Wednesday, 4 December 2024

Saatnya Berhenti Membenci Gus Miftah

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Semua sepakat bahwa apa yang dilakukan Gus Miftah kepada Sunhaji, pedagang es teh dari Magelang adalah keburukan meskipun disampaikan dengan cara bercanda, olok-olok yang niatnya hanya menyegarkan suasana. Sunhaji hanya dijadikan sebagai objek untuk menerangkan bahwa yang memberikan rezeki itu adalah Allah swt.

            Kesalahan yang dilakukan Gus Miftah mudah saja dilakukan oleh orang lain, terutama orang yang bekerja atau yang aktivitasnya banyak berbicara, seperti, saya yang punya ribuan murid, para guru, para dosen, para ustadz, mentor, pembina, trainer, dan lain sebagainya. Bisa saja kita pun pernah melukai orang lain dengan kata-kata, baik sengaja ataupun tidak, bercanda ataupun serius.

            Gus Miftah malah punya keuntungan besar karena ditegur Allah swt secara cepat melalui bulian, hujatan, dan makian rakyat Indonesia. Dengan demikian, dia bisa segera cepat memperbaiki diri. Tampaknya, Miftah pun memperbaiki dirinya. Dia meminta maaf secara langsung kepada Sunhaji, menjanjikannya umrah, dan menggelar pengajian di sekitar tempat tinggalnya. Di samping itu, Presiden RI Prabowo Subianto pun memberikan modal usaha buat Sunhaji karena Miftah sekarang adalah bagian dari dirinya, bagian dari istana yang ditugasi untuk mengurus hal-hal khusus yang berkaitan dengan kerukunan hidup umat beragama serta fasilitas beragama. Tambahan pula, banyak orang yang bersimpati kepada Sunhaji dan dengan dermawan memberikan banyak bantuan.

Sunhaji dan Miftah (Foto: ANTARA Jateng)

            Abah Miftah sudah mendapatkan banyak hukuman dari masyarakat selama berhari-hari. Saya pikir sudah cukup masyarakat memberikan peringatan kepadanya. Dia mungkin akan memperbaiki dirinya. Hal itu pun menjadi keuntungan bagi kita karena kita bisa belajar dari kesalahan dirinya dan tidak perlu melakukan hal yang serupa. Miftah sudah mulai membenahi dirinya. Kita masyarakat tidak perlu terus-menerus membulinya. Kalau kita terus-menerus membencinya, mungkin ada yang salah dalam diri kita. Bisa jadi hidup kita banyak masalah, banyak penderitaan, kekecewaan, dan kegagalan yang kemudian dilampiaskan dengan membuli, menghujat, dan memaki orang lain.

            Kemarahan kita akan menjadi pahala jika diniatkan untuk memperbaiki Miftah agar bisa menjadi gus yang lebih bermanfaat dan tidak berlebihan. Akan tetapi, kemarahan kita akan menjadi dosa dan membuat diri kita buruk jika hanya untuk mengumbar kebencian dan berlebihan.

            Mereka yang sangat marah kepada Miftah saya perhatikan sangat banyak dari para antihabib. Memang Miftah tampaknya masih berat untuk mengakui bahwa para habib bukanlah keturunan Nabi Muhammad saw. Dia masih membela habib meskipun tidak punya bukti karena katanya dirinya adalah murid dari Abah Luthfi atau yang dikenal Luthfi bin Yahya. Memang berat untuk mengakui bahwa kenyataannya gurunya yang dia hormati tidak tersambung nasabnya ke Nabi saw. Miftah punya masalah dengan dirinya soal hal itu.

Soal ejekan atau olokan kepada Sunhaji adalah hal yang berbeda dengan urusan nasab para habib. Olokan kepada Sunhaji adalah masalah adab, sedangkan soal nasab para habib yang justru kabarnya secara DNA tersambung ke Yahudi Israel adalah masalah ilmu pengetahuan. Jangan dihubung-hubungkan karena itu adalah dua persoalan yang berbeda.

 Gus Miftah sudah memperbaiki diri, tinggal kita juga sekarang harus menjaga diri.

Foto Sunhaji dan Miftah saya dapatkan dari ANTARA Jateng.

Sampurasun

No comments:

Post a Comment