Tuesday, 23 March 2010

Demokrasi Dorong Pencetakan Uang Palsu

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Negeri yang sedang dirundung malang ini kerap menyaksikan banyak pihak yang berupaya mencari kekayaan dengan membuat uang palsu. Memang ada ahli yang mengatakan bahwa peredaran uang palsu rupiah sampai saat ini belum menggoncangkan stabilitas moneter Indonesia, artinya jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan uang asli. Akan tetapi, jika perilaku pemalsuan itu berlanjut, bukan tak mungkin akan membengkak yang pada gilirannya akan menambah rumit suasana. Apalagi pada masa ini masyarakat tampak kurang begitu waspada terhadap uang palsu.

Dulu pembuatan uang palsu kelihatannya dilakukan untuk sekedar mencari kekayaan dengan jalan menipu. Saat ini dorongan untuk membuat uang palsu bertambah lagi, yaitu mencari kedudukan dan kekuasaan.

Praktiknya begini. Dalam sebuah stasiun televisi swasta dikemukakan bahwa mereka yang membuat uang palsu itu bermaksud mengongkosi berbagai aksi kampanye memperkenalkan partai dan Calegnya. Rakyat yang katanya sudah “cerdas” ini bersedia berkampanye untuk apa saja, baik untuk partai, Caleg, ataupun demonstrasi dengan catatan diberi upah yang sesuai. Orang-orang ini punya manajer yang sering bertugas menjadi penghubung dengan pihak-pihak yang berkepentingan, Sang Manajer tentunya meminta biaya untuk menggelar arak-arakan itu. Pihak-pihak yang punya “keinginan” itu, sesuai kebiasaan, akan memberikan dana yang dianggapnya cukup.

Uang untuk menggelar arak-arakan itu berasal dari tentunya kalau tak punya sendiri, pasti pinjam sana-pinjam sini dengan menjual sejumlah janji. Jika itu pun masih kurang, kepalanya berputar untuk mencari uang. Lalu, terbersitlah untuk mencetak uang palsu dengan memanfaatkan masyarakat yang sudah semakin tidak waspada dan tidak peduli dengan asli-tidaknya uang yang beredar. Begitulah yang terjadi. Alasannya untuk kampanye yang sangat dibutuhkan dalam dunia demokrasi. Bukankah demokrasi mensyaratkan adanya dukungan masyarakat yang luas? Untuk mencapai dukungan itu, uang jadi alat efektif untuk menarik dan menggerakkan massa.

Jadi, demokrasi adalah benar-benar sistem politik yang berbahaya dan cenderung merusakkan moral, mental, dan spiritual masyarakat. Sepertinya itu indah demokrasi, namun sesungguhnya menyimpan jutaan keborokan yang busuk dan memuakkan.

No comments:

Post a Comment