oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera sang Surya
Karena banyak orang yang sok
tahu tentang Islam dan Sunda Wiwitan, lalu menyesatkan banyak orang dengan
kata-kata mereka dan tulisan mereka, saya jadi memaksakan diri untuk memeriksa
catatan saya sekitar tujuh atau sepuluh tahun lalu. Saya pernah membaca dan
merekam beberapa naskah tentang Sunda Wiwitan. Saya pastikan orang yang
mengatakan bahwa orang Sunda pada zaman dahulu adalah penyembah pohon, batu,
gunung, jin, atau patung, orang itu sudah pasti bodoh, sok tahu, dan berbicara,
berpendapat, atau menulis hanya berdasarkan dugaan atau sangkaan belaka, tanpa
ilmu. Celakanya, dugaan atau sangkaan itu dianggap sebagai kebenaran yang
menghasilkan pemahaman dan perilaku yang salah. Orang Sunda sesungguhnya dari
dulu sampai hari ini menyembah hanya satu hal, tidak berubah. Dulu menyembah “itu”,
sekarang pun tetap menyembah “itu”. Perhatikan kalimat dari Sunda Wiwitan
berikut ini.
““Hyang tunggal anu Maha
Luhung; satemenna tujuan utama manusa sembah Hyang; henteu boga anak henteu
boga dulur; boga baraya jeung batur ogé henteu di jagat jeung ieu alam; anu
pangunggulna dina sagala rupa hal; hung, tah éta téh nu ngagem bebeneran sajati,
ahung.”
Artinya.
“Tuhan
Tunggal Yang Mahaagung. Sesungguhnya, Dia-lah yang sebenarnya tujuan
penyembahan manusia, tidak punya anak dan tidak punya saudara, punya kerabat
dan teman juga tidak di seluruh jagat dan seluruh alam ini. Dia yang paling
unggul dalam segala rupa hal. Hung! Itulah agama pegangan kebenaran yang
sejati. Ahung!”
Nah,
Zat itulah yang disembah orang Sunda dari dulu sampai hari ini, tidak berubah.
Sesuatu dengan kriteria itulah yang disembah orang Sunda hingga detik ini.
Sekarang
paham?
Jadi,
berhenti mendengarkan orang-orang bodoh dan sok tahu yang tidak punya
pengetahuan. Berhati-hati dalam berpendapat, beropini, atau berfatwa jika belum
memahami dengan benar apa yang sedang dibicarakan.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment