oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Dunia ini selalu berkembang
dari zaman ke zaman, baik pikiran, perilaku, keyakinan, maupun teknologi.
Ketika sudah terjadi perkembangan, peningkatan kemajuan, jangan mau kembali
lagi ke masa lalu yang sudah ditinggalkan. Kita harus menghadap dan terus melangkah
ke depan.
Dari sisi politik, dunia sudah jauh berkembang daripada
masa lalu. Pada zaman dulu manusia menggunakan kekerasan dan otot untuk
mengganti kekuasaan. Manusia kerap membunuh, menghancurkan, memperkosa,
menganiaya, membantai dalam setiap pergantian kekuasaan. Ini terjadi pada
masa-masa kerajaan, kekaisaran, dan jenis pemimpin lainnya. Ini pun terjadi
pada hampir seluruh belahan dunia, baik Timur Tengah, Eropa, Barat, Timur,
termasuk Asia dan Afrika. Di Indonesia sendiri terjadi banyak pembunuhan dan
penghancuran dalam pergantian kekuasaan pada sejarahnya.
Kenyataan hidup seperti itu membuat para ilmuwan,
pemikir, orang-orang bermoral, para pengajar, dan orang-orang baik lainnya
berpikir untuk membuat hidup lebih baik. Manusia tidak perlu lagi saling bunuh,
saling aniaya, saling hancurkan dalam proses pergantian kekuasaan. Tak perlu
lagi ada kekerasan dalam hal politik. Hasil pemikiran manusia pada saat ini
telah melangkah dengan mengenal adanya dialog dan pemilihan. Manusia didorong
untuk selalu berdialog terbuka, bermusyawarah dalam menyelesaikan banyak
masalah. Di samping itu, digunakan pula proses pemilihan yang kita kenal dengan
istilah demokrasi untuk mengganti kekuasaan. Dengan demikian, dalam
menyelesaikan masalah politik dan pergantian kekuasaan, manusia tidak perlu
lagi saling membunuh, berkelahi, merampok, ataupun memperkosa. Para pemikir
mendorong manusia agar mengalihkan pertempuran dan pembunuhan yang biasanya
terjadi ke meja-meja perundingan atau pengadilan. Adapun proses pergantian
kekuasaan, pertikaian, dan pertengkarannya dialihkan ke bilik suara atau tempat
pemilihan suara (TPS). Di sanalah pada masa ini manusia harus mengatasi masalah
dan pergantian politik. Jadi, tak perlu lagi menggunakan kekerasan. Perangnya
di meja-meja dialog dan TPS. Untuk menjaga semuanya berjalan dengan baik, ada
hukum yang menjadi koridor dan pagar yang membatasinya.
Kalau kita sudah hidup dalam masa yang lebih maju dan
menghindarkan pertumpahan darah, tetapi masih ada orang-orang yang memprovokasi
untuk melakukan kekerasan, itu tandanya kita masih betah hidup dalam “kebodohan”
dan belum mampu hidup dalam kemajuan akal. Orang-orang ini menyeret kita untuk
hidup seperti manusia purba yang tidak menggunakan akal, tetapi menggunakan otot dan kekerasan.
Allah swt menganugerahkan akal agar kita mampu berpikir
dan menyelesaikan masalah dengan pikiran. Kita sudah berkembang dan harus terus
berkembang menemukan cara-cara lain yang lebih beradab. Kalau ada yang kembali
mengalihkan pertarungan politik ke jalanan atau melakukan pertumpahan darah,
jangan mau karena sama saja kita melangkah mundur ke zaman kuno.
Kalaulah di belahan Bumi lain masih ada manusia yang
menggunakan otot dan kekerasan dalam menyelesaikan masalah, inilah saatnya
Indonesia menunjukkan dan menjadi contoh bahwa kita adalah manusia yang lebih
beradab dibandingkan mereka. Sejarah membuktikan itu sebenarnya. Ketika orang
lain masih hidup di gua-gua rebutan makanan, tempat tinggal, dan seks, kita
sudah mengenal “tepo seliro, tenggang
rasa, sareundeuk saigel, sabobot sapihanean”, dan lain sebagainya.
Jangan mau kembali ke zaman pembunuhan.
Sampurasun.