Thursday 18 March 2010

Elit Tolol Ngajarin Rakyat Munafik

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Siapa pun orangnya, jabatan apa pun yang disandangnya, sebanyak apa pun pengikutnya, saya mengatakan orang itu adalah Elit Tolol, Goblok, Bego, dan Bodoh. Mereka itu punya borok di dalam otaknya. Kalau boroknya itu tidak bisa dioperasi sampai sembuh, sebaiknya disuruh diam sampai mati. Soalnya, kalau masih tetap hidup, bisa mengacaukan pikiran orang-orang, rakyat Indonesia, yang mestinya banyak mendapatkan cinta dan bimbingan.

Dari dulu kita sangat menyadari bahwa demokrasi yang terjadi di negeri ini melibatkan perilaku “money politics”. Sehebat apa pun upaya untuk menghentikan perilaku gila ini, tak akan pernah bisa berhasil. Ada elit politik yang pengennya disebut orang baik mengganti istilah itu dengan “cost politics” supaya lebih sopan. Padahal, isinya ya itu–itu juga, namanya suap.

Ingat, yang menyuap dan yang disuap belum tentu masuk penjara, malah bisa menjadi pejabat yang jahat, tetapi pasti tempatnya adalah di neraka. Itu pasti. Percayalah. Nggak percaya? Gimana Elu aja deh.

Karena money politics ini tak bisa dibendung dan terus menerus terjadi, Elit Tolol yang goblok itu ngajarin rakyat dengan kalimat, “Ambil saja uangnya, tapi jangan dipilih.”

Itu ngajarin orang jadi munafik, Bego!

Kalau kemunafikan ini hanya terjadi pada tingkat antarperson, kerusakannya terbatas. Hanya di antara mereka yang terlibat yang mengalaminya. Akan tetapi, kalau kemunafikan ini menyebarluas secara sporadis, akan mengacaukan hubungan pergaulan masyarakat. Kita sudah melihat buah ajaran Elit Bodoh itu.

Banyak Caleg yang meminta kembali barang-barang atau uang yang telah diberikan kepada masyarakat karena masyarakat tidak memilihnya. Ada juga Caleg gagal yang merusakkan fasilitas-fasilitas di sebuah tempat karena merasa ditipu oleh rakyat.

Akibat dari peristiwa itu adalah terjadinya gangguan hubungan baik di dalam masyarakat. Semua jadi tegang, saling curiga, dan marah besar.

Kita dengan spontan menyalahkan para Caleg gagal itu karena dinilai tidak baik. Lalu, rakyat yang telah menerima uang, barang, atau fasilitas itu adalah orang-orang yang baik?

Si Elit Goblok pasti mengatakannya adalah rakyat yang cerdas.

Cerdas dari mana? Dari Hongkong?

Saya pikir wajar saja para Caleg gagal itu kecewa dan marah. Dia merasa telah ditipu mentah-mentah oleh rakyat. Bahkan, mungkin sudah ada yang berjanji padanya untuk memilihnya dan mengajak orang-orang yang dia kenal untuk memilihnya juga karena telah mendapatkan pemberian yang rasanya enak dari Sang Caleg, padahal hatinya bengkok. Bukankah itu sikap yang munafik?

Saya mencontohkan kepada diri saya sendiri. Kalau saya memberikan uang dua puluh lima ribu rupiah kepada seseorang dengan harapan orang itu membantu saya membetulkan genteng yang bocor, kemudian orang itu ternyata tidak melakukannya padahal telah menerima uang dari saya, tetapi malahan membetulkan genteng tetangga, wajarkah kalau saya marah dan kecewa? Tidak bolehkah saya mengambil kembali uang yang telah saya berikan agar dapat diberikan kepada orang lain yang benar-benar akan membantu saya? Saya bisa mengambil uang itu kembali atau membiarkannya, tetapi orang itu sudah ada dalam catatan hidup saya sebagai orang yang tidak bisa dipercaya.

Dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pasca-Pemilu, kita mestinya sudah bisa mengambil pelajaran dan semakin hari semakin meyakini bahwa sistem politik demokrasi itu mengacaukan kehidupan yang harmonis. Semua orang bisa jadi munafik, baik Caleg maupun rakyat. Bahkan, orang yang pengennya jadi terhormat ngajarin nggak bener sama rakyat.

Seharusnya, kalau tidak akan memilih orang itu atau partai itu, jangan diterima pemberiannya. Itu adalah sikap sportif, ksatria, terpuji, dan Pancasilais.

Sikap yang paling mudah adalah meninggalkan demokrasi. Kembalilah kepada kesucian Ibu Pertiwi. Di sanalah kekuatan kita. Demi Allah.

Heh, Bego! Hai Tolol! Wahai Goblok! Kalau jadi elit politik, kalau jadi figur publik, ngomong harus bener, pikir dulu, pertimbangkan dulu pakai hati dan otak. Jangan asal berkokok. Brengsek juga Lu!

No comments:

Post a Comment