Monday 22 March 2010

Kalau Tidak Demokratis, Berarti Tirani: Pikiran Sesat

oleh Tom Finaldin

Bandung
Selama ini hampir dari semua kita menganggap bahwa demokrasi adalah sistem politik paling unggul. Kita mengira bahwa kalau bukan demokrasi, berarti menggunakan sistem politik tirani atau paling jauh menerapkan sistem Negara Islam. Ini adalah pikiran sesat yang disebabkan kita sudah dijejali oleh pemahaman-pemahaman terbatas yang terkena pengaruh asing sangat kuat.

Dalam peribahasa Sunda dikenal ajaran “Ulah kurung batokeun” yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah “Jangan hidup bagaikan dalam tempurung”. Orang yang hidup dalam tempurung memiliki pandangan yang teramat terbatas. Ia hanya melihat apa yang ada dalam tempurung yang dibatasi oleh dinding-dinding tempurung kelapa. Oleh sebab itu, ia dan orang-orang lain yang juga hidup dalam tempurung tidak tahu apa-apa kecuali yang dilihatnya itu.

Baguslah para orang tua Sunda punya pepatah seperti itu. Artinya, kita harus berani keluar dari tempurung itu. Orang yang berani keluar dari tempurung kelapa akan segera terpesona dengan luasnya dunia yang jauh lebih luas dan punya banyak pilihan dibandingkan hidup dalam kegelapan tempurung. Ia akan segera tersenyum senang, gembira karena mendapatkan hal-hal lain yang jauh lebih mengenakan mata, fisik, dan jiwa.

Apabila orang yang telah keluar dari tempurung itu berjiwa pertapa, ia akan terus berada di luar sendirian dan menikmati indahnya dunia luar tak peduli dengan orang-orang lain yang masih berada dalam kegelapan. Kalau orang itu berjiwa pejuang, ia akan masuk lagi dalam tempurung, kemudian memberi kabar gembira pada orang-orang yang selalu berada dalam kegelapan yang menyesakan itu. Ia akan terus berbicara mengenai indahnya dunia luar. Akan tetapi, ia segera akan mendapat cemoohan, ejekan, hinaan dari orang-orang gelap itu. Ia dianggap gila atau pengkhayal karena mengajak kepada hal-hal yang menurut mereka tak mungkin. Wajar, toh, mereka pandangannya terbatas. Meskipun demikian, seorang pejuang tak kenal lelah dan tak takut cacian, ia akan terus menyadarkan orang-orang agar segera menuju keadaan yang lebih baik. Hal itu disebabkan ia teramat mencintai manusia dan merasa kasihan kepada mereka yang setiap hari gelisah dan punya banyak impian yang kosong.

Dalam istilah asing yang mirip dengan pepatah di atas adalah “Helicopter skill”. Artinya, kita harus memiliki kemampuan melihat sesuatu itu dari atas sehingga pandangan kita luas, lebih jauh dibandingkan dengan orang-orang yang berada di bawah. Orang-orang yang berada di jalanan pandangannya dibatasi oleh benda-benda dan bangunan-bangunan yang berada di sekitarnya, sedangkan yang berada dalam helikopter akan lebih jelas dan luas. Dengan demikian, ia akan lebih cermat dan lebih arif dalam mengambil berbagai keputusan sebelum melakukan tindakan.

Sengaja saya mengemukakan pepatah itu agar kita paham bahwa pengetahuan itu teramat luas dan pengetahuan yang kita miliki saat ini teramat terbatas. Tulisan ini dibuat dengan harapan orang-orang lebih memahami apa yang sering saya kemukakan dalam berbagai kesempatan. Rata-rata semua yang telah saya ajak diskusi mulai kalangan bawah sampai akademisi, memahami bahwa apa yang saya sampaikan adalah benar, yaitu sistem politik demokrasi adalah sistem politik yang berbahaya dan menghancurkan peradaban manusia. Hanya mereka, sebelum saya terangkan, selalu memiliki kesimpulan sendiri bahwa saya mengharapkan sistem pemerintahan tirani atau Negara Islam.

Jujur saja, pendapat atau kesimpulan mereka secara sepihak itu bisa dimaklumi karena mereka tidak memiliki alternatif di luar yang mereka ketahui. Artinya, kalau tidak demokrasi, berarti tirani atau Negara Islam.

Beginilah yang saya maksudkan berkaitan dengan pepatah Sunda di atas. Kita telah terkurung oleh batok kelapa terlalu lama, mungkin berabad-abad. Penyebabnya adalah kita selalu hanya merespon sesuatu yang bisa kita raba, kita lihat, dan kita ukur dengan ukuran konvensional. Padahal, ilmu Allah swt sangat luas, meliputi segala sesuatu.

Meskipun demikian, kita tidak bisa menyalahkan karena Allah swt sendiri sangat bijaksana dalam memberikan pengetahuan, artinya setahap demi setahap, bagian demi bagian, tidak langsung dijatuhkan dari langit seluruhnya karena pasti akan membuat manusia kebingungan. Bukankah Al Quran juga diturunkan bertahap sesuai dengan asbabun nuzul-nya?

Pandangan tersesat itu wajar keluar karena dalam setiap diskusi, orang-orang selalu melihat betapa terkekangnya hidup dalam demokrasi palsu Orde Baru, semua serba terbatas, mudah takut, dan cenderung feodalistis. Adapun dalam demokrasi sekarang ini, orang-orang bisa lebih bebas berekspresi, menggunakan potensinya secara maksimal meskipun itu tidak juga menimbulkan manfaat yang diharapkan.

Pendek kata, mereka paham demokrasi itu bejat dan menyesatkan, namun tidak memiliki pilihan lain dalam arti takut hidup dalam keterkekangan jika tidak menggunakan sistem politik demokrasi.

Saudara sekalian, sesungguhnya hidup dalam suasana represif Orde Baru tidak berkaitan dengan demokrasi. Kesewenang-wenangan Orde Baru bukan berarti tidak demokratis. Pemerintahan Orba itu represif karena tidak melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen. Buktinya, bukankah yang namanya kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat itu dilindungi oleh undang-undang? Bukankah kita diamanatkan untuk gemar bermusyawarah oleh Pancasila? Bukankah kita harus bergotong royong? Bukankah kita harus menghargai manusia lain dengan lebih beradab?

Dalam zaman Orde Baru hak-hak itu ditekan, dibatasi, dikekang secara masif. Sesungguhnya, tanpa demokrasi, asal hak-hak yang diatur dalam UUD 1945 dan Pancasila itu diberikan penuh, hidup kita akan tenang, nyaman, dan bebas. Bahkan, ada lebihnya bila dibandingkan dengan kebebasan sekarang. Kebebasan yang telah ada dalam UUD 1945 dan Pancasila itu akan memberikan daya dorong yang kuat untuk saling membahu menuju kemajuan bersama agar hidup lebih mulia lahir maupun batin. Berbeda jauh dengan kebebasan yang digembar-gemborkan demokrasi yang berujung pada perpecahan, fitnah, persaingan, dan kecurangan.

Jadi, Saudara-saudara sekalian, sungguh tak ada hubungan antara sifat reprersif Orde Baru dengan demokrasi. Artinya, bukan karena pemerintah Orde Baru tidak demokratis hidup kita terkekang, tetapi keterkekangan itu disebabkan oleh tidak dilaksanakannya UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen oleh Orde Baru.

Tanpa demokrasi kita akan hidup lebih bebas penuh kemuliaan dan terhormat, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah swt.

O ya, soal Negara Islam, menurut saya sampai hari ini konsep itu masih kabur dan tidak jelas. Saya berpandangan tidak perlu menjelas-jelaskan sesuatu yang pasti tidak akan pernah jelas karena Islam itu diturunkan bukan untuk mendirikan suatu negara berikut syarat-syarat konvensionalnya. Islam tidak terbatas teritorial, tidak terikat syarat-syarat konvensional sebuah negara yang dibikin oleh manusia. Malahan, kalau Islam dikotak-kotakan, dikerdil-kerdilkan menjadi suatu negara tertentu, rasa-rasanya membuat Islam itu sendiri sempit dan sesak. Islam merupakan ajaran penyempurna akhlak untuk mencapai kehidupan harmonis dan serasi di dunia serta menyebabkan pemeluknya mendapatkan kebahagiaan, baik lahir maupun batin, baik di dunia maupun diakhirat.

Semoga tulisan ini dapat memberikan penjelasan yang cukup bisa dipahami meski terbatas oleh ruang dan waktu. Semoga Allah swt tak pernah bosan untuk memberikan petunjuk kepada kita agar keluar dari ketersesatan yang menimbulkan kerumitan hidup ini. Amin.

No comments:

Post a Comment