oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Bukannya selesai soal
penculikan warga Negara Indonesia di Filipina ini, malah makin ruwet. Bukannya
dibebaskan WNI korban-korban penculikan itu, malahan makin bertambah jumlahnya.
Asalnya sepuluh, sekarang ditambah lagi empat, jadi 14. Sekarang Indonesia
tambah kerjaan harus membebaskan sandera penculikan dengan jumlah yang
bertambah. Kacau.
Lama-lama kalau tidak ada penyelesaian, para penculik itu
menganggap Indonesia sebagai ATM mereka. Ketika mereka nggak punya uang, pergi
ke perairan, lalu cari orang Indonesia, langsung gesek, tunggu beberapa saat,
cair deh.
Indonesia sudah sangat beradab dengan menghormati
konstitusi Filipina yang melarang TNI atau pasukan asing masuk ke wilayah
mereka, tetapi ternyata mereka tidak bisa menyelesaikan sendiri dengan baik,
malahan semakin ngaco. Filipina itu negara sok hebat, padahal lemah sekali.
Jangankan untuk membebaskan sandera, untuk menjaga wilayahnya sendiri saja,
tidak bisa.
Bagaimana bisa para penjahat dan perampok itu bisa
leluasa bergerak kesana-kemari di wilayah yang katanya Negara Filipina?
Itu menandakan kekuatan militer mereka teramat lemah, cuma
sehebat Hansip di pos Siskamling di RW-RW di Indonesia. Anehnya, sudah tahu
lemah, sok kuat lagi dengan menolak TNI untuk masuk membebaskan WNI.
Kita bisa lihat bagaimana lemahnya kekuatan mereka untuk
menjaga wilayah mereka sendiri. Kita juga bisa lihat bagaimana tentara mereka “dikerjai”
Abu Sayyaf yang digebrak bom sedikit saja langsung pada juntai. Kita juga bisa
lihat bagaimana para sandera dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia tidak juga tertangani dengan baik. Sudah
tahu punya tentara lemah, tetapi bergaya sok jago.
Lemahnya Fililipina dan sok jagonya mereka membuat
Indonesia cukup rumit. Indonesia harus melakukan hubungan dengan dua pihak,
yaitu Negara Filipina dan kelompok Abu Sayyaf. Mestinya, kan cukup hanya
berkoordinasi dengan pemerintah yang sah, kemudian dilakukan penanganan yang
lebih serius.
Seharusnya,
Filipina membuka diri agar pasukan asing bisa masuk. Kalau tidak boleh masuk,
Filipina harus membuktikan diri memiliki kemampuan yang cukup. Akan tetapi,
kenyataannya boro-boro memiliki kemampuan yang cukup, siap saja tidak.
Indonesia
dan negara-negara lain yang warganya disandera di Filipina harus bersama-sama
mendesak Filipina untuk membuka diri dari pasukan asing. Kemudian, bekerja sama
membebaskan para sandera.
Kalau
Filipina tidak mau juga membuka diri, sebaiknya dorong mereka untuk membiarkan
Abu Sayyaf memiliki negara sendiri di wilayah itu. Dengan demikian, Abu Sayyaf
tidak lagi menjadi teroris, tetapi menjadi negara resmi yang baru. Dengan
terciptanya negara resmi, akan terjadi pula hubungan internasional sebagaimana
yang dilakukan negara-negara lainnya. Di samping itu, negara baru itu akan
melakukan pula hubungan diplomatik dengan negara-negara lainnya. Hubungan yang
terjadi, baik itu bersifat positif maupun negatif, hanya akan berhubungan
dengan negara baru ciptaan Abu Sayyaf, tidak lagi melalui Filipina.
Untuk
apa Filipina mempertahankan diri dengan terus mengklaim wilayah-wilayah yang
sama sekali tidak dikuasainya?
Bagi
saja wilayah itu dengan Abu Sayyaf secara resmi, toh tentara Filipina ternyata
tidak bisa mengimbangi kehebatan kelompoknya Abu Sayyaf!
Sekarang
ini kan semua negara menjadi rumit karena harus melalui proses “izin” dari
Filipina untuk melakukan operasi militer penyelamatan. Sementara itu, Filipina
sendiri cuma punya tentara sekualitas para peronda malam di kampung-kampung
Indonesia.
Kalau
Abu Sayyaf memiliki negara sendiri, lalu masih melakukan kejahatan, urusan bisa
langsung berhadapan dengan negara baru itu. Mau perang atau bisnis, langsung
dengan Abu Sayyaf. Sekarang ini justru masalahnya ada pada Negara Filipina
sendiri. Bagi banyak negara, terutama Indonesia, Filipina hanya menjadi “penghalang”
untuk operasi militer penyelamatan. Kata orang Sunda, Filipina itu ngagokan, ngagokin, cuma jadi hambatan. Ku batur
ulah, ari manehna euweuh kabecus, ‘sama orang lain tidak boleh,
tetapi dirinya sendiri tidak becus’.
Indonesia
harus mendorong negara-negara lain yang warganya sama-sama disandera untuk
mendesak Filipina membuka diri bagi militer asing. Kemudian, bekerja sama
membebaskan para sandera itu. Kalau Filipina tidak mau juga, ingatkan bahwa
mereka itu adalah negara yang lemah dan menyedihkan, daripada harus menjaga
wilayah yang besar tanpa kemampuan yang cukup, biarkan Abu Sayyaf punya negara
resmi sendiri. Jadi, urusan apapun langsung dengan kelompok itu.
Kalau
sudah menjadi negara baru yang resmi, mudah-mudahan mereka tidak merampok lagi
dan menculik lagi karena urusannya bisa menjadi perang total yang banyak
ruginya. Sekarang ini mereka merampok karena mereka sedang berjuang. Perampokan
dan penculikan yang mereka lakukan dianggapnya sebagai bagian dari perjuangan
mereka.
Indonesia
juga begitu kan dulu?
Para
pejuang Indonesia itu terkadang jadi perampok, jadi penculik juga.
Memangnya
mobil pertama Presiden Soekarno itu dari mana?
Mobil
itu hasil maling yang dilakukan oleh seorang pejuang. Dia mencuri mobil milik
orang Jepang, lalu mobil itu diberikan kepada Soekarno. Mobil itu lalu
digunakan Soekarno untuk berjuang. Sekarang mobil itu disimpan di kantor DHN
45, Jakarta.
Pejuang
Indonesia pun melakukan penculikan. Mereka menculik serdadu Belanda untuk
ditukarkan dengan para pejuang yang ditawan oleh pihak Belanda. Satu prajurit
Belanda ditukar dengan empat puluh pejuang Indonesia.
Jadi,
kalau nggak bisa menangani sendiri dan memang sudah terbukti tidak mampu,
Filipina harus didesak membuka diri agar militer asing bisa masuk. Kalau tidak
mau buka diri, sarankan mereka untuk membagi wiilayah dengan Abu Sayyaf agar
tidak lagi terjadi teror, tetapi akan terjadi hubungan equal antara Filipina dengan negara baru milik Abu Sayyaf.
Kalau
itu nggak mau, ini nggak mau juga bagaimana?
Kalau
begitu, Filipina adalah negara terbloon di dunia. Pemerintah Indonesia harus
melarang warganya untuk berbisnis dengan Filipina dan negara lain jika harus
melalui jalur-jalur yang tidak aman. Cari jalur lain meskipun harus dengan
mengeluarkan biaya yang tinggi dan waktu lebih lama.
Daripada
terjadi penculikan lagi yang nyusahin semua orang, mendingan keluar tambahan
biaya dan waktu.
Kalau
tambah biaya dan tambah waktu, semuanya akan jadi tambah mahal. Banyak sekali
yang dirugikan, terutama Filipina sendiri.
Soal
para sandera itu bagaimana?
Sementara ini, mari kita bully habis-habisan pada berbagai Medsos negara lemah sok jago yang bernama Filipina itu!
No comments:
Post a Comment