oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Negara sebesar Indonesia
sepertinya mati kutu menghadapi negara kutu sekecil Singapura dalam hal
mengembalikan para penjahat korup ke Indonesia.
Apa susahnya sih?
Saya hanya berpikir sederhana sebagai orang yang
sederhana. Selama ini alasan Singapura tidak menjalankan perjanjian ekstradisi
yang pernah disepakati dengan Indonesia hanyalah “dibuat-buat” dan diupayakan
oleh orang-orang Indonesia juga agar rakyat “mengerti atau memahami” sulitnya
Singapura mengembalikan para koruptor ke Indonesia. Alasannya memang bisa
macam-macam. Terakhir, alasan Singapura tidak mengembalikan para pencuri itu
adalah arti koruptor di Indonesia tidak sama dengan arti koruptor di Singapura.
Maksudnya, Singapura tidak akan mengembalikan para koruptor karena apa yang
disebut perilaku korup di Indonesia tidak sama dengan di Singapura.
Ini alasan yang aneh. Saya merasakan Singapura mulai
mengintervensi kedaulatan hukum Indonesia. Urusan hukum Indonesia terhadap para
koruptor ya urusan Indonesia, tak perlu campur tangan negara lain. Apa yang
kita sebut korup ya urusan kita. Kalau Indonesia memaklumi alasan aneh Singapura
itu, sesungguhnya kita membiarkan orang lain merendahkan kedaulatan hukum
Indonesia. Itu sangat tidak baik. Singapura itu suka aneh-aneh memang. Dulu
mereka mau mengembalikan koruptor asal diberi tempat untuk latihan militer. Itu
kan alasan aneh juga.
Apa pun alasannya, sesungguhnya Singapura itu berupaya
melindungi para koruptor karena para koruptor itu banyak uang dan bisa banyak
belanja di sana. Itu adalah keuntungan buat Singapura. Apalagi kalau para
koruptor itu berinvestasi di sana, Singapura semakin mendapatkan keuntungan
yang besar. Paling tidak, ada sekitar 800 triliun investasi orang Indonesia di
Singapura. Artinya, Indonesia berperan besar memberikan kehidupan pada Singapura.
Di samping mendapatkan keuntungan dari investasi
orang-orang Indonesia, Singapura pun banyak mendapatkan keuntungan dari hal
lainnya, misalnya, reklamasi dan peluasan pantai. Tanah-tanah atau pasir-pasir
yang digunakan mereka untuk reklamasi dan peluasan pantai pun berasal dari
Indonesia. Belum lagi dari sektor pariwisata dan kunjungan lainnya, mereka
mendapatkan untung besar.
Sesungguhnya, jika mau lebih serius memerangi korupsi dan
menangkap koruptor di Singapura, Indonesia bisa memperhitungkan kelemahan dan
kekuatan kita melawan Singapura.
Kita harus memahami siapa yang memiliki tingkat
ketergantungan yang lebih tinggi, Indonesia terhadap Singapura ataukah Singapura
terhadap Indonesia?
Kalaulah ternyata Singapura lebih bergantung kepada
Indonesia, itu artinya kita sangat mudah untuk menekan Singapura agar
mengembalikan para koruptor. Sangat aneh jika sudah paham bahwa Singapura
bergantung kepada Indonesia, tetapi Indonesia tidak berbuat banyak untuk
menekan Singapura.
Kalaulah ternyata Indonesia yang lebih banyak bergantung
hidup pada Singapura, coba identifikasi dalam hal apa saja kita bergantung pada
mereka, lalu lepaskan ketergantungan itu.
Bukankah kita ingin mandiri?
Lagian, sebesar apa sih Indonesia bergantung pada
Singapura?
Soal apa sih?
Pelabuhan Singapura lebih bagus dan lebih besar?
Kita kan bisa membuat yang lebih bagus.
Rumah sakitnya lebih bagus?
Yang saya dengar sih tidak begitu. Secara keilmuan, para
dokter di Indonesia malah banyak yang lebih bagus. Bedanya hanya dalam hal
pelayanan. Pelayanan mereka memang lebih menyenangkan, baik dokter, perawat,
maupun sarana dan prasarananya.
Lalu, apalagi yang membuat kita sulit menekan Singapura?
Saya sangat khawatir bahwa kita tidak bisa menekan
Singapura karena ada segelintir pejabat Indonesia yang “tidak mau” membuat
tekanan itu karena punya banyak kepentingan pribadi di sana. Sebagai bangsa,
sebenarnya tidak perlu seperti itu.
Kita sebenarnya bisa melakukan tekanan, misalnya,
moratorium terhadap investasi orang Indonesia di Singapura, moratorium TKI, moratorium
kunjungan wisata, kesehatan, pendidikan, dan bisnis-bisnis lainnya dengan
Singapura. Moratorium itu harus dilakukan sepanjang Singapura tidak mau serius
mengembalikan para koruptor ke Indonesia. Di samping itu, kita pun bisa
melakukan tekanan-tekanan lainnya. Jika kita berani, Singapura akan mengalami kerugian
yang tidak sedikit. Kita bisa melihat langkah Menteri Susi Pudjiastuti yang
memberlakukan moratorium hasil penangkapan ikan yang mampu meningkatkan
pendapatan ikan dalam negeri dan membuat rugi perusahaan asing, khususnya Cina.
Dalam hal ini pun, kita tidak perlu ragu membuat Singapura rugi jika mereka “memelihara”
para pencuri uang Indonesia untuk kepentingan negerinya.
Mengapa kita tidak berani melakukan tekanan yang bisa membuat
Singapura rugi?
Takut?
Kalaulah memerangi korupsi adalah bagian dari jihad dan memang begitulah seharusnya,
ingat kata-kata Allah swt, “Jika kamu
merasakan sakit, sesungguhnya mereka juga merasakan sakit.”
Maksudnya, kalau mau
serius berjihad menekan Singapura agar mengembalikan para pencuri itu, kita
akan mendapatkan kerugian. Akan tetapi, Singapura pun akan merasakan kerugian
yang sama, bahkan lebih rugi dibandingkan Indonesia.
Masalahnya,
siapa yang lebih kuat berkorban untuk kepentingan negerinya sendiri, Indonesia
atau Singapura?
Pengorbanan memang harus dilakukan, seperti yang sering
diulang-ulang oleh Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Ir. Soekarno, “No sacrifice is wasted.”
Tak ada pengorbanan yang sia-sia.
Hasil yang kita dapatkan adalah sebesar pengorbanan yang kita berikan.
Pemerintah harus
menekan Singapura. Di samping itu, elemen-elemen bangsa yang lain beserta
masyarakat jangan terus-terusan pula jadi agen iklan gratis bagi Singapura.
Sangat sering media-media di Indonesia, baik cetak maupun elektronik
memuja-muji keindahan dan situasi di Singapura, padahal Singapura memakan uang-uang
Indonesia yang dibelanjakan para koruptor di sana. Rakyat pun demikian, sangat
banyak yang mengiklankan Singapura secara dari
mulut ke mulut yang entah benar, entah tidak, padahal dibayar juga enggak
sama Singapura.
Pemerintah dan rakyat seluruhnya harus menekan Singapura
dan berhenti jadi agen promosi gratis bagi Singapura. Kita punya keinginan agar
Singapura menghormati Indonesia dengan mengembalikan para pencuri kotor itu.
Begitu seharusnya.
No comments:
Post a Comment