Thursday 20 October 2016

Duplik Tim Jessica yang Menggegerkan Sejenak

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Otto Hasibuan memang berhasil meyakinkan publik, termasuk Jaksa Penuntut Umum bahwa akan mendengarkan pernyataan Jessica terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang menggegerkan. Sayangnya, pernyataan Jessica yang kemudian diterangkan lebih lanjut oleh kuasa hukumnya itu hanya menggegerkan sejenak, sesaat, tak bertahan lama.

            Saya sebenarnya pada tulisan yang lalu sudah memberikan masukan agar Jessica maupun tim kuasa hukumnya tidak membuat pernyataan yang dapat memperluas permusuhan dengan keluarga Mirna karena hal itu sangat tidak produktif. Akan tetapi, ternyata bukannya menghentikan pernyataan yang berpotensi memperluas perseteruan, mereka malahan lebih memperluasnya lagi dengan ungkapan-ungkapan yang dapat menyeret-nyeret pihak lain di luar keluarga Mirna untuk ikut-ikutan berperang. Mereka telah mengusik Rangga, barista café Olivier. Rangga itu memiliki keluarga, kerabat, teman, dan tempat kerja. Mereka pun bisa ikut terusik dengan ungkapan atau pernyataan Jessica dan tim kuasa hukumnya. Hal itu bisa merugikan Jessica dan tim kuasa hukumnya sendiri. Mungkin tim Jessica tidak memperhatikan hal yang saya nasihatkan pada tulisan lalu atau mereka tidak membacanya atau mereka tidak mau tahu dengan nasihat saya. Entahlah.

            Pada tulisan yang lalu saya mengkritik salah satu paragraf dari pledoi Jessica yang berpotensi memperluas perseteruan dan sangat tidak konstruktif dalam upayanya membebaskan diri dari segala dakwaan. Berikut paragraf yang saya kritisi.

            Tidak pernah terlintas dipikiran saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi siapa pun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk walau tanpa penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna atau apakah mereka kehilangan Mirna karena mereka jahat?

            Paragraf itu sama sekali tidak perlu karena tidak berhubungan dengan fakta-fakta di persidangan dan memicu konflik baru dengan keluarga Mirna. Terutama, dalam setengah kalimat terakhir “…atau apakah mereka kehilangan Mirna karena mereka jahat?”.

            Saya sebetulnya mengharapkan mereka menghentikan kalimat-kalimat semacam itu lagi karena bisa merugikan diri sendiri. Akan tetapi, apa mau dikata, mereka memilih untuk melanjutkannya lagi.

            Pada kesempatan pembacaan duplik yang merupakan tanggapan atas replik Jaksa Penuntut Umum, Jessica dan tim kuasa hukumnya malahan memperkeras perseteruan dengan keluarga Mirna dan menyeret pula nama lainnya. Di hadapan hakim mereka memberikan informasi baru yang menyebutkan bahwa pada hari sebelum hari kematian Mirna, 5 Januari 2016, ada seseorang yang bersedia bersaksi bahwa dirinya telah melihat Arief Soemarko, suami Wayan Mirna Salihin, telah memberikan kantong kresek hitam kepada Rangga, barista café Olivier, di parkiran Sarinah pada pukul 15.30. Orang ini menduga keras bahwa Rangga adalah orang yang telah meracun Mirna atas perintah Arief dengan sogokan uang Rp140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).

            Informasi ini sesungguhnya kontraproduktif dengan konstruksi pikiran yang sedang dibangun Tim Otto Hasibuan, selaku penasihat hukum Jessica. Hal inilah yang membuat keterkejutan orang menjadi reda seketika. Saya sendiri merasa bingung, aneh, lalu merasa ada yang lucu. Pernyataan mereka saling membantah di antara mereka sendiri.

            Coba perhatikan. Informasi baru yang disampaikan Jessica dan timnya dalam kesempatan pembacaan duplik pada 21 Oktober 2016 itu menyebutkan bahwa Arief telah memberikan kresek hitam yang diduga berisi uang Rp140.000.000,- kepada Rangga untuk membunuh Wayan Mirna Salihin. Jadi, Rangga adalah orang yang patut diduga keras membubuhkan racun sianida pada Vietnam Ice Coffe yang diminum Wayan Mirna Salihin. Artinya, Mirna mati karena racun sianida yang dimasukan Rangga atas perintah Arief.

            Mirna mati karena racun sianida!

            Betul, kan?

            Inilah hal yang kontradiktif dengan konstruksi pikiran yang sedang dikembangkan Otto Hasibuan. Tim kuasa hukum Jessica berulang-ulang meyakinkan majelis dengan berdasarkan pemberitaan di televisi Australia dan pendapat para ahli yang diundang pihak penasihat hukum bahwa Wayan Mirna Salihin tidak mati karena racun sianida.

            Wayan Mirna Salihin tidak mati karena racun sianida!

            Jadi, konstruksi pikiran yang dibangun penasihat hukum bahwa Wayan Mirna Salihin tidak mati karena racun sianida telah melemahkan sekaligus dilemahkan oleh informasi baru yang dijelaskan Jessica dan timnya yang mengarah pada dugaan Mirna mati karena racun sianida yang ditaburkan Rangga atas perintah Arief Soemarko.

            Hal itu sungguh sangat membingungkan saya.

            Konstruksi pikiran mana yang sesungguhnya disuguhkan Jessica dan Tim Otto Hasibuan untuk mempengaruhi pendapat hakim?

            Apakah Jessica harus bebas disebabkan Mirna mati karena racun sianida yang ditaburkan oleh orang lain atau Jessica harus bebas disebabkan Mirna tidak mati karena racun sianida?

            Pernyataan mana yang disuguhkan mereka kepada publik dan hakim, Mirna mati karena racun sianida atau Mirna tidak mati karena racun sianida?

            Saya bukan ahli hukum dan tidak terlalu mengerti hukum. Saya adalah lulusan terbaik dengan nilai tertinggi pada angkatan saya dalam Subprogram Studi Editing, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung. Saya adalah orang yang sering diminta bantuan oleh para penulis dan penerbit untuk menjadi editor bahasa. Fungsi saya adalah menjadi penengah antara penulis dan pembaca. Tugas saya adalah menjembatani antara penulis dan pembaca. Saya berupaya keras agar segala informasi yang didapat pembaca dari sebuah tulisan adalah sama persis dengan apa yang ada dalam dalam pikiran para penulisnya. Jadi, semua informasi atau gagasan para penulis dapat sampai kepada para pembacanya dengan utuh. Apabila ada “ketidakkonsistenan” dalam tulisan Si Penulis yang dapat menimbulkan distorsi dan gangguan penafsiran pada pembacanya, saya selalu menghubungi penulisnya untuk memperjelas maksud yang ingin disampaikannya. Hal yang tidak konsisten adalah hal paling buruk dalam dunia “pernaskahan”.

            Dengan teknik penyuntingan dan pengalaman sebagai editor bahasa saya mencoba menganalisa dan menilai segala hal yang disampaikan Jessica dan tim kuasa hukumnya dalam pembacaan duplik 20 Oktober 2016. Sayang sekali, dalam keilmuan saya, hal-hal yang dibaca oleh Jessica dan tim kuasa hukumnya memiliki hal yang tidak konsisten sebagaimana salah satunya telah saya sebutkan.

            Pernyataan mana yang disuguhkan Jessica dan tim kuasa hukumnya kepada publik dan hakim, Mirna mati karena racun sianida atau Mirna tidak mati karena racun sianida?

            Kalau Mirna mati karena racun sianida, konstruksi pikiran yang dibangun tim Otto Hasibuan sejak awal bahwa Mirna tidak mati karena racun sianida sama sekali tidak memiliki arti apa pun, tidak memiliki nilai apa pun alias sia-sia. Sebaliknya, kalau Mirna tidak mati karena racun sianida, informasi baru mengenai Rangga yang disuap Arief untuk meracun Mirna sehingga Mirna mati sama sekali mengada-ada, tidak memiliki nilai apa pun alias sia-sia. Kalau konstruksi pikiran yang dibangun adalah kedua-duanya disuguhkan untuk mempengaruhi pendapat hakim, yaitu Mirna mati karena racun sianida sekaligus Mirna tidak mati karena racun sianida, itu namanya tidak masuk akal.

            Hakim dan seluruh masyarakat Indonesia harus jeli mengenai hal ini sehingga keadilan benar-benar dapat ditegakkan.


No comments:

Post a Comment