Amerika Serikat Joe Biden soal
konflik Palestina dan Israel, Joe Biden dengan nyata setuju bahwa jalan
satu-satunya untuk menyelesaikan masalah itu adalah dengan menggunakan konsep “two state solution”, ‘solusi dua negara
merdeka”. Artinya, Palestina harus merdeka dan Israel pun harus merdeka. Kedua
pihak dan dunia harus mengakui kemerdekaan kedua negara tersebut. Foto Jokowi
bersama Joe Biden saya dapatkan dari Pos-kupang com.
Presiden Indonesia Jokowi dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden (Foto: Pos-kupang.com) |
Indonesia sudah sejak lama menyuarakan dan mendukung “solusi dua negara merdeka” tersebut, terutama sejak zaman Presiden Aburahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur. Meskipun Juklak atau Juknis atau teknis pelaksanaan perwujudan dua negara merdeka itu belum jelas, keyakinan bahwa cara itu harus ditempuh untuk menghentikan pertikaian adalah sudah sangat bagus. Indonesia menolak terjadinya “one state solution”, ‘satu negara merdeka’, artinya Palestina dan Israel bergabung menjadi satu negara. Hal itu disebabkan Palestina akan selalu dirugikan.
Meskipun solusi itu adalah cara yang paling bagus saat
ini, tidak cukup hanya pidato, ceramah, seminar, ataupun imbauan. Solusi ini
harus benar-benar dilakukan dan tidak hanya pada upaya “soft diplomacy”, tetapi
juga harus menggunakan upaya “hard diplomacy”, ‘diplomasi keras’,
dengan menggunakan ancaman senjata yang lebih kuat daripada senjata Palestina
dan Israel. Mengingat Israel kerap ngeyel dan tidak mematuhi aturan PBB tanpa
mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat, perlu negara lain yang lebih kuat untuk
membelah dan membatasi tanah atau wilayah yang sekarang menjadi tempat konflik.
Di tengah perbatasan kedua negara harus dijaga oleh kekuatan yang mampu
memisahkan keduanya sekaligus mengancam keduanya agar tidak saling bunuh lagi.
Kekuatan besar itu bisa jadi Negara Cina dan Negara Rusia
yang harus berada di antara atau di tengah-tengah Palestina dan Israel. Adapun
komplek Al Quds yang dianggap tempat suci bagi tiga agama harus diserahkan
pengelolaan dan pengamanannya kepada Indonesia. Dengan demikian, untuk awal
terciptanya solusi dua negara merdeka itu, bisa dilakukan dengan cara itu.
Apabila sudah sangat sangat kondusif dan kedua pihak saling menerima.
Perbatasan itu bisa diserahkan kembali kepada Palestina dan Israel, sedangkan
Al Quds bisa diserahkan pada PBB.
Sekarang ini masih sulit terjadi solusi dua negara itu.
Hal itu disebabkan, baik di Palestina maupun Israel, ada kelompok-kelompok
radikal yang sangat sulit dijinakkan. Bagi radikalis Israel, Palestina itu
tidak pernah ada di muka Bumi. Demikian pula, bagi Palestina radikal, Israel
itu tidak pernah ada. Kelompok-kelompok ini harus diajak bicara dan disadarkan
bahwa faktanya, kenyataannya, Palestina itu ada dan Israel itu juga tetap ada.
Upaya saling memusnahkan sampai hari ini tidak pernah berhasil. Mereka tetap
ada di muka Bumi, tidak ada yang musnah.
Jokowi dan Joe Biden sudah ada kemajuan dalam hal ini,
tinggal praktik pelaksanaannya saja. Jika kesepakatan atau pidato yang bagus
itu tanpa ada tindak lanjutnya, itu hanya omong doang, cuma bacot. Hal ini
mirip dengan lirik lagu yang diciptakan gadis-gadis Garut yang tergabung dalam “Voice of Baceprot”, ‘VOB’.
Mereka bilang, “We
hate speech,…. Then killed another as a satan. Sataaan …!”
‘Kami benci ceramah, ….
Kemudian, membunuh orang lain seperti syetan. Syetaaan …!’
Begitu lirik lagu mereka yang berjudul “The Other Side of Metalism”. Foto VOB
saya dapatkan dari YouTube.
Voice of Baceprot (VOB) (Foto: YouTube) |
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment