oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kaburnya sejarah dan
gelapnya riwayat kita mengakibatkan kita salah langkah dan salah arah.
Akibatnya, kita tidak pernah selalu benar menyelesaikan berbagai permasalahan
di negeri ini. Kalau kata Ir. Soekarno, Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, kita
berpikiran selalu lemah, merasa diri kecil, memandang diri paling terbelakang
adalah buntutnya tekanan selama
berabad-abad. Tekanan itu berasal dari penjajahan yang benar-benar
merusakkan tatanan kehidupan, budaya, ekonomi, sosial, politik, dan sejarah
bangsa.
Kita terlalu sering melihat dengan terpesona kehidupan
orang-orang barat dengan segala kehidupannya. Hal itu mengakibatkan kita mulai
percaya bahwa kita harus mencontoh mereka dalam menyelesaikan permasalahan
kita. Hasilnya, kita menjadi hidup sama semrawutnya dengan mereka, sama
gundahnya, sama kacaunya, dan sama-sama kehilangan pegangan. Hal tersebut
diakibatkan kita lupa atau memang dilupakan terhadap kebesaran diri sendiri
yang penuh keagungan dan kemuliaan. Sejarah hidup kita menjadi kacau-balau atau
sengaja dikacau-balaukan.
Dalam mengatasi korupsi, misalnya, banyak orang yang
dengan bangga terhadap penanganan yang dilakukan orang-orang barat, padahal
korupsi itu sendiri berasal dari barat. Selesai dari membangga-banggakan barat,
diteruskan dengan membangga-banggakan Negara Cina dengan mengulang-ulang pernyataan
para pemimpinnya yang dikampanyekan tegas telah menyiapkan peti mati bagi
dirinya sendiri jika terlibat korupsi. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan
sebaliknya. Ketika terjadi kebocoran data dari Panama Papers, Cina yang dibangga-banggakan orang itu malah menutup
akses ke situs Panama Papers. Bahkan, memblokir berita-berita dari Amerika
Serikat.
Kenapa mereka menutup akses ke situs-situs itu?
Hal itu menunjukkan bahwa mereka ingin menutupi kebusukan
mereka. Mereka takut banyak ketahuan perilaku curangnya.
Kalau tidak merasa bersalah, mengapa harus ditutup?
Seharusnya, biasa saja. Kalau data itu salah dan tidak
benar, sebaiknya tertawakan saja, jangan kebakaran jenggot lalu menutup akses.
Mengapa sih kita selalu membangga-banggakan orang lain?
Mengapa sih kita tidak berusaha keras mempelajari sejarah
kebaikan diri kita sendiri dan membuatnya sebagai dasar untuk memperbaiki diri
setelah banyak kerusakan yang ditimbulkan akibat penjajahan?
Kita dirusakkan oleh penjajahan, tetapi memperbaiki diri
dengan berkaca pada negeri-negeri penjajah. Aneh.
Seharusnya, untuk mengatasi korupsi, kita belajar dari
leluhur kita sendiri yang bersih dari korupsi. Jangan percaya bahwa leluhur
kita juga korup karena tidak ada data, fakta, dan bukti bahwa leluhur kita
korup. Mau dipaksa-paksain juga data dan fakta itu sampai hari ini tidak pernah
ada yang meyakinkan, semuanya cuma dugaan yang diakibatkan mental-mental
terjajah yang menganggap diri kita selalu salah dan terbelakang. Kan sudah saya
bilangin bahwa korupsi itu timbul setelah terjadi interaksi negatif dengan
bangsa penjajah.
Belajar dan gali dari kearifan lokal bangsa sendiri. Itu
lebih baik. Kalau masih becermin pada orang lain, kita tidak akan pernah
selesai karena bangsa lain yang kita tiru pun memiliki masalah yang lebih berat
dibandingkan kita. Kita menjadi salah langkah dan salah arah.
Dalam banyak hal sebenarnya kita sudah tampak lebih baik
dibandingkan negara lain dalam memecahkan masalah. Akan tetapi, aneh sekali
kita tidak pernah melakukan pujian atau respek terhadap diri sendiri, kita
masih berpenyakit dengan menganggap bahwa orang lain selalu lebih bagus. Aneh
sekali.
Kita ambil contoh mengenai persoalan lesbian, gay, biseks,
dan transgender (LGBT) serta terorisme. Mari
kita bandingkan antara pandangan kita dengan pandangan orang lain. Di Barat
LGBT itu diterima dengan baik, bahkan disahkan dalam undang-undang mereka atas
dasar Ham. Di Timur Tengah LGBT dianggap mirip kejahatan serius, bahkan Isis
menghukum mereka dengan cara yang sangat sadis. Di Indonesia LGBT dianggap
penyakit yang harus disembuhkan sehingga harus direhabilitasi agar dapat hidup
secara normal, lalu penyebarannya dicegah agar tidak menular.
Pandangan mana yang lebih baik antara Barat, Timur
Tengah, dan Indonesia?
Soal terorisme. Di Barat terorisme adalah kejahatan yang
harus dihancurkan dan dipropagandakan sebagai perwujudan dari ajaran Islam yang
harus disingkirkan dan dibasmi. Di Timur Tengah terorisme adalah pemberontakan
yang menjadi lawan pemerintah yang sah sehingga dianggap sebuah gerakan besar yang
akan menghancurkan kemapanan. Di Indonesia terorisme dianggap sebagai
penyimpangan dari keyakinan yang benar sehingga harus disadarkan agar kembali
pada masyarakat secara normal dan hidup dengan lebih baik. Di samping itu,
pemerintah pun berupaya memperbaikinya dengan peningkatan kesejahteraan agar
tidak melakukan lagi aktivitas-aktivitas menyimpang. Oleh sebab itu, di
Indonesia dikenal istilah “kembali pada pangkuan Ibu Pertiwi”. Maksudnya,
mereka yang telah salah arah kembali pada arah yang benar dalam kebersamaan
dengan rakyat Indonesia lainnya.
Pandangan mana yang lebih baik antara Barat, Timur
Tengah, dan Indonesia?
Sadari bahwa pandangan kita itu berasal dari nilai-nilai
yang telah dilekatkan Allah swt sejak lama, sejak nenek moyang kita, dan itu
adalah kebaikan, keluhuran, kemuliaan, serta anugerah yang sangat besar.
Berhenti mengagungkan bangsa lain. Belajar dari diri
sendiri agar tak salah langkah dan tak salah arah. Gali kemuliaan kebenaran
sejarah kita sendiri, berangkatlah dari sana untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang ada.
Insyaallah, Allah swt akan memberikan petunjuk yang benar jika kita berupaya melangkah dengan benar sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita.
No comments:
Post a Comment