Saturday 16 April 2016

Mari Kita Bully Filipina!

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Bukannya selesai soal penculikan warga Negara Indonesia di Filipina ini, malah makin ruwet. Bukannya dibebaskan WNI korban-korban penculikan itu, malahan makin bertambah jumlahnya. Asalnya sepuluh, sekarang ditambah lagi empat, jadi 14. Sekarang Indonesia tambah kerjaan harus membebaskan sandera penculikan dengan jumlah yang bertambah. Kacau.

            Lama-lama kalau tidak ada penyelesaian, para penculik itu menganggap Indonesia sebagai ATM mereka. Ketika mereka nggak punya uang, pergi ke perairan, lalu cari orang Indonesia, langsung gesek, tunggu beberapa saat, cair deh.

            Indonesia sudah sangat beradab dengan menghormati konstitusi Filipina yang melarang TNI atau pasukan asing masuk ke wilayah mereka, tetapi ternyata mereka tidak bisa menyelesaikan sendiri dengan baik, malahan semakin ngaco. Filipina itu negara sok hebat, padahal lemah sekali. Jangankan untuk membebaskan sandera, untuk menjaga wilayahnya sendiri saja, tidak bisa.

            Bagaimana bisa para penjahat dan perampok itu bisa leluasa bergerak kesana-kemari di wilayah yang katanya Negara Filipina?

            Itu menandakan kekuatan militer mereka teramat lemah, cuma sehebat Hansip di pos Siskamling di RW-RW di Indonesia. Anehnya, sudah tahu lemah, sok kuat lagi dengan menolak TNI untuk masuk membebaskan WNI.

            Kita bisa lihat bagaimana lemahnya kekuatan mereka untuk menjaga wilayah mereka sendiri. Kita juga bisa lihat bagaimana tentara mereka “dikerjai” Abu Sayyaf yang digebrak bom sedikit saja langsung pada juntai. Kita juga bisa lihat bagaimana para sandera dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia      tidak juga tertangani dengan baik. Sudah tahu punya tentara lemah, tetapi bergaya sok jago.

            Lemahnya Fililipina dan sok jagonya mereka membuat Indonesia cukup rumit. Indonesia harus melakukan hubungan dengan dua pihak, yaitu Negara Filipina dan kelompok Abu Sayyaf. Mestinya, kan cukup hanya berkoordinasi dengan pemerintah yang sah, kemudian dilakukan penanganan yang lebih serius.

Seharusnya, Filipina membuka diri agar pasukan asing bisa masuk. Kalau tidak boleh masuk, Filipina harus membuktikan diri memiliki kemampuan yang cukup. Akan tetapi, kenyataannya boro-boro memiliki kemampuan yang cukup, siap saja tidak.

Indonesia dan negara-negara lain yang warganya disandera di Filipina harus bersama-sama mendesak Filipina untuk membuka diri dari pasukan asing. Kemudian, bekerja sama membebaskan para sandera.

Kalau Filipina tidak mau juga membuka diri, sebaiknya dorong mereka untuk membiarkan Abu Sayyaf memiliki negara sendiri di wilayah itu. Dengan demikian, Abu Sayyaf tidak lagi menjadi teroris, tetapi menjadi negara resmi yang baru. Dengan terciptanya negara resmi, akan terjadi pula hubungan internasional sebagaimana yang dilakukan negara-negara lainnya. Di samping itu, negara baru itu akan melakukan pula hubungan diplomatik dengan negara-negara lainnya. Hubungan yang terjadi, baik itu bersifat positif maupun negatif, hanya akan berhubungan dengan negara baru ciptaan Abu Sayyaf, tidak lagi melalui Filipina.

Untuk apa Filipina mempertahankan diri dengan terus mengklaim wilayah-wilayah yang sama sekali tidak dikuasainya?

Bagi saja wilayah itu dengan Abu Sayyaf secara resmi, toh tentara Filipina ternyata tidak bisa mengimbangi kehebatan kelompoknya Abu Sayyaf!

Sekarang ini kan semua negara menjadi rumit karena harus melalui proses “izin” dari Filipina untuk melakukan operasi militer penyelamatan. Sementara itu, Filipina sendiri cuma punya tentara sekualitas para peronda malam di kampung-kampung Indonesia.

Kalau Abu Sayyaf memiliki negara sendiri, lalu masih melakukan kejahatan, urusan bisa langsung berhadapan dengan negara baru itu. Mau perang atau bisnis, langsung dengan Abu Sayyaf. Sekarang ini justru masalahnya ada pada Negara Filipina sendiri. Bagi banyak negara, terutama Indonesia, Filipina hanya menjadi “penghalang” untuk operasi militer penyelamatan. Kata orang Sunda, Filipina itu ngagokan, ngagokin, cuma jadi hambatan. Ku batur  ulah, ari manehna euweuh kabecus, ‘sama orang lain tidak boleh, tetapi dirinya sendiri tidak becus’.

Indonesia harus mendorong negara-negara lain yang warganya sama-sama disandera untuk mendesak Filipina membuka diri bagi militer asing. Kemudian, bekerja sama membebaskan para sandera itu. Kalau Filipina tidak mau juga, ingatkan bahwa mereka itu adalah negara yang lemah dan menyedihkan, daripada harus menjaga wilayah yang besar tanpa kemampuan yang cukup, biarkan Abu Sayyaf punya negara resmi sendiri. Jadi, urusan apapun langsung dengan kelompok itu.

Kalau sudah menjadi negara baru yang resmi, mudah-mudahan mereka tidak merampok lagi dan menculik lagi karena urusannya bisa menjadi perang total yang banyak ruginya. Sekarang ini mereka merampok karena mereka sedang berjuang. Perampokan dan penculikan yang mereka lakukan dianggapnya sebagai bagian dari perjuangan mereka.

Indonesia juga begitu kan dulu?

Para pejuang Indonesia itu terkadang jadi perampok, jadi penculik juga.

Memangnya mobil pertama Presiden Soekarno itu dari mana?

Mobil itu hasil maling yang dilakukan oleh seorang pejuang. Dia mencuri mobil milik orang Jepang, lalu mobil itu diberikan kepada Soekarno. Mobil itu lalu digunakan Soekarno untuk berjuang. Sekarang mobil itu disimpan di kantor DHN 45, Jakarta.

Pejuang Indonesia pun melakukan penculikan. Mereka menculik serdadu Belanda untuk ditukarkan dengan para pejuang yang ditawan oleh pihak Belanda. Satu prajurit Belanda ditukar dengan empat puluh pejuang Indonesia.

Jadi, kalau nggak bisa menangani sendiri dan memang sudah terbukti tidak mampu, Filipina harus didesak membuka diri agar militer asing bisa masuk. Kalau tidak mau buka diri, sarankan mereka untuk membagi wiilayah dengan Abu Sayyaf agar tidak lagi terjadi teror, tetapi akan terjadi hubungan equal antara Filipina dengan negara baru milik Abu Sayyaf.

Kalau itu nggak mau, ini nggak mau juga bagaimana?

Kalau begitu, Filipina adalah negara terbloon di dunia. Pemerintah Indonesia harus melarang warganya untuk berbisnis dengan Filipina dan negara lain jika harus melalui jalur-jalur yang tidak aman. Cari jalur lain meskipun harus dengan mengeluarkan biaya yang tinggi dan waktu lebih lama.

Daripada terjadi penculikan lagi yang nyusahin semua orang, mendingan keluar tambahan biaya dan waktu.

Kalau tambah biaya dan tambah waktu, semuanya akan jadi tambah mahal. Banyak sekali yang dirugikan, terutama Filipina sendiri.

Soal para sandera itu bagaimana?

Sementara ini, mari kita bully habis-habisan pada berbagai Medsos negara lemah sok jago yang bernama Filipina itu!

No comments:

Post a Comment