oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Otto Hasibuan memang
berhasil meyakinkan publik, termasuk Jaksa Penuntut Umum bahwa akan
mendengarkan pernyataan Jessica terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin
yang menggegerkan. Sayangnya, pernyataan Jessica yang kemudian diterangkan
lebih lanjut oleh kuasa hukumnya itu hanya menggegerkan sejenak, sesaat, tak
bertahan lama.
Saya sebenarnya pada tulisan yang lalu sudah memberikan
masukan agar Jessica maupun tim kuasa hukumnya tidak membuat pernyataan yang
dapat memperluas permusuhan dengan keluarga Mirna karena hal itu sangat tidak
produktif. Akan tetapi, ternyata bukannya menghentikan pernyataan yang
berpotensi memperluas perseteruan, mereka malahan lebih memperluasnya lagi
dengan ungkapan-ungkapan yang dapat menyeret-nyeret pihak lain di luar keluarga
Mirna untuk ikut-ikutan berperang. Mereka telah mengusik Rangga, barista café
Olivier. Rangga itu memiliki keluarga, kerabat, teman, dan tempat kerja. Mereka
pun bisa ikut terusik dengan ungkapan atau pernyataan Jessica dan tim kuasa
hukumnya. Hal itu bisa merugikan Jessica dan tim kuasa hukumnya sendiri.
Mungkin tim Jessica tidak memperhatikan hal yang saya nasihatkan pada tulisan
lalu atau mereka tidak membacanya atau mereka tidak mau tahu dengan nasihat
saya. Entahlah.
Pada tulisan yang lalu saya mengkritik salah satu
paragraf dari pledoi Jessica yang berpotensi memperluas perseteruan dan sangat
tidak konstruktif dalam upayanya membebaskan diri dari segala dakwaan. Berikut
paragraf yang saya kritisi.
Tidak pernah terlintas dipikiran
saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi
siapa pun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk walau tanpa
penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat
karena kehilangan Mirna atau apakah
mereka kehilangan Mirna karena mereka jahat?
Paragraf itu sama
sekali tidak perlu karena tidak berhubungan dengan fakta-fakta di persidangan
dan memicu konflik baru dengan keluarga Mirna. Terutama, dalam setengah kalimat
terakhir “…atau apakah mereka kehilangan Mirna karena mereka jahat?”.
Saya sebetulnya mengharapkan mereka menghentikan
kalimat-kalimat semacam itu lagi karena bisa merugikan diri sendiri. Akan
tetapi, apa mau dikata, mereka memilih untuk melanjutkannya lagi.
Pada kesempatan pembacaan duplik yang merupakan tanggapan
atas replik Jaksa Penuntut Umum, Jessica dan tim kuasa hukumnya malahan
memperkeras perseteruan dengan keluarga Mirna dan menyeret pula nama lainnya.
Di hadapan hakim mereka memberikan informasi baru yang menyebutkan bahwa pada
hari sebelum hari kematian Mirna, 5 Januari 2016, ada seseorang yang bersedia
bersaksi bahwa dirinya telah melihat Arief Soemarko, suami Wayan Mirna Salihin,
telah memberikan kantong kresek hitam kepada Rangga, barista café Olivier, di
parkiran Sarinah pada pukul 15.30. Orang ini menduga keras bahwa Rangga adalah
orang yang telah meracun Mirna atas perintah Arief dengan sogokan uang
Rp140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).
Informasi ini sesungguhnya kontraproduktif dengan
konstruksi pikiran yang sedang dibangun Tim Otto Hasibuan, selaku penasihat
hukum Jessica. Hal inilah yang membuat keterkejutan orang menjadi reda
seketika. Saya sendiri merasa bingung, aneh, lalu merasa ada yang lucu. Pernyataan
mereka saling membantah di antara mereka sendiri.
Coba perhatikan. Informasi baru yang disampaikan Jessica
dan timnya dalam kesempatan pembacaan duplik pada 21 Oktober 2016 itu
menyebutkan bahwa Arief telah memberikan kresek hitam yang diduga berisi uang
Rp140.000.000,- kepada Rangga untuk membunuh Wayan Mirna Salihin. Jadi, Rangga
adalah orang yang patut diduga keras membubuhkan racun sianida pada Vietnam Ice
Coffe yang diminum Wayan Mirna Salihin. Artinya, Mirna mati karena racun sianida yang
dimasukan Rangga atas perintah Arief.
Mirna mati karena
racun sianida!
Betul, kan?
Inilah hal yang kontradiktif dengan konstruksi pikiran
yang sedang dikembangkan Otto Hasibuan. Tim kuasa hukum Jessica berulang-ulang
meyakinkan majelis dengan berdasarkan pemberitaan di televisi Australia dan
pendapat para ahli yang diundang pihak penasihat hukum bahwa Wayan
Mirna Salihin tidak mati karena racun sianida.
Wayan
Mirna Salihin tidak mati karena racun sianida!
Jadi, konstruksi pikiran yang dibangun
penasihat hukum bahwa Wayan Mirna Salihin tidak mati karena racun
sianida telah melemahkan
sekaligus dilemahkan oleh informasi baru yang dijelaskan Jessica dan timnya
yang mengarah pada dugaan Mirna mati
karena racun sianida yang ditaburkan Rangga atas perintah Arief Soemarko.
Hal itu sungguh sangat membingungkan saya.
Konstruksi pikiran mana yang sesungguhnya disuguhkan
Jessica dan Tim Otto Hasibuan untuk mempengaruhi pendapat hakim?
Apakah Jessica harus bebas disebabkan Mirna
mati karena racun sianida yang ditaburkan oleh orang lain atau Jessica
harus bebas disebabkan Mirna tidak mati karena racun sianida?
Pernyataan mana yang disuguhkan mereka
kepada publik dan hakim, Mirna mati karena racun sianida atau
Mirna
tidak mati karena racun sianida?
Saya bukan ahli hukum dan tidak terlalu mengerti hukum. Saya
adalah lulusan terbaik dengan nilai tertinggi pada angkatan saya dalam Subprogram Studi Editing, Jurusan Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung. Saya adalah
orang yang sering diminta bantuan oleh para penulis dan penerbit untuk menjadi
editor bahasa. Fungsi saya adalah menjadi penengah antara penulis dan pembaca.
Tugas saya adalah menjembatani antara penulis dan pembaca. Saya berupaya keras
agar segala informasi yang didapat pembaca dari sebuah tulisan adalah sama
persis dengan apa yang ada dalam dalam pikiran para penulisnya. Jadi, semua
informasi atau gagasan para penulis dapat sampai kepada para pembacanya dengan
utuh. Apabila ada “ketidakkonsistenan” dalam tulisan Si Penulis yang dapat
menimbulkan distorsi dan gangguan penafsiran pada pembacanya, saya selalu
menghubungi penulisnya untuk memperjelas maksud yang ingin disampaikannya. Hal
yang tidak konsisten adalah hal paling buruk dalam dunia “pernaskahan”.
Dengan teknik penyuntingan dan pengalaman sebagai editor
bahasa saya mencoba menganalisa dan menilai segala hal yang disampaikan Jessica
dan tim kuasa hukumnya dalam pembacaan duplik 20 Oktober 2016. Sayang sekali,
dalam keilmuan saya, hal-hal yang dibaca oleh Jessica dan tim kuasa hukumnya
memiliki hal yang tidak konsisten sebagaimana salah satunya telah saya
sebutkan.
Pernyataan mana yang disuguhkan Jessica dan tim kuasa
hukumnya kepada publik dan hakim, Mirna mati karena racun sianida atau
Mirna
tidak mati karena racun sianida?
Kalau Mirna mati karena racun sianida, konstruksi
pikiran yang dibangun tim Otto Hasibuan sejak awal bahwa Mirna tidak mati karena racun
sianida sama sekali tidak memiliki arti apa pun, tidak memiliki nilai
apa pun alias sia-sia. Sebaliknya, kalau Mirna tidak mati karena racun sianida, informasi
baru mengenai Rangga yang disuap Arief untuk meracun Mirna sehingga Mirna mati sama
sekali mengada-ada, tidak memiliki nilai apa pun alias sia-sia. Kalau
konstruksi pikiran yang dibangun adalah kedua-duanya disuguhkan untuk
mempengaruhi pendapat hakim, yaitu Mirna mati karena racun sianida sekaligus
Mirna
tidak mati karena racun sianida, itu namanya tidak masuk akal.
Hakim dan seluruh masyarakat Indonesia harus jeli
mengenai hal ini sehingga keadilan benar-benar dapat ditegakkan.
No comments:
Post a Comment