Sunday, 10 April 2016

Salah Sejarah, Salah Langkah, Salah Arah

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Kaburnya sejarah dan gelapnya riwayat kita mengakibatkan kita salah langkah dan salah arah. Akibatnya, kita tidak pernah selalu benar menyelesaikan berbagai permasalahan di negeri ini. Kalau kata Ir. Soekarno, Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, kita berpikiran selalu lemah, merasa diri kecil, memandang diri paling terbelakang adalah buntutnya tekanan selama berabad-abad. Tekanan itu berasal dari penjajahan yang benar-benar merusakkan tatanan kehidupan, budaya, ekonomi, sosial, politik, dan sejarah bangsa.

            Kita terlalu sering melihat dengan terpesona kehidupan orang-orang barat dengan segala kehidupannya. Hal itu mengakibatkan kita mulai percaya bahwa kita harus mencontoh mereka dalam menyelesaikan permasalahan kita. Hasilnya, kita menjadi hidup sama semrawutnya dengan mereka, sama gundahnya, sama kacaunya, dan sama-sama kehilangan pegangan. Hal tersebut diakibatkan kita lupa atau memang dilupakan terhadap kebesaran diri sendiri yang penuh keagungan dan kemuliaan. Sejarah hidup kita menjadi kacau-balau atau sengaja dikacau-balaukan.

            Dalam mengatasi korupsi, misalnya, banyak orang yang dengan bangga terhadap penanganan yang dilakukan orang-orang barat, padahal korupsi itu sendiri berasal dari barat. Selesai dari membangga-banggakan barat, diteruskan dengan membangga-banggakan Negara Cina dengan mengulang-ulang pernyataan para pemimpinnya yang dikampanyekan tegas telah menyiapkan peti mati bagi dirinya sendiri jika terlibat korupsi. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan sebaliknya. Ketika terjadi kebocoran data dari Panama Papers, Cina yang dibangga-banggakan orang itu malah menutup akses ke situs Panama Papers. Bahkan, memblokir berita-berita dari Amerika Serikat.

            Kenapa mereka menutup akses ke situs-situs itu?

            Hal itu menunjukkan bahwa mereka ingin menutupi kebusukan mereka. Mereka takut banyak ketahuan perilaku curangnya.

            Kalau tidak merasa bersalah, mengapa harus ditutup?

            Seharusnya, biasa saja. Kalau data itu salah dan tidak benar, sebaiknya tertawakan saja, jangan kebakaran jenggot lalu menutup akses.

            Mengapa sih kita selalu membangga-banggakan orang lain?

            Mengapa sih kita tidak berusaha keras mempelajari sejarah kebaikan diri kita sendiri dan membuatnya sebagai dasar untuk memperbaiki diri setelah banyak kerusakan yang ditimbulkan akibat penjajahan?

            Kita dirusakkan oleh penjajahan, tetapi memperbaiki diri dengan berkaca pada negeri-negeri penjajah. Aneh.

            Seharusnya, untuk mengatasi korupsi, kita belajar dari leluhur kita sendiri yang bersih dari korupsi. Jangan percaya bahwa leluhur kita juga korup karena tidak ada data, fakta, dan bukti bahwa leluhur kita korup. Mau dipaksa-paksain juga data dan fakta itu sampai hari ini tidak pernah ada yang meyakinkan, semuanya cuma dugaan yang diakibatkan mental-mental terjajah yang menganggap diri kita selalu salah dan terbelakang. Kan sudah saya bilangin bahwa korupsi itu timbul setelah terjadi interaksi negatif dengan bangsa penjajah.

            Belajar dan gali dari kearifan lokal bangsa sendiri. Itu lebih baik. Kalau masih becermin pada orang lain, kita tidak akan pernah selesai karena bangsa lain yang kita tiru pun memiliki masalah yang lebih berat dibandingkan kita. Kita menjadi salah langkah dan salah arah.

            Dalam banyak hal sebenarnya kita sudah tampak lebih baik dibandingkan negara lain dalam memecahkan masalah. Akan tetapi, aneh sekali kita tidak pernah melakukan pujian atau respek terhadap diri sendiri, kita masih berpenyakit dengan menganggap bahwa orang lain selalu lebih bagus. Aneh sekali.

            Kita ambil contoh mengenai persoalan lesbian, gay, biseks, dan transgender (LGBT) serta terorisme.  Mari kita bandingkan antara pandangan kita dengan pandangan orang lain. Di Barat LGBT itu diterima dengan baik, bahkan disahkan dalam undang-undang mereka atas dasar Ham. Di Timur Tengah LGBT dianggap mirip kejahatan serius, bahkan Isis menghukum mereka dengan cara yang sangat sadis. Di Indonesia LGBT dianggap penyakit yang harus disembuhkan sehingga harus direhabilitasi agar dapat hidup secara normal, lalu penyebarannya dicegah agar tidak menular.

            Pandangan mana yang lebih baik antara Barat, Timur Tengah, dan Indonesia?

            Soal terorisme. Di Barat terorisme adalah kejahatan yang harus dihancurkan dan dipropagandakan sebagai perwujudan dari ajaran Islam yang harus disingkirkan dan dibasmi. Di Timur Tengah terorisme adalah pemberontakan yang menjadi lawan pemerintah yang sah sehingga dianggap sebuah gerakan besar yang akan menghancurkan kemapanan. Di Indonesia terorisme dianggap sebagai penyimpangan dari keyakinan yang benar sehingga harus disadarkan agar kembali pada masyarakat secara normal dan hidup dengan lebih baik. Di samping itu, pemerintah pun berupaya memperbaikinya dengan peningkatan kesejahteraan agar tidak melakukan lagi aktivitas-aktivitas menyimpang. Oleh sebab itu, di Indonesia dikenal istilah “kembali pada pangkuan Ibu Pertiwi”. Maksudnya, mereka yang telah salah arah kembali pada arah yang benar dalam kebersamaan dengan rakyat Indonesia lainnya.

            Pandangan mana yang lebih baik antara Barat, Timur Tengah, dan Indonesia?

            Sadari bahwa pandangan kita itu berasal dari nilai-nilai yang telah dilekatkan Allah swt sejak lama, sejak nenek moyang kita, dan itu adalah kebaikan, keluhuran, kemuliaan, serta anugerah yang sangat besar.

            Berhenti mengagungkan bangsa lain. Belajar dari diri sendiri agar tak salah langkah dan tak salah arah. Gali kemuliaan kebenaran sejarah kita sendiri, berangkatlah dari sana untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada.

            Insyaallah, Allah swt akan memberikan petunjuk yang benar jika kita berupaya melangkah dengan benar sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita.

No comments:

Post a Comment