Saturday, 11 September 2010

Waspadalah Sangat Mungkin Malaysia Sedang Dikendalikan Iblis dan Syetan

oleh Tom Finaldin

Syetan
Sesungguhnya, kita manusia harus waspada karena dilahirkan untuk mengarungi hidup dengan digoda oleh syetan. Syetan itu diciptakan Allah swt untuk menguji kita dan menentukan posisi kita di hadapan Allah swt. Kalau kita melangkah mengikuti syetan, pasti celaka. Jika kita berjalan di jalan Allah swt, pasti selamat, baik di dunia ini maupun di akhirat.

Syetan sendiri terdiri atas dua jenis makhluk, yaitu jin dan manusia, sebagaimana yang diinformasikan oleh Allah swt.

"Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja Manusia, Sembahan Manusia dari kejahatan (bisikan) syetan yang biasa bersembunyi yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia dari golongan jin dan manusia.’.” (QS An Naas: 1-6)

Allah swt dalam surat di atas memerintahkan kita untuk berlindung kepada-Nya dari bisikan dan godaan syetan yang terdiri atas jenis jin dan manusia.

Syetan dari jenis jin menggoda dengan cara yang halus. Ia memasuki hati, menyusup ke dalam dada, membisiki telinga, dan lain sebagainya sesuai sarana dan kelengkapan yang dimilikinya. Syetan jin ini punya raja yang bakal hidup sampai kiamat. Ia adalah Iblis laknatullah.

Syetan dari jenis manusia menggoda dengan cara-cara yang bisa diindera secara biasa. Dia menggembar-gemborkan pemikiran-pemikiran sosial, politik, budaya, agama, ekonomi, dan sebagainya. Sungguh, kita hidup saat syetan berjaya menguasai sektor-sektor kehidupan manusia ini. Dengan luwesnya, mereka memoles kesesatan seperti sebuah kebaikan. Syetan manusia ini bisa ada di perguruan tinggi, birokrasi, LSM, Ormas, ceramah keagamaan, kegiatan sosial, dan sebagainya. Mereka punya cara khusus untuk menyamarkan dirinya dan menghasut manusia agar tak pernah hidup harmonis.

Syetan yang jenisnya manusia sudah jelas sama dengan kita, bahkan dalam beberapa hal mungkin memiliki keunggulan, misalnya, sekolahnya lebih tinggi, uangnya lebih banyak, relasinya jauh lebih luas, kedudukannya lebih terhormat, memiliki angkatan bersenjata yang hebat, karya-karyanya begitu populer, namanya sering disebut-sebut, serta berbagai kelebihan lainnya. Akan tetapi, adapula yang berasal dari golongan ekonomi menengah dan lemah. Hal itu memang disebabkan mereka manusia yang memiliki kesempatan yang sama dengan manusia lain. Bedanya, mereka sudah bergelar syetan. Meskipun demikian, kita tidak bisa menunjuk hidungnya dengan memvonis bahwa mereka syetan karena mereka menyembunyikan identitasnya dan membaur dengan manusia lainnya dalam berbagai lapangan kehidupan.

Syetan jenis manusia ini punya raja juga. Di adalah Dajjal yang bakal hidup sampai kiamat.

Perhatikan firman Allah swt berikut ini.

“Iblis menjawab, ‘Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.’
Allah berfirman, ‘Sesungguhnya, kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’.” (QS Al Arraf : 14-15).

Dalam ayat di atas, terdapat kata mereka yang diberi tangguh. Mereka artinya tidak satu orang, tetapi banyak. Mereka yang ditangguhkan atau ditunda kematiannya atau sangat dipanjangkan umurnya, di antaranya, Dajjal dan Iblis.

Hal yang membuat kita lebih sulit adalah terjadinya kerja sama antara Raja Syetan Jin dan Raja Syetan Manusia. Mereka memiliki kepentingan yang sama, yaitu menjadikan manusia sebagai pengikutnya. Setidak-tidaknya, ada keterangan dari Muhammad Isa Dawud (1996) tentang hal ini. Pada abad ke-8 Masehi, Dajjal, Raja Syetan Manusia, berlayar menuju Pantai Florida. Di tengah laut, tepatnya di Segitiga Bermuda ia dikejutkan dengan adanya sebuah istana. Di istana itu ternyata Iblis Azazil telah menunggunya selama jutaan tahun. Setelah keduanya bertemu, terjadilah kesepakatan atau perjanjian bahwa mereka adalah satu. Iblis sebagai raja yang tersembunyi dan Dajjal sebagai raja yang terlihat.

Perlu diketahui bahwa maksud dari tersembunyi dan terlihat adalah merujuk pada bentuk fisik, bukan dalam penampilan di muka umum karena dalam kenyataannya, Dajjal pun selalu bersembunyi karena punya sifat pengecut. Itulah isyarat dari Allah swt dalam surat An Naas tentang syetan yang biasa bersembunyi.

Setelah perjanjian itu, Dajjal melanglangbuana, mempelajari ilmu pengetahuan, mencari kekayaan, melakukan kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan berkobarnya perang-perang dan pertikaian di muka Bumi. Iblis menghasut manusia lewat bisikan-bisikan gaib, Dajjal menggembar-gemborkan pemikiran-pemikiran sosial, politik, budaya, agama, ekonomi, dan sebagainya. Sampai abad 20, memasuki abad 21, Dajjal mengasah kemampuannya dan terus melaksanakan berbagai rencana jahatnya.

Tindak-tanduk Dajjal hasilnya sudah tampak di muka Bumi, yaitu berbagai ketimpangan yang terjadi. Meskipun demikian, ia tetap tersembunyi dengan kerja rapi tak mudah dilihat. Tak heran jika dalam catatan sejarah kehidupan manusia, banyak hal misterius yang tak terpecahkan.

Seorang Jenderal Amerika, William Gay Karl, mengaku bahwa sejak Revolusi Perancis tahun 1789 M sampai sekarang (13 Oktober 1958: Pen.), masih ada kekuatan misterius yang menggerakkan berbagai revolusi dan menggunakan orang-orang berpengaruh, seperti, Mirabeau, Lafayette, dan Duke Dourlian. Sejumlah orang masih mewakili kekuatan misterius gerakan-gerakan ini. Walaupun nama-nama mereka berbeda, mereka tidak keluar dari tangan-tangan kekuasaan misterius yang mewujudkan gerakan-gerakan itu. Mereka diperalat untuk menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Ketika mereka melaksanakan kepentingan itu, mereka dibersihkan dari kekuatan-kekuatan yang dibelanya. Kekuatan-kekuatan misterius itu melemparkan tuduhan dan memikulkan dosa yang sebenarnya adalah tanggungan mereka. Beginilah orang-orang itu mati karena noda dan dosa mereka, padahal kekuatan-kekuatan misterius itu tetap ada di belakang komplotan-komplotan internasional yang berlepas diri dari setiap prasangka (Muhammad Isa Dawud: 1996).

Dunia pun sampai kini masih dibuat bingung tentang peristiwa pembunuhan Presiden John F. Kennedy plus kematian keturunannya; pembunuhan Presiden Abraham Lincoln; pembunuhan Malcolm X; pembantaian terhadap orang Yahudi oleh Hitler, apakah benar ataukah kisah rekaan?; Segitiga Bermuda; UFO; Neil Armstrong; Teori Evolusi; pembunuhan terhadap para pembesar negara serta penghilangan tokoh-tokoh dan aktivis; terorisme; peledakan bom di tempat-tempat yang bukan seharusnya; tragedi penabrakan gedung WTC; invasi AS ke Irak; masalah Palestina; G-30-S; Medio Mei 1998, Peristiwa Poso; Bom Bali; Bom JW Marriot; pemboman di Kedubes Australia; virus flu burung; hasil-hasil Pemilu. Di samping itu, saya yakin bahwa masih banyak peristiwa misterius, baik di tingkat internasional, maupun di tingkat negara masing-masing.

Dari seluruh rangkaian peristiwa menghebohkan itu, baik di tingkat internasional maupun di dalam negeri sendiri, kita akan merasakan sesuatu yang aneh, semacam invisible hand atau menurut Cherep Spiridovich, gubernur dari Skandinavia yang telah dibunuh secara misterius, The Hiden Hand. Tangan-tangan itu kekuatannya menjurus ke satu arah, satu maksud, dan berasal dari satu arah juga. Siapa pun pelakunya, negara mana pun yang menjadi bintangnya, selalu ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya.

Kalau ada orang yang mengatakan bahwa tak ada yang namanya skenario global, baik itu pejabat sipil, militer, akademisi, aktivis, ataupun rakyat biasa, hanya ada dua kemungkinan bagi orang itu, yaitu: dia orang bodoh dan tolol atau dia itu anak buah syetan, baik sadar ataupun tidak. Kalau bodoh dan tolol, lumayanlah, dia bisa belajar lagi agama dari awal yang mengajarkan bahwa syetan sudah bertekad memerangi manusia tak terbatas oleh batas-batas negara. Di mana pun ada manusia, di sana ia melancarkan aksinya, baik menyesatkan secara individual maupun sosial. Kalau tidak bodoh dan tolol, berarti orang itu sudah benar-benar kesetanan.

Begitulah sampai hari ini, kedua Raja Kesesatan itu bekerja tak henti-hentinya. Anak buahnya makin banyak, baik dari jenis jin maupun manusia, seiring dengan semakin bingung dan sesaknya kehidupan di dunia ini karena terlalu jauh dari tuntunan Illahi.


Jasmerah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah)
Seluruh gonjang-ganjing yang terjadi di muka Bumi ini tak terlepas dari campur tangan syetan. Syetan-syetan itu, baik manusia maupun jin sangat senang jika manusia bertengkar, adu bacot, dan saling bunuh.

Mari kita lihat hubungan dengan tetangga kita itu, Malaysia. Yang namanya angkuh, pongah, sombong, bengal, aniaya, sadis, kejam, curang, maling, fitnah, dan ngaku-ngaku milik orang lain adalah perbuatan syetan yang ditularkan kepada manusia yang nafsunya rendah. Itu pasti. Ada yang tidak setuju dengan pendapat ini? Silakan saja tidak setuju Wahai Manusia Gila.

Perilaku-perilaku itu bisa ditularkan syetan, baik jin maupun manusia. Dalam konteks hubungan Indonesia-Malaysia, kita sudah dapat menunjukkan telunjuk kita bahwa di negeri itu ada banyak yang telah bergaya syetan.

Dalam hal lain, patut pula kita lihat. Dulu Indonesia telah sangat hebat dan benar dalam melangkah sesuai preambul UUD 1945, Pancasila, serta politik luar negeri yang bebas dan aktif. Sumber-sumber hukum itu menjadi dasar hidup bangsa untuk tidak memihak salah satu blok besar di dunia. Saat itu di dunia ada blok kapitalis dan blok komunis. Kita berada di tengah, tidak memihak, tetapi terus menggalang secara aktif perdamaian dunia. Negeri Indonesia ini memimpin negara-negara yang tidak memihak itu. Kita berada di depan. Negara-negara di dunia pun terperangah melihat aksi-aksi berani Indonesia dalam pentas percaturan politik dunia.

Baik kapitalis maupun komunis adalah sama dalam satu hal. Kedua aliran pemikiran itu menekankan pada benda, materi, kekuasaan, dan segala yang sifatnya duniawi. Kapitalis didasari pada nafsu upaya kepemilikan modal sebanyak-banyaknya, sedangkan komunis didasari pada kebencian terhadap kapitalis yang telah mencuri harta-harta kaum buruh, kaum terpinggirkan. Keduanya sama, yaitu rebutan materi, rebutan makanan.

Adapun Indonesia meyakini Pancasila yang tidak kapitalis dan tidak komunis. Pancasila menekankan pada bidang spiritual sehingga manusia dibimbing agar dapat menggunakan segala sesuatu yang sifatnya duniawi untuk kepentingan spiritual dan kemakmuran bersama. Kemandirian Indonesia pada saat dulu itu ditunjang pula oleh kemerdekaan yang diraih melalui perjuangan yang berpuncak pada peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu pula, Indonesia tidak bergantung pada bangsa lain.

Berbeda dengan Malaysia yang merupakan negeri persemakmuran. Negeri yang bisa disebut kemerdekaannya merupakan hadiah dari penjajahnya.

Malaysia dulu sempat konflik dengan Indonesia karena Indonesia menganggap Malaysia sebagai negara yang prokapitalis, neokolonialisme imperialisme. Itu bisa dilihat dari besarnya bantuan pasukan kapitalis saat berperang melawan Indonesia.

Sebagaimana tadi disebutkan bahwa kapitalis pun merupakan pemikiran yang diracunkan oleh syetan. Artinya, Malaysia dekat sekali dengan negeri-negeri yang pemikirannya racun syetan itu. Berbeda dengan Indonesia yang tidak ke kapitalis dan tidak ke komunis. Indonesia hampir menjadi Umatan Wasathon, 'Umat Penengah', sebagaimana yang diinginkan oleh Allah swt.

Jika dari dulu pengaruh negeri kapitalis sangat kuat di Malaysia, bukan tak mungkin sampai saat ini, disadari ataupun tidak, pengaruh itu terus menguat.

Melihat bahwa Indonesia begitu kuat tidak terpengaruh kekuatan aliran pemikiran yang rebutan uang itu, Iblis dan Dajal pasti tidak senang. Mereka berdua ingin Indonesia babak belur. Banyak cara yang mereka lakukan hingga Indonesia menjadi rusak seperti saat ini.

Akan tetapi, kita, bangsa Indonesia pun harus mengakui jika saat ini dekat dengan kapitalis berarti sedang bersahabat erat dengan Iblis.

Ada kisah menarik tentang syetan ini. Saat mata uang dinar pertama diciptakan, Iblis begitu bergembira ria.

Ia memeluk dan menimang-nimang uang sambil berkata penuh cinta, “Denganmulah aku akan menyesatkan manusia.”


Pelajari Dunia
Dunia ini dihiasi dengan pertikaian, konflik, kedustaan, dan lain sebagainya. Memang Iblis dan Dajal tak senang dengan kedamaian. Mereka sangat gembira dengan keadaan yang kacau balau. Pembunuhan dan kekejian adalah tontonan yang membuat mereka merasa sangat puas. Oleh sebab itu, keduanya tak henti-hentinya meluncurkan program fitnah kepada umat manusia.

Soal Malaysia ini, penyusun menjadi ingat negeri Irak. Irak dulu adalah negeri kuat yang sangat ditakuti. Dia telah mempersiapkan diri memerangi Yahudi sejak tahun enam puluhan. Untuk melemahkannya susah sekali jika dihancurkan langsung karena harus ada alasan yang tepat. Oleh sebab itu, dicarilah cara lain untuk memporakporandakannya.

Irak lalu dibisik-bisiki bahwa Kuwait dalam sejarahnya adalah salah satu provinsi Irak. Jika Irak bisa menguasainya, ekonomi Irak akan tumbuh lebih hebat. Irak yang dipimpin Sadam itu ternyata tergoda. Sang pembisik yang menggoda itu namanya Golda Meir, Yahudi.

Kuwait pun diduduki Irak. Akibatnya, fatal bagi Irak. Pihak kapitalis merasa terganggu karena Kuwait adalah salah satu sumber minyak mereka. Amerika yang paling kapitalis itu dan sekutunya menyerang, lalu menekan Irak. Sampai sekarang Amerika dan sekutu¬nya terus menduduki Irak. Irak pun lemah tak berkutik lagi. Kapitalis pun senang bukan kepalang. Soal jumlah serdadu yang mati, itu mah nggak seberapa dibandingkan keuntungan yang didapat para pemuja aliran pemikiran syetan itu.


Dua Skenario
Penyusun sangat khawatir jika sejarah Irak itu bisa teralami di Asia Tenggara. Seperti dikatakan tadi bahwa Iblis dan Dajal tak senang dengan keharmonisan hidup manusia. Mereka selalu mencoba merusakkannya.

Sungguh saya tak tahu separah apa pengaruh kapitalis di Malaysia, juga di Indonesia. Jika sangat kuat, berarti Iblis dan Dajal merajai kedua negeri ini.

Saya mendapat keanehan dalam hubungan Indonesia dan Malaysia. Seolah-olah kedua negeri ini memang disengaja untuk tidak akur oleh pihak kapitalis. Melihat Malaysia yang tergabung dalam persemakmuran dan terus-menerus pongah terhadap Indonesia dari dulu sampai sekarang meskipun menggunakan cara-cara yang bodoh seperti mengklaim-klaim hak Indonesia serta membuat manuver militer yang cukup mengejutkan di samping ada kebencian terhadap pers bebas, rasanya ada dalang yang ingin mengambil keuntungan.

Ada dua skenario yang penyusun khawatirkan. Pertama, Indonesia bisa marah, kalap, lalu menggunakan aksi militer hingga terjadi perang. Perang itu akan mengakibatkan sebagaimana yang terjadi di Irak. Pasukan kapitalis masuk ke Indonesia dengan tuduhan Indonesia adalah negara berbahaya bagi tetangga-tetangganya. Itu kalau Indonesia dirasakan bakal menang perang. Jika pasukan kapitalis masuk, kacaulah Indonesia, lebih menderita daripada sekarang ini.

Kedua, karena nasionalisme Indonesia sangat tinggi dan sangat mungkin bukan hanya tentara yang berperang, melainkan bersama rakyatnya, tetapi tidak cukup kuat melawan Malaysia yang kabarnya ada senjatanya yang agak lebih kuat, Indonesia dibiarkan kalah dalam berbagai lapangan kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun militer. Kalau sudah kalah, maka Malaysia akan mengendalikan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari berbagai pernyataan petinggi Malaysia yang selalu mengatakan bahwa kita ini serumpun dan sama-sama Nusantara, namun mereka ingin berada di atas Indonesia. Pernyataan itu seperti justifikasi bagi mereka untuk mengklaim hal-hal yang menjadi milik Indonesia serta berperilaku seperti pemimpin Nusantara. Di samping itu, kita bisa curiga bahwa negeri persemakmuran ini di bawah pengaruh berat kapitalis.

Entah ada berapa skenario lagi. Namun, yang jelas dari berbagai skenario, saat ini ada yang masih tidak tenang melihat Indonesia masih sangat kuat meskipun dilanda berbagai bencana, baik ekonomi, kepemimpinan, pendidikan, kemanusiaan, maupun bencana alam. Selain itu, ada banyak orang serakah yang ingin menguasai sumber-sumber daya alam di Indonesia dengan lebih mudah dan lancar. Syaratnya, Indonesia harus menjadi negara yang sangat lemah. Kapitalis akan mendapat untung besar.

Bisa pula ada yang masih ingat, lalu takut terhadap pernyataan King Faisal, Raja Arab yang pernah membuat Presiden AS Nixon kesurupan mengatakan oil Feisal, oil Feisal, oil Feisal. Raja Arab itu pernah mengatakan bahwa ia ingin pemimpin dunia itu lahir di Indonesia.

Soal Malaysia tidak menginginkan pers bebas itu mirip dengan sifat syetan yang biasanya bersembunyi. Syetan, baik Iblis maupun Dajal punya sifat yang sama, yaitu pengecut, suka berlindung di balik orang lain. Mereka tidak mau terbuka, tidak bersedia transparan, sepi dari publikasi, sebagaimana Firman Allah swt di bawah ini.

“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja Manusia, Sembahan Manusia dari kejahatan (bisikan) syetan yang biasa bersembunyi yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia dari golongan jin dan manusia.’.” (QS An Naas: 1-6)


Kembali ke Jati Diri
Hal yang paling penting dilakukan Indonesia adalah kembali ke jati diri. Jangan meniru-niru cara hidup orang lain dan tidak perlu banyak mendengar masukan pihak asing. Kita punya jiwa dan kepribadian sendiri. Dengan itulah kita akan menemukan cara-cara yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di dalam diri sendiri.

Sudahi merasa diri terbelakang dan bodoh. Kita merasa terbelakang, tertinggal, dan bodoh disebabkan selalu ingin hidup seperti orang lain, padahal Allah swt telah menciptakan kita lengkap dengan nilai dan norma yang telah dibawa sejak lahir untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar kita yang kaya raya. Nilai dan norma itu berbeda dengan bangsa lain. Jika menggunakan nilai dan norma bangsa lain, hidup kita akan berantakan. Saat ini kita berantakan karena kehilangan jati diri, lalu mengadopsi pemikiran asing, kemudian diterappaksakan di dalam negeri.

Sudah semestinya kita kembali ke kemuliaan diri. Kemuliaan diri kita ada di dalam jati diri kita, Pancasila. Itu pasti sakti.

Malaysia Kurang Ajar

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Manusia paling ngetop, baik di kalangan penghuni Bumi maupun penghuni langit, Muhammad Rasulullah saw, mengajari kita bahwa yang namanya tetangga itu adalah enam puluh rumah di depan rumah kita, enam puluh rumah di samping kanan dan kiri, serta enam puluh rumah di belakang dan depan rumah kita. Artinya, Enam puluh rumah dari seluruh penjuru mata angin adalah tetangga terdekat kita.

Dari keseluruhan tetangga kita itu, kita akan menyaksikan berbagai pribadi, sifat, tingkah laku, dan karakater. Dari keseluruhan jenis tetangga itu, kita bisa membedakannya mana yang baik dan mana yang buruk. Ada yang buruk bagi dirinya sendiri tanpa mengganggu orang lain. Namun, ada pula yang buruk dan sangat mengganggu kita. Jika kita menganggap bahwa Malaysia adalah tetangga, jiran, sesungguhnya tetangga kita itu telah berlaku buruk terhadap kita. Dia termasuk tetangga yang kurang ajar di kawasan Asia.


Sejarah Buruk

Indonesia dalam sejarahnya pernah berkronfontasi dengan Malaysia. Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Pulau Kalimantan antara Malaysia dan Indonesia pada 1962-1966.

Perang ini berawal dari kesombongan Malaysia yang ingin menggabungkan Brunei, Sabah, dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu 1961. Pada tahun itu Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan merupakan sebuah Provinsi di Indonesia. Di sebelah utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris, yaitu: Sarawak dan Britania Borneo Utara yang kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikan dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia. Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris dan memang kenyataannya Inggrislah yang benar-benar menggunakan Malaysia untuk kepentingannya. Penentangan dari Soekarno pun berdasarkan pandangan bahwa konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.
Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno menegaskan Malaysia adalah negeri pendukung neokolonialisme imperialisme yang membahayakan Negara Indonesia

Filipina juga membuat klaim atas Sabah dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kepulauan Sulu.

Di Brunei Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, menguasai ladang minyak, dan menyandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura.
Pada 16 Desember Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi dan pada 17 April 1963 pemimpin pemberontakan ditangkap. Pemberontakan pun berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas masyarakat di daerah yang diperebutkan menyetujuinya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Akan tetapi, pada 16 September sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan, Malaysia melanggar perjanjian dengan tak menginginkan negara luar, termasuk Indonesia dalam pembentukan federasi ini. Malaysia tampaknya takut kalah. Dia curang dengan bersikap berkuasa sebelum melihat hasil keinginan masyarakat setempat. Indonesia melihat hal ini merupakan bukti imperialisme Inggris dan memang Malaysia hanya sebagai boneka.


Perang
Pada 20 Januari 1963 Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April sukarelawan Indonesia mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda serta melaksanakan penyerangan dan sabotase.

Pada 27 Juli Soekarno mengumumkan akan mengganyang Malaysia. Pada 16 Agustus pasukan dari Rejimen Askar Melayu Di Raja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Pada dasarnya Indonesia tidak memerangi masyarakat Malaysia, melainkan imperialisme Inggris dan antek-anteknya.

Filipina yang juga melihat kecurangan dan ketololan sikap Malaysia segera memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Meskipun demikian, Filipina tidak turut serta dalam perang.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Akan tetapi, Brunei menolak bergabung dan Singapura ogah juga, lalu keluar pada kemudian hari.

Ketegangan berkembang pada kedua belah pihak di Selat Malaka. Dua hari kemudian, terjadi kerusuhan pembakaran kedutaan Inggris di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi perang perbatasan. Pasukan Indonesia dan pasukan tak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Pada Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut Di Raja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia dalam jumlah sedikit serta harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar tentara Malaysia yang perang dengan tentara Indonesia berasal dari Inggris dan Australia, terutama Special Air Service. Orang-orang kulit putih itu memang harus menjaga bonekanya, Malaysia, agar tidak rusak.

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di Pantai Barat Daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober 52 tentara mendarat di Pontianak, perbatasan Johor-Malaka, kemudian ditangkap oleh pasukan Rejimen Askar Melayu Di Raja.

Malaysia yang kecil-kecil sombong itu kewalahan dan merengek-rengek meminta pasukan asing untuk menghadapi Indonesia. Oleh sebab itu, Januari 1965 Australia mengabulkan rengekan Malaysia untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan. Pasukan Australia menurunkan tiga Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi pasukan Inggris dan Australia tidak dapat menyerang melalui perbatasan Indonesia, tetapi unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (Operasi Claret).

Pada pertengahan 1965 Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah, dan berhadapan dengan Rejimen Askar Melayu Di Raja.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Soekarno menarik Indonesia dari PBB pada 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Komando Ganyang Malaysia yang digagas Soekarno ternyata benar-benar membuat Malaysia keteteran. Jika diteruskan, Si Jiran itu bakal hancur, babak belur. Selain itu, pihak Barat pun ketakutan karena kepentingan Nekolim bisa terganggu.

Malaysia mundur teratur dan harus mencari cara lain dan waktu yang lain untuk meneruskan kebodohannya sebagai boneka imperialis.

Dengan memandang bahwa basis penyanggah negara-negara kapitalis (Pakta Anzus yang terdiri atas Australia, Selandia Baru, dan AS), yaitu Malaysia dan Singapura berada dalam posisi bahaya karena gebrakan-gebrakan Soekarno, AS melakukan banyak rencana.

Untuk meredam atau mengimbangi aktivitas Soekarno, Amerika sudah tidak mungkin lagi mengandalkan kekuatan fisik. Mereka telah mencobanya berkali-kali melalui pemberontakan-pemberontakan di daerah, namun seluruhnya kalah. Misalnya, pemberontakan PRRI/RPI dan Permesta. Dengan angkuhnya, Amerika menyalurkan dana dan senjata lewat Singapura untuk PRRI dan Permesta. Amerika pun telah menyiapkan kekuatan tempur Armada VII di Laut Jawa. Armada VII ini digunakan untuk mengancam Jakarta agar keselamatan warga Amerika dan perusahaan-perusahaan miliknya dijaga. Armada VII Amerika adalah kekutan tempur yang telah mengalahkan Jepang di pasifik.

Jakarta rupanya tidak ambil peduli. Ahmad Yani, prajurit gagah berani, bertarung mempertahankan harga diri. Hanya dalam waktu tiga hari, Padang, Ibukota PRRI, berhasil direbut Yani. Selain itu, hanya dalam waktu satu minggu seluruh PRRI berhasil digulung.

Nasib yang sama dialami pula oleh Permesta. Dalam waktu yang singkat berhasil ditumpas. Di Sulawesi pesawat pembom B-26 yang dikemudikan agen CIA Allan Pope ditembak jatuh oleh Mayor Udara Dewanto. Akibatnya, Allan Pope ditahan, kemudian diadili. Dalam pengadilan, Pope mengaku bahwa operasinya dilakukan di Pangkalan Angkatan Udara Amerika di Clark Field, Filipina. Ia dijatuhi hukuman mati. Akan tetapi, Soekarno mengampuninya karena ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab tinggi.

Setelah Indonesia diserang dari dalam dan dari luar, dari dalam urusan politik melalui fitnah G-30-S dan dari luar perang fisik, Soekarno pun jatuh. Kejatuhan Soekarno itu membuat senang para kapitalis. Perang dengan Malaysia pun reda. Nekolim pun lebih melenggang sampai kini tertawa riang membodohi dan merampok Indonesia setelah berkolaborasi dengan para pejabat rendah mental, berjiwa korup, dan idiot tentunya.

Selepas itu, rasa nasionalisme dari setiap diri warga Indonesia mulai merosot dan menyerah dengan berpuas diri sebagai negara terbelakang yang tak mampu menegakkan kepala. Malaysia pun seolah berada di atas angin. Sejak saat itu kecongkakan mereka terhadap Indonesia terus berlanjut dari hal terkecil sampai hal terbesar, dari yang wajar sampai yang kurang ajar, dari biasa-biasa sampai yang paling menghinakan.


Sentimen Anti-Indonesia
Di Malaysia sangat terasa seperti ada gerakan yang terus-menerus menjalankan aksi sentimen terhadap Indonesia. Sebenarnya, Malaysia itu sombong kepada negara-negara tetangganya di kawasan Asean, terutama kepada Indonesia. Kekurangajaran itu sangat tampak ketika Malaysia mengalami kemajuan signifikan pada sekitar tahun 90-an, baik di bidang ekonomi, sosial dan pendidikan.

Mereka seolah-olah mau bilang nih gua mah maju, banyak uang, elu mah miskin terus Wahai Indonesia! Elu dulu petantang-petenteng menyerang, sekarang jeblog luh, sengsara! Tahu rasa luh orang miskin!

Pada tahun 70-an Malaysia terus-terusan menunjukkan sikap angkuhnya. Mereka mengiming-imingi gaji besar kepada guru orang Indonesia yang mau pindah ke sana. Mereka memang butuh pendidikan yang berkualitas. Mereka pun menyebarkan cemoohan bahwa gaji guru di Indonesia tidak seberapa, kecil, nggak cukup buat hidup. Sayangnya, Indonesia saat itu pemerintahnya anteng-anteng saja sehingga eksodus besar-besaran pun terjadi. Guru-guru berkualitas dari Indonesia memilih pindah ke Malaysia karena uang yang lebih besar.

Sejak itu, pendidikan di sana konon katanya maju kendati masih banyak mahasiswanya yang di kirim ke universitas di Indonesia. Celakanya lagi, setelah sekian juta penduduk Malay mengenyam pendidikan dari guru-guru berasal dari Indonesia, pendidikan di Indonesia sendiri saat Orde Baru mengalami penurunan kualitas sangat drastis alias jauh tertinggal.

Sikap menjengkelkan Malaysia itu terus berulang dengan arogansi luar biasa. Pelecehan yang mengemuka ke publik saat Malaysia menjadi tuan rumah Thomas Cup dengan membentang poster “Garuda Fall”, 'Garuda Jatuh'. Kejadian itu terus berlanjut dalam pertandingan sepakbola setiap Sea Games.

Main Kasar
Kepongahan itu berlanjut ke arah penerobosan teritorial. Pulau Sipadan dan Ligitan yang merupakan dua pulau milik Indonesia dicaplok juga. Indonesia saat itu memang tidak siap karena sedang diharubiru banyak kesusahan. Pencaplokan itu tidak mendapat perlawanan sengit dan berarti dari pemerintahan Megawati. Kita tampak seperti orang tolol yang dikemplang-kemplang kepalanya, tetapi diam saja karena mengaku bahwa diri kita adalah orang yang bego. Sementara itu, Malaysia terus bermain kasar.


Ambalat
Keberhasilan mencaplok Sipadan dan Ligitan tampaknya membuat hidung bengkak Malaysia semakin bengkak. Keangkuhannya menjadi-jadi apalagi setelah melihat Indonesia yang tampaknya begitu mudah dikalahkan dalam banyak hal, termasuk diplomasi soal Sipadan dan Ligitan. Malaysia meneruskan keangkuhannya dengan memprovokasi Indonesia soal Ambalat.

Blok Ambalat masuk dalam wilayah Indonesia tahun 1980, berdasarkan deklarasi Juanda tahun 1957. Dalam deklarasi yang diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ini, Indonesia ditetapkan sebagai negara kepulauan.

Sesuai prinsip negara kepulauan, Blok Ambalat seluas 6.700 kilometer persegi, merupakan wilayah Indonesia. Pada 1990 kandungan minyak Blok Ambalat diberikan kepada perusahaan minyak Italia dan konsensi Ambalat Timur diberikan kepada Chevron.

Masalah timbul saat Mahkamah Internasional pada 2002 memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan milik Malaysia. Sejak saat itu Malaysia mengklaim sebagian Blok Ambalat, yakni Blok ND 6 dan ND 7 yang kaya minyak menjadi miliknya. Bahkan, pada 2003 Malaysia memberikan konsensi kepada Petronas dan Shell.

Pada tahun 2005 hubungan kedua negara mulai memanas setelah kapal perang Malaysia melakukan provokasi dengan memasuki wilayah Ambalat. Sejak saat itu kapal perang Malaysia tak henti memasuki wilayah Ambalat yang kaya minyak itu tanpa izin. Pada 2008 tercatat lebih dari 26 kali terjadi dan tahun 2009 telah terjadi hingga 11 kali Malaysia memasuki perairan yang berada di ujung Kalimantan Timur itu.

Untuk menjaga kedaulatan, TNI mengerahkan 9 kapal perang, 2 pesawat Boeing 737 dan satu pesawat jet tempur Shukoi.

Politisi kawakan Indonesia, Agung Laksono, mengatakan dengan tegas bahwa Ambalat milik Indonesia 1000%. Tidak bisa diganggu gugat. Jika terus-menerus memprovokasi dan bandel, Indonesia perlu bertindak tegas. Salah satu ketegasan itu menurutnya adalah pembatasan semua aktivitas Malaysia di Indonesia.

Masyarakat Indonesia yang kini menghirup kebebasan pers dapat mengetahui berbagai informasi soal Ambalat. Tak heran banyak elemen masyarakat yang tersinggung dan marah. Salah satunya adalah Gerakan Pemuda Ansor yang siap mengirimkan Banser sebagai bentuk dukungan dalam menegakkan kedaulatan NKRI jika kondisi terburuk terjadi, yaitu perang fisik antara Indonesia dengan Malaysia.

Ketua GP Ansor Saifullah Yusuf mengaku siap mempertahankan NKRI. Akan tetapi, dia optimis bahwa tentara Indonesia masih sangat kuat. Ia sangat tersinggung sebagai negara besar yang dihina tindakan Malaysia.

Setelah banyaknya kegeraman dari pihak Indonesia, Malaysia mulai merasa bakal kalah karena salah. Si Jiran Kurang Ajar itu mirip anjing yang berlagak galak dengan mengonggong membisingkan telinga, setelah dipukul keras, baru terkaing-kaing, lalu berupaya melemahkan suaranya sambil bersikap kecut memalukan di hadapan orang yang memukulnya dengan ekor terlipat ke belakang pantatnya. Namun, ia masih punya gigi tajam dan sifatnya bisa kembali mendadak mengagetkan mengganggu gendang telinga. Begitulah sifatnya Si Anjing Goblok.

Malaysia yang terkena gertakan Indonesia setuju meredakan ketegangan di Ambalat. Hal ini diungkapkan Menteri Pertahanan Malaysia Dato' Seri Ahmad Zahid Hamidi usai melakukan pertemuan tertutup selama tiga puluh menit dengan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Kantor Departemen Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Ia mendatangi Kantor Dephan dan pihaknya akan memerintahkan jajaran Tentara Laut Diraja Malaysia untuk tidak melakukan tindakan provokasi di kawasan Ambalat.

Meskipun demikian, Si Hamidi juga meminta agar TNI AL Indonesia tidak menaruh wartawannya di kapal perang seperti yang terjadi sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan pemberitaan yang memprovokasi. Selain itu juga, Malaysia meminta untuk tetap menjaga hubungan baik dengan Indonesia yang telah terbina selama 35 tahun. Mirip anjing goblok yang tadi diceriterakan bukan? Kita jangan ikut-ikutan goblok juga dengan menuruti keinginan mereka.


Reog Ponorogo
Ada-ada saja ulah Negeri Anak Kecil Sombong itu. Kesenian Reog Ponorogo diklaim sebagai miliknya. Hal itu tentu saja membuat para sesepuh dan tokoh kesenian Reog Ponorogo, Jawa Timur, kecewa dan akan berjuang mempertahankannya.

Salah satu tokoh Reog Ponorogo, Ahmad Tobroni, mengaku sangat kecewa saat mendengar kabar dari situs internet milik Kementerian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia yang mengklaim bahwa tarian Barongan yang mirip dengan kesenian Reog Ponorogo tersebut adalah milik Pemerintah Malaysia. Dalam situs internet tersebut disebutkan bahwa tari Barongan yang terdiri dari beberapa penari seperti dadak merak atau barong jathil, seorang raja dan bujangganong mirip dengan tarian kesenian Reog Ponorogo. Selain itu, dinyatakan tarian barongan ini adalah warisan melayu yang dilestarikan dan bisa dilihat di batu pahat Johor dan Selangor Malaysia.

Ahmad kecewa atas sikap Malaysia yang seenaknya mengklaim seni reog adalah miliknya. Untuk itu, ia akan berjuang mempertahankan warisan budaya tersebut.

Bukan hanya Ahmad yang kaget sekaligus kecewa, warga Ponorogo dan instansi pemerintah setempat sempat pun kaget. Pasalnya, pemerintah Kabupaten Ponorogo sendiri telah mendaftarkan tarian Reog Ponorogo sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo yang tercatat dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan diketahui langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Tololnya dan begonya Malaysia begitu kentara. Soalnya, untuk memiliki peralatan kesenian tersebut, Malaysia harus membeli dari Ponorogo. Jadi, tidak mungkin bila sebuah negara memiliki kesenian kebudayaan, tetapi tidak mampu membuat peralatannya sendiri.

Beberapa perajin reog di Ponorogo mengaku mendapatkan order dari para pelanggannya di Malaysia. Malaysia cuma cari masalah, ngaku-ngaku tanpa keyakinan, memalukan sekali. Bodoh juga ya mereka? Bego memang.

Buntutnya, para perajin kesenian reog di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengancam tidak akan mengirim dadak merak reog ke Malaysia jika pemerintah Malaysia terbukti mengklaim Reog Ponorogo sebagai kesenian asli Malaysia.

Salah seorang perajin Reog Ponorogo, Eko Yudo, warga Kelurahan Tambak Bayan, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo mengatakan bahwa dirinya merasa geram kalau reog diaku sebagai kesenian asli Malaysia dengan nama seni Barongan. Oleh sebab itu, ia dan rekan-rekannya akan menghentikan kiriman kerajinan dadak merak reog bila Malaysia tidak mencabut klaimnya itu. Selama ini, dadak merak buatan Ponorogo itu diekspor atas permintaan pengusaha di Malaysia

Sejalan dengan kegeraman masyarakat, Bupati Ponorogo, Muhadi Suyono, menyatakan akan melawan melalui jalur hukum jika terbukti Malaysia mengklaim bahwa tarian Barongan yang mirip dengan kesenian Reog Ponorogo adalah milik negeri jiran tersebut.

Untuk itu, pihaknya meminta Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Pemkab Ponorogo untuk terus menyelidiki adanya informasi tersebut.

Secara pribadi Bupati Ponorogo meyakini bahwa dunia internasional tidak akan mengakui jika kesenian reog berasal dari Malaysia, melainkan dari Ponorogo. Pasalnya, selama ini masyarakat Indonesia bahkan dunia internasional sangat mengenal sebutan nama Reog Ponorogo. Bahkan, gabungan dua kata `reog` dan 'ponorogo' sangat mudah diucapkan dan sangat akrab didengar masyarakat luas.

Berdasarkan pengamatan Kepala Dinas Pariwisata dan Seni Budaya, Pemkab Ponorogo, Gunardi, gambar reog di website Malaysia itu adalah asli buatan Pak Molok, perajin reog di Ponorogo. Dadak merak reog yang dibuat Pak Molok berukuran panjang 2,25 meter, lebar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram, sedangkan yang membedakan antara reog buatan Molok dengan perajin reog lainnya terletak pada kekhasan saat membuat dadak merak dengan motif dan ukiran khusus.


Bahasa Indonesia Ancam Diklaim
Tampaknya, kemarahan masyarakat dan pemerintah Indonesia itu membuat Malaysia kebat-kebit, tetapi tetap angkuh dan kasar. Wakil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Abdul Azis Harun mengancam akan mengklaim bahasa nasional Indonesia sebagai bahasa Melayu (bahasa Malaysia) jika masyarakat dan pemerintah Indonesia terus mempermasalahkan Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange. Perlu diketahui bahwa lagu Rasa Sayange diklaim juga oleh Malaysia. Menurut Wakil Duta Besar Negara Tukang Klaim ini bahasa Melayu adalah bahasa Malaysia. Di samping itu, katanya, lagu Rasa Sayange dibuat pada tahun 1907 dan Reog Ponorogo jauh lebih tua lagi karena muncul sebelum bangsa Indonesia lahir.

Orang itu pun berkilah lagi dengan mengatakan bahwa pada masa lalu, baik Indonesia maupun Malaysia satu rumpun dan disebut Nusantara. Masyarakat dan pemerintah Malaysia menganggap Indonesia dengan Malaysia adalah bagian dari Nusantara. Munculnya permasalahan ini karena bangsa Indonesia mempersempit arti Nusantara tersebut. Baginya, negara-negara yang masuk ke dalam Nusantara itu selain Indonesia dan Malaysia, ada Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand bagian selatan. Jadi, apabila ada kesenian lagu tradisional Indonesia yang berkembang di Malaysia merupakan sesuatu yang wajar karena kesenian itu dibawa oleh suku-suku di Indonesia ke Malaysia sejak ratusan tahun lalu. Suku-suku di Indonesia datang bersama seni dan budaya tradisional dan dikembangkan di Malaysia. Malaysia tidak mungkin memisahkan mereka dengan seni budayanya. Abdul Azis pun menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia dan Malaysia telah membicarakan masalah yang saat ini ramai diperbincangkan, seperti, seni Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange. Dalam pembicaraan tersebut, pemerintah Malaysia lebih mengedepankan persatuan Nusantara.

Ia menambahkan bahwa kasus kesenian tradisional Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange ini menjadi ramai lebih karena pers Indonesia. Adapun pers Malaysia sendiri tidak terlalu membesar-besarkan masalah tersebut. Pasalnya, kedua kesenian tersebut sudah ada di Malaysia sejak ratusan tahun lalu yang dibawa orang Indonesia dan kemudian menetap di Malaysia.

Wah, wah, wah, cerdas juga Si Abdul ini. Penjelasannya dipenuhi bumbu penyamaran yang lumayan bagus, tetapi masih tidak rapi karena sobek di sana-sini, terutama masih meninggalkan keangkuhan dan pernyataan yang bertolak belakang dari kenyataan. Pada tulisan lain akan kita bahas bumbu penyamaran ini.


Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa negeri angkuh ini benar-benar pongah terhadap TKI. Baik para majikan, polisi, maupun agen tenaga kerja banyak yang memperlakukan TKI dengan cara-cara yang buruk. Berikut ini ada beberapa kasus yang sempat mencuat untuk dicuplik di sini, tentunya hanya beberapa karena sesungguhnya terlalu banyak TKI yang telah menjadi korban kekerasan di sana. Saya masih ingat bahwa PM Malaysia Ahmad Bedawi pernah sesumbar ketika menanggapi kekerasan yang menimpa TKI. Ia bukannya serius menangani TKI, melainkan mengalihkan masalah bahwa penyebab orang-orang Indonesia bekerja di Malaysia karena di Indonesia tak ada kerjaan. Suatu pengalihan perhatian yang kentara sekali salahnya. Memang benar di Indonesia lapangan kerja kurang menyerap angkatan kerja, tetapi itu masalah dalam negeri, seharusnya yang ditanggulangi adalah kekerasan terhadap TKI di Malaysia bukan ngomongin masalah pekerjaan di Indonesia. Kalau pemimpinnya saja sudah angkuh begitu, pantas saja banyak warganya yang belagu.

Ismail, 38 tahun, seorang TKI di Malaysia tewas akibat penyakit yang dideritanya setelah dua minggu menjalani perawatan di RS. Selama bekerja di sana korban mendapat perlakuan kasar dari polisi Malaysia yang menangkapnya dengan tudingan tak memiliki dokumen ketenagakerjaan. Ia ditahan serta disiksa dengan cara dipukul, dijemur seharian, dan bentuk penyiksaan lainnya selama tiga bulan di penjara Keluweng.

Sebenarnya, Ismail divonis selama empat bulan, tetapi karena kesehatannya buruk, segera dikeluarkan.

Perlakuan polisi itu sudah sangat tidak manusiawi, menganggap manusia sebagai hewan. Semestinya, kalau kondisi kesehatan Ismail buruk, bukan dikeluarkan atau dipulangkan, melainkan pulihkan dulu kesehatannya, baru dipulangkan. Kok tolol amat sih polisi di sana?

Ada seorang perempuan berusia 19 tahun yang diwawancarai tim peneliti Institute for Ecosoc Rights di penampungan KBRI Malaysia. Ia mengakui selama dua tahun disiksa majikannnya dan sudah sepuluh bulan tidak diberi makan nasi. Sehari-hari disuruh makan mie instan. Habis itu disiksa, ditendang di seluruh badan, lalu diikat di kamar mandi. Telinga dan mulutnya ditinju hingga keluar darah. Karena tak tahan, ia melarikan diri.

Tim peneliti pun menemukan kisah-kisah pedih lainnya dari banyak TKI, mulai penyiksaan hingga pemerkosaan. Sampai November 2008, sudah 513 warga Negara Indonesia yang mati di Malaysia dan sebagian besar adalah TKI. Mereka mati dalam sunyi, sepi dari pemberitaan.

Harus diakui memang dalam hal ekonomi Malaysia berada di depan Indonesia sehingga timbul kesombongan dalam diri mereka di samping tingginya tingkat stress karena terlalu sibuk cakah cikih cari uang, bertahan, dan bertarung dalam kompetisi mengejar materi.

Malaysia menjadi ladang pelecehan dan pembunuhan bagi TKI. Baik TKI yang legal maupun ilegal tak mendapat perlindungan hukum di Malaysia. Di negara itu TKI dihadapkan pada dua pilihan, yaitu: bertahan pada majikan dengan risiko perbudakan atau lari dari majikan dengan risiko ilegal dan menghadapi perbudakan dalam bentuk lain.


Siti Hajar dan Nirmala Bonat
Kedua TKI ini beritanya sempat mencuat dan menarik perhatian, baik publik Indonesia maupun Malaysia. Siti Hajar mengalami penyiksaan majikan selama tiga tahun bekerja di Malaysia. Si Majikan bengis itu namanya Hau Yuan Tyn alias Michelle.

Michelle menyiksa Siti Hajar, perempuan Garut itu, dengan menggunakan air panas, martil, dan melukai dengan gunting di rumahnya di Kondominium Mont Kiara, Kuala Lumpur.

Adapun Nirmala Bonat disiksa majikannya, Yim Pek Ha pada 2004. Nirmala Bonat disiksa berkali-kali dengan menggunakan setrika. Wajah, dada, dan punggungnya melepuh. Siraman air panas juga menambah derita Nirmala. Untungnya, seorang Satpam menemukannya sedang menangis karena kesakitan di apartemen majikannya.

Penyiksaan itu dimulai setelah dengan tidak sengaja dia memecahkan sebuah cangkir. Yim Pek Ha langsung menyiramkan air panas ke arah Nirmala. Suatu hari karena tak puas dengan hasil setrikaannya, dia memukul, lalu setrika panas itu ditempelkan ke tangan dan payudara Nirmala.
Ada lagi perempuan Garut yang disiksa majikannya. Dia bernama Nuryati Kobar, disiksa dan diikat dengan kejam.

Mereka hanyalah contoh yang bisa ditulis di sini. Masih banyak lagi putera puteri Nusantara yang menderita penyiksaan tanpa diketahui.


Samseng dan Polisi Brutal
Samseng jika di Indonesia disebut preman. Samseng pernah terlibat perkelahian dengan TKI dengan bersenjatakan samurai. Mereka memukuli dan membantai TKI dengan cara yang biadab. Mereka dipukul, ditendak, diinjak, dan dilemparkan ke dalam mobil.

Polisi memang mendamaikan perkelahian itu, tetapi dengan cara yang kasar. Polisi itu menginjakkan kakinya ke kepala TKI lalu melemparkan tubuh yang tampak sudah tak bernyawa itu ke dalam mobil.

Kejadian itu terekam video dengan berdurasi 6 menit 41 detik. Lokasinya di Bintulu, Sarawak, Malaysia. Keangkuhan yang tolol itu ternyata menjalar juga di tingkat polisi dan preman.


Kaing-Kaing Lagi
Karena banyaknya kasus perlakuan tidak normal sebagai manusia di Malaysia, mulai Jumat 26 Juni 2009, pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja informal ke Malaysia. Penghentian sementara yang merupakan sebuah langkah biasa-biasa itu membuat banyak pihak di Malaysia terkaing-kaing lagi seperti anjing yang dipukul terkaing-kaing dengan ekor terlipat rapat ke belakang, padahal nggak keras-keras amat.

Penghentian itu menuai reaksi dari Malaysia, tak hanya memusingkan para agen tenaga kerja, penghentian itu juga membuat para majikan frustasi. Para majikan itu sudah membayar, tetapi pekerja rumah tangga mereka tak kunjung datang. Padahal, mereka sudah mengeluarkan biaya dan tidak ada penggantian. Para penyedia TKI pun pusing, stres, dan frustasi sebab untuk setiap pembantu yang didatangkan, agen harus mengeluarkan dana sebesar RM 2.500.

Malaysia memang butuh tenaga dari Indonesia. Setiap bulan Indonesia mengirimkan 3.000 tenaga informal ke sana.

Tuh kan, baru segitu saja sudah kerepotan mereka. Jadi, sebenarnya memang mereka itu cuma sombong dan ingin diperhatikan kesombongannya. Saat dibalas sedikit saja sudah kaing, kaing, kaing …!

Pasca putusan penghentian, Depnakertrans mulai mengirimkan surat edaran ke seluruh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) seluruh Indonesia untuk menghentikan sementara pengiriman TKI ke negeri jiran tersebut.

Penghentian sementara pengiriman pembantu ke Malaysia adalah buntut kasus penyiksaan terhadap tenaga kerja Indonesia di Malaysia, Siti Hajar. Namun, pihak Malalsia berupaya menjelaskan bahwa tak semua majikan di Malaysia jahat dan sudah banyak kemajuan yang dilakukan pemerintah Malaysia, seperti, memberikan libur sehari tiap akhir pekan pada para pembantu rumah tangga asal Indonesia.


Lagu Indonesia Dibatasi
Nah, kalau yang ini baru kelihatan bahwa Malaysia itu mirip anak kecil yang sombong. Mereka mempersoalkan lagu-lagu Indonesia yang sering diputar di Malaysia. Mereka itu ngiri, soalnya lagu-lagu Indonesia sangat digemari publik Malaysia, sedangkan lagu-lagunya sendiri kurang laku. Kok gitu ya mereka?

Mestinya, para musisi dan artis di sana mencontoh musisi Indonesia dan berusaha lebih keras lagi agar bisa menghasilkan karya-karya yang lebih hebat lagi, bukannya ngiri. Kita, Indonesia sendiri, pernah kebanjiran lagu-lagu Malaysia, seperti, Amy Search, Siti Nurhaliza, dan Raihan, tetapi biasa-biasa saja, nggak kebakaran jenggot.

Mereka itu ibarat anak kecil yang merintih kepada pemerintahnya agar dikasih uang. Kalau mereka benar-benar hebat, berkaryalah yang maksimal jangan merengek, jadi bisa punya uang sendiri. Itu baru namanya orang dewasa, bukan anak kecil.

Persatuan karyawan industri musik Malaysia (Karyawan) memang mengusulkan pembatasan penyiaran lagu-lagu Indonesia di radio. Mereka berharap Menteri Tenaga, Air, dan Komunikasi Malaysia Shaziman Abu Mansor memperhatikan hal itu. Mereka ingin kuota 90 persen siaran lagu-lagu Malaysia, sisanya baru lagu Indonesia 10 persen. Tuntutan itu didukung sekitar 700 karyawan yang bekerja di industri musik.

Para karyawan industri rekaman Malaysia sudah lama memprotes dan menuntut agar radio di Malaysia tidak terlalu banyak menyiarkan lagu Indonesia karena akan menambah penjualan album penyanyi Indonesia di Malaysia dan menurunkan pangsa pasar album penyanyi Malaysia.

Para penyiar dan pengelola stasiun radio Malaysia beralasan seringnya memutar lagu Indonesia disebabkan banyaknya permintaan dari pendengar. Bahkan, tiga stasiun radio swasta yang saling berlomba menduduki posisi teratas di Malaysia, yaitu: Era FM, Hot FM, dan Suria FM memiliki program pemutaran lagu Indonesia setiap Minggu, antara pukul 10 s.d. 12 siang.

Penyanyi rock terkenal Malaysia Amy Search mengatakan kepada pers jika pukul sepuluh malam ke atas, Malaysia sudah seperti Jakarta karena semua radio menyiarkan lagu-lagu Indonesia hingga dinihari.

Karena banyak penggemarnya, banyak perusahaan telekomunikasi, seperti, Maxis, DIGI, Celcom, serta Telekom Malaysia (TM) yang mensponsori konser musik group band Indonesia di Malaysia.

Memang lagu-lagu Indonesia sangat menguasai dunia musik Malaysia. Musik Indonesia sering lebih banyak diputar dibandingkan musik Malaysia. Orang Malaysia sendiri sulit mencari lagu-lagu artis-artis Malaysia, tidak seperti di Indonesia. Begitu setel radio, artis-artis Indonesia semua ada.

Meskipun getol protes, ternyata Amy Search berduet juga dengan Gigi, musisi asal Bandung, Indonesia. Amy menjelaskan bahwa soal itu bukan masalah antara artis dengan artis. Masalahnya adalah pemerintah Malaysia tidak menjaga kuota musik Indonesia.

Sebenarnya, isu ini sudah berkembang sejak lama, zaman The Loid, Edi Silitonga, Broery Marantika. Kini kembali mencuat.

Soal musik atau lirik itu soal hati. Jika musik dan liriknya menyentuh ke hati, akan banyak hati yang merasa enak dan senang mendengar lagu itu. Dulu Indonesia pun dikuasai musik asing sampai-sampai musisi sendiri terpinggirkan. Kita masih ingat begitu seringnya kita dengar lagu-lagu dari Rolling Stone, The Purple, Phill Colins, Rod Stewart, Led Zepelin, Bon Jovi, Boyz One, West Life, bahkan dari Malaysia, seperti, Amy Search, Raihan, dan Siti Nurhaliza. Malahan, lagu-lagu itu ada di panggung-panggung tujuh belas agustusan. Namun, kini musisi Indonesia sudah banyak belajar dan merasa sehingga karya-karya mereka dinikmati oleh publik sendiri dan terjual pula ke berbagai negara, bahkan musisi tingkat dunia pun ada yang membeli hak cipta lagu Indonesia agar bisa dinyanyikan dengan bahasa mereka.


Penangkapan Petugas Indonesia
Kasus yang baru-baru ini mencuat adalah soal aksi kegoblokan Malaysia yang menangkap petugas dari Indonesia. Kemudian, memperlakukan para petugas Indonesia itu dengan tidak terhormat.

Akibat dari peristiwa itu, muncul kegeraman dari masyarakat Indonesia. Ada yang bakar bendera, siap perang, bahkan melemparkan kotoran ke kedutaan Malaysia.

Sikap dari masyarakat Indonesia itu pun menimbulkan reaksi dari pihak Malaysia. Sebenarnya, mereka itu takut. Akan tetapi, karena pemerintah Indonesia sedang dipimpin presiden yang lemah, mereka tetap pongah dan angkuh dengan sama sekali tidak meminta maaf atas kesalahan fatalnya.

Bangsa Indonesia tidak perlu lagi bergantung kepada pemimpin yang kata orang-orang santun dan lemah lembut itu. Kita mesti menunjukkan kegagahan kita. Kita sebenarnya tak terkalahkan. Merdeka pun bukan hadiah, melainkan hasil dari pertarungan keras. Rakyat Indonesia harus tetap berbuat sekuat tenaga dengan kesempatan yang ada, namun tetap harus berada dalam lingkungan undang-undang positif agar tidak merugikan diri sendiri. Artinya, harus tetap garang, namun tidak sampai membuat pemerintah Indonesia menangkap warganya sendiri karena melakukan aktivitas tertentu. Kalau sampai polisi Indonesia menangkap warga Indonesia yang cinta negerinya karena melakukan aktivitas protes terhadap Malaysia, itu bisa dipastikan orang-orang Malaysia akan tertawa terbahak-bahak, lalu orang-orang Indonesia bermental rendah dan lembek tak tahu arah serta bego plus tolol akan menyeringai sinis, ikut-ikutan senang.


Negeri Tak Tahu Terima Kasih
Dulu negeri itu sangat susah, lalu membutuhkan orang-orang Indonesia untuk membangun negerinya. Kemudian, Indonesia mengirimkan ribuan dokter, dosen, guru, profesor, para ahli. Setelah berhasil, Malaysia tidak butuh, lalu menyia-nyiakan orang-orang Indonesia.Hal itu diungkapkan oleh Anwar Ibrahim, Mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia.

Seharusnya, normalnya, jika sudah dibantu, ucapkan terima kasih, lalu jalin hubungan yang baik. Kita semua meyakini bahwa sesama manusia pasti saling membutuhkan. Kalaupun sekarang belum butuh, suatu saat akan ada kondisi membutuhkan. Itu pasti karena hidup selalu begitu.

Anwar Ibrahim mengaku malu dengan kebijakan Pemerintah Malaysia yang memperlakukan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negerinya itu dengan tidak wajar seperti adanya hukuman cambuk terhadap TKI yang melakukan pelanggaran tertentu. Dia tidak setuju dengan cara-cara Malaysia, tidak adil, tidak Islami, angkuh, sombong, dan beberapa aspek tertentu keterlaluan, termasuk untuk hukum cambuk. Ia menjelaskan bahwa Malaysia seperti melupakan jasa Indonesia yang telah membantu pertumbuhan Malaysia.

Menurutnya, pemerintah Malaysia tidak perlu memperlakukan TKI yang melakukan pelanggaran tertentu dengan tidak wajar karena seharusnya jika Malaysia sudah tidak memerlukannya, bisa dikirim (dipulangkan) dengan baik-baik, tidak perlu dizalimi dan dikerjain.
Ia berterima kasih kepada Indonesia karena lebih bijaksana dan sabar menangani masalah ini. Padahal, ia mengerti bahwa rakyat Indonesia marah. Pernyataan dan sikapnya itu pernah dinilai seolah-olah mengkhianati nasionalisme Malaysia dengan pergi ke Jakarta untuk mempertahankan dan membela kemanusiaan.

Sesungguhnya, Indonesia bukannya sabar menghadapi masalah itu, melainkan sedang menunggu pemimpin yang tepat yang mampu mengangkat harga diri bangsa dan bersikap adil pada dunia.


Banyak Maling
Beredar dugaan bahwa sikap pongah Malaysia itu adalah untuk menutupi perilaku-perilaku curangnya yang dilakukan di Indonesia. Mereka berharap kejahatannya tidak terganggu karena publik akan memperhatikan kepongahan itu.

Mereka bersama orang-orang Indonesia korup disinyalir telah melakukan ilegal loging terhadap kayu-kayu asal Kalimantan. Demikian juga dengan jual beli BBM yang konon menurut salah satu televisi swasta hasil investigasinya berasal dari nyolong. Pasir untuk pembangunan di hampir seluruh negara bagian di Malay berasal dari laut Indonesia.

Perilaku maling Malay terhadap kekayaan bumi Indonesia teramat banyak. Oleh sebab itu, mereka harus menutupinya dengan sikap arogan agar tidak terlacak perbuatannya. Sikap seperti ini seharusnya ditindak tegas oleh pemerintah Indonesia.

Bahkan, soal TKI pun dilakukan dengan cara maling, yaitu maling-maling kecil dari perusahaan perkebunan Malay mencuri orang-orang Indonesia untuk dipekerjakan di sana. Hal itu dilakukan karena mereka tidak mau mengeluarkan uang untuk pengurusannya dan jika kepepet langsung menyerahkan para TKI itu dengan alasan ilegal dan alasan lainnya.

Brengsek benar mereka.

Sudah maling, sombong lagi, pake ngaku-ngaku lagu Si Jali Jali, Angklung, Reog Ponorogo. Bisa-bisa Pancasila diklaim juga karena digali dari Bumi Nusantara dan Malaysia katanya bagian dari kita, satu rumpun, sesama Nusantara. Sory ya Coy ga ada serumpun-serumpunan, sebaiknya serumpun saja sana sama rumpun bambu.







Thursday, 9 September 2010

Keruntuhan Nasionalisme di Tingkat Elit

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Dewasa ini kita bisa melihat begitu semaraknya semangat nasionalisme di kalangan rakyat, terutama generasi muda. Mereka dengan berbagai ide, semangat, dan energinya berupaya memperingati proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam berbagai bentuk. Ada yang mengibarkan bendera di puncak gunung, di kedalaman gua, di kedalaman laut, menggubah syair-syair perjuangan, serta melakukan atraksi-atraksi spektakuler lainnya. Di samping itu, mereka pun menunjukkan kehebatan dalam hal akademik dan mampu melampaui kecerdasan para pemuda di lain negeri. Hal tersebut patut kita syukuri bahwa nasionalisme di kalangan generasi muda ternyata tidak luntur, bahkan menguat.

Meskipun demikian, sungguh merupakan sesuatu yang menyedihkan manakala generasi muda Indonesia memiliki rasa nasionalisme yang begitu tinggi dengan berbagai karyanya, para elit dan atau penyelenggara negara justru menunjukkan penurunan dalam hal nasionalisme. Mereka seperti kebingungan dalam menjalankan posisinya.

Hal yang saya sebut penurunan atau keruntuhan nasionalisme di tingkat elit adalah kurangnya pemeliharaan atau rasa ingin mempertahankan simbol-simbol perjuangan atau nasionalisme yang merupakan tanda sejarah Indonesia. Masyarakat sempat dikejutkan dengan adanya isu mengenai akan dijualnya patung Sudirman yang berdiri megah di Jakarta. Publik pun merasa prihatin dengan akan dijualnya rumah di Rengasdengklok yang merupakan simbol sejarah perjuangan Indonesia. Niat menjual itu dilakukan karena para ahli waris rumah itu merasa kesulitan dengan biaya pemeliharaannya. Adapula rumah pengasingan Ir. Soekarno di Brastagi, Tanah Karo, Sumatera Utara, yang kemudian dijadikan mess oleh Pemda setempat dan terbuka untuk umum. Demikian pula rumah Inggit Garnasih di Bandung yang sepi dari perhatian. Bahkan, surat nikah dan surat cerai antara Soekarno dan Inggit akan dijual oleh ahli waris karena biaya pemeliharaan rumah bersejarah itu tidak disetujui pemerintah. Di samping itu, mungkin ada banyak tempat dan simbol sejarah yang juga tidak diurus dengan baik.

Kekurangperhatian pemerintah itu jelas menunjukkan bahwa mereka sangat tidak mementingkan hal itu. Kalangan elit kita tampaknya sibuk dengan upaya mempertahankan posisi dan kepentingannya masing-masing karena demokrasi jelas membuat posisi setiap pejabat di negeri ini amat rapuh, rentan goyangan dan guncangan. Hal itu merupakan pertanda nyata kurangnya, bahkan terjadinya keruntuhan rasa nasionalisme di tingkat elit karena disibukkan oleh hal-hal yang bersifat duniawi materialistis.

Kita tidak mengerti mengapa pemerintah sampai harus kekurangan dana untuk mengurus itu semua, padahal negeri ini dibangun dengan keyakinan dan semangat perjuangan yang berada di bangunan-bangunan itu. Negeri ini lebih disibukkan dengan mengucurkan dana ke arah yang kurang perlu yang sebetulnya bisa lebih dihemat. Belum lagi dalam pembiayaan-pembiayaan yang kurang perlu itu dijangkiti penyakit korupsi yang jelas membengkakan pengeluaran negara.

Adalah kenyataan yang sangat menyakitkan sementara para pejabat kita berseliweran dengan mobil-mobil mewah dan menghadiri acara-acara seremonial yang memboroskan dana, sebagian melakukan perilaku korup, buang-buang uang untuk kampanye, bikin-bikin anggaran untuk pesta demokrasi bual-bualan, peninggalan-peninggalan dan tanda-tanda heroik perjuangan yang semestinya dijadikan dan dilestarikan sebagai saksi sejarah itu merana sengsara tak diperhatikan dengan baik. Negeri ini memang sedang dikuasai oleh banyak orang yang rasa nasionalismenya kurang dan mulai runtuh yang gemar melestarikan kedudukan, kepentingan, dan kekayaannya sendiri.

Masa ini adalah masa kegentingan. Para pemuda yang berjiwa nasionalis murni harus mampu menggusur generasi “bangkotan” yang sudah tidak lagi peduli dengan sejarah, jati diri, dan keyakinan jiwa bangsa Indonesia.

Merdeka!

Demokrasi Hadirkan Legislasi Pesanan Asing

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Salah satu kesulitan yang diderita bangsa ini untuk berkembang, maju, memiliki harga diri adalah disebabkan banyaknya legislasi yang kemudian diterapkan di negeri ini merupakan pesanan-pesanan asing. Pihak-pihak asing yang kemungkinan besar hampir bisa dipastikan berasal dari kaum kapitalis itu memiliki banyak kepentingan di negeri ini.

Negeri ini begitu kaya dengan sumber daya alam sekaligus merupakan pasar yang potensial untuk jualan barang apa pun. Pihak-pihak asing melihatnya sebagai santapan lezat untuk kepentingan bisnis dan kemungkinan untuk politik mereka. Salah satu cara yang sangat efektif untuk menguasai berbagai potensi di negeri ini adalah dengan menggunakan jasa para anggota legislatif untuk membuat atau mengesahkan berbagai aturan yang melindungi dan memperlancar kepentingan asing itu.

Hal itulah yang sempat diutarakan dan disesalkan oleh politisi terkemuka Permadi beberapa waktu lalu. Menurutnya, banyaknya legislasi pesanan asing itu disebabkan pula oleh para anggota legislatif kita yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai legislasi itu sendiri.

Sungguh hal itu merupakan keprihatinan kita bersama. Kapan negeri ini akan menikmati lebih utuh kekayaannya sendiri jika banyak aturan yang dikeluarkan ternyata tidak pro terhadap rakyat kecil, tetapi berupaya melanggengkan kepentingan yang sama sekali bukan untuk rakyat negeri ini?

Kenyataan ini menunjukkan bahwa negeri ini hanya menjadi alat pemuas kepentingan asing. Kita hanya menjadi alat permainan. Wakil-wakil rakyat yang diharapkan menjadi penolong rakyat malah asyik dengan para pengusaha luar itu.

Hal ini pun menguatkan dugaan bahwa sistem politik demokrasi telah memaksa para politisi kita yang rakus dan kurang pengetahuan untuk bermesra-mesra dengan pihak-pihak luar yang memiliki dana banyak. Dalam demokrasi, untuk mendapatkan jabatan di lingkungan penyelenggaraan negara, harus memiliki banyak dana. Para politisi mau tak mau harus punya uang banyak agar mendapatkan kedudukan yang mereka inginkan. Mereka tak akan merasa cukup jika hanya mengandalkan gaji yang sebetulnya sangat besar dibandingkan pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya. Dalam masa-masa kampanye atau persiapan untuk itu, para politisi harus memelihara konstituen, tim sukses, dan menciptakan alat-alat propaganda untuk bisa menang dalam pemilihan berikutnya. Di samping itu, mereka pun harus mempersiapkan diri untuk segera menggunakan kesempatan jika pintu money politics terbuka dan itu kesempatan yang efektif untuk mengikat pihak-pihak yang akan patuh kepadanya.

Salah satu sumber dana yang digunakan untuk kepentingan politiknya itu, tentu saja merupakan hasil berkolusi dengan pihak-pihak asing itu. Pihak luar memiliki keleluasaan dalam menggali potensi di negeri ini karena dinyamankan oleh aturan-aturan yang dikeluarkan para politisi “peliharaannya” dan para politisi dalam negeri yang tak tak tahu malu itu memiliki banyak uang sebagai hasil dari menyamankan kepentingan-kepentingan asing. Dengan demikian, sudah sempurnalah “perampokan” terhadap potensi-potensi negeri yang kita cintai ini.

Oleh karena itu, jangan terlalu banyak berharap bahwa negeri ini akan keluar dari kemelut yang menyengsarakan ini. Itulah buah dari demokrasi. Selama kita mengagungkan dan memuja demokrasi, kita akan selalu didera penderitaan karena berbagai perilaku kotor itu. Kekotoran itu memang sesuatu yang pasti terjadi karena demokrasi memaksanya untuk terjadi.

Jika kita berani, secepatnya tinggalkan demokrasi yang menyesatkan itu, tinggalkan secepatnya. Mulailah dari diri sendiri dan cobalah untuk menyadarkan lingkungan sekitar kita. Semoga Allah swt memberikan jalan keluar dari penderitaan ini. Amin.

Mental Hibah, Mental Jongos

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Sejak zaman Orde Baru soal hibah, hadiah, atau bantuan ini selalu menimbulkan kesalahan sekaligus perbedaan pemahaman di kalangan masyarakat yang beragam pengetahuan dan latar belakangnya ini. Saat itu sangat kentara sekali bangsa ini dengan istilah ”bantuan asing”. Bagi mereka yang paham, bantuan seperti ini tidak lebih dari hutang, pinjaman, yang harus dilunasi. Oleh sebab itu, banyak orang mengkritiknya. Di samping harus dilunasi, juga menyebabkan bangsa ini kurang berdaulat dan harus selalu mempertimbangkan keinginan “luar” yang memberikan bantuan itu. Akan tetapi, di kalangan masyarakat umum yang sudah mengetahui betapa tidak bolehnya negeri ini selalu mengikuti keinginan asing timbul pendapat atau ungkapan “ambil saja bantuannya, toh itu menguntungkan, tetapi jangan diikuti keinginan mereka”.

Saudara-saudara sekalian, pada kenyataannya bantuan itu sangat mengikat kita pada keinginan orang luar, terutama negara yang memberikan bantuan atau pinjaman itu. Pendapat masyarakat seperti yang disebutkan di atas disebabkan oleh kesalahan pemikiran akibat bahasa yang digunakan, yaitu “bantuan”, padahal sebenarnya pinjaman. Masyarakat menilai kata bantuan itu sebagaimana kata bantuan yang lazim beredar di masyarakat Indonesia. Biasanya, kita membantu saudara, kerabat, atau tetangga yang kesulitan itu atas dasar kasih sayang, iba, dan bernilai tulus. Kebiasaan itulah yang mendasari banyak masyarakat yang berpendapat untuk menerima bantuan dari pihak asing. Sesungguhnya, terjadi perbedaan yang jauh antara bantuan yang terjadi dalam keseharian masyarakat Indonesia dengan bantuan yang berasal dari pihak asing, kapitalis. Dalam dunia kapitalis, berlaku no free lunch, ‘tak ada makan siang gratis’, semuanya harus dihitung untung dan rugi. Jika membantu, mereka harus berhitung apa untungnya bagi mereka, sama sekali tidak tulus seperti apa yang terjadi di antara kita.

Sekali kita menerima bantuan mereka, pada saat itu berarti kita menjatuhkan diri untuk selalu dicampuri urusan oleh mereka. Kita akan selalu kesulitan untuk mengatur diri sendiri secara tegas karena kita telah diberi bantuan oleh mereka. Itulah salah satu penyebab mengapa negeri seperti harus selalu tunduk pada kepentingan asing, kapitalis.

Pada zaman ini, Orde Reformasi, sering kita dengar istilah hibah, ‘hadiah’ dari pihak asing. Banyak orang yang senang, terutama mereka yang bermental rendah dengan adanya hibah ini. Mereka dengan sukacitanya menerima hibah tanpa meneliti terlebih dahulu secara mendalam apa akibatnya. Memang hibah ini seperti memberikan hadiah cuma-cuma. Akan tetapi, akibatnya akan sama dengan bantuan yang ada semasa Orde Baru, yaitu pihak yang mendapatkan hibah akan dengan mudah “ditipu” atau dicampuri urusannya oleh pihak yang memberikan hibah. Bahkan, yang lebih mengerikan adalah pihak yang menerima hibah ini terkadang over acting untuk membuat senang pihak yang memberikan hibah. Itu sudah normal dan alamiah. Contohnya, jika diberi hadiah yang besar oleh orang lain, kita akan selalu berupaya santun dan menyenangkan orang yang memberikan hibah, terkadang pula kita bisa menjadi penjilat yang menutup mata jika pemberi hibah itu melakukan keburukan. Hibah telah membutakan akal sehat kita.

Hibah dari pihak asing, kapitalis ini sudah selayaknya dihilangkan dan atau ditolak sama sekali. Dengan demikian, negeri ini akan lebih memiliki harga diri dan mampu berdiri tegak di hadapan bangsa lain.

Kita sangat sedih jika negeri ini begitu gemar menerima hibah, baik akibat dari proposal yang kita ajukan atau dari pemberian karena aktivitas kita yang cenderung menyenangkan pihak luar. Hal itu menunjukkan betapa miskinnya kita dan begitu mudahnya kita dipengaruhi oleh orang lain. Apalagi jika hibah-hibah ini diterima oleh institusi-institusi penting negeri ini, misalnya, militer, kepolisian, atau departemen-departemen lain. Ditambah lagi jika banyak LSM dan media massa, baik cetak atau elektronik yang menerimanya. Di tengah masyarakat akan terbentuk opini dan kondisi palsu sebagaimana yang diinginkan pihak pemberi hibah. Negeri ini akan benar-benar jadi bahan permainan orang lain.

Ada pengakuan dari salah seorang anggota LSM yang dibiayai atau diberi hibah oleh pihak kapitalis. Memang saat itu tidak terjadi dan tidak terasa adanya permintaan berlebihan dari pihak pemberi hibah. Pemberi hibah hanya meminta sejumlah foto di daerah konflik di Indonesia. Akibatnya, kerugian yang diderita negeri ini begitu besar. Jumlah hibah yang saat itu dirasakan besar ternyata nilainya jauh lebih kecil dibandingkan kekusutan yang ditimbulkannya. Foto-foto yang mereka minta ternyata dijadikan bahan untuk mendiskreditkan Indonesia di dunia internasional sebagai negara pelanggar HAM berat.

Mental menerima hibah ini akan menjadikan negeri ini bermental jongos, tak punya harga diri, dan selalu cenderung mengikuti kehendak orang lain. Sudahkah kita lupa dengan ketegasan dari Pemimpin Besar Revolusi kita? Go to hell with your aids!

Penerimaan hibah dan atau pengajuan proposal agar diberi hibah atau bantuan ini, sesungguhnya tidak mendidik kita untuk Berdikari, ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Kita akan selalu gemar membikin-bikin kegiatan yang menyenangkan orang lain agar diberi materi yang tak seberapa dibandingkan kerugian yang akan diderita.

Ada sebuah contoh hebat dari Khalifah Ali bin Abi Thalib ketika ada seorang pengusaha besar yang akan memberikan hadiah.

Beliau dengan tegas menolaknya, “Anda tidak perlu memberikan hadiah, bukankah Anda sudah melakukan kewajiban membayar pajak?”

Penolakan itu menutup jalan bagi para pengusaha dan siapa pun yang berusaha mencoba diistimewakan oleh Khalifah. Semua berderajat sama dan memiliki hak yang sama dalam bermasyarakat. Khalifah tetap mampu berdiri tegar dan kukuh dalam menjalankan pemerintahannya tanpa dicampuri pihak lain.

Jika saja para penguasa di negeri ini mampu mendidik diri dan institusinya agar terbebas dari hibah, kemudian mencari sumber lain yang lebih menjamin harga diri, niscaya negeri ini akan lebih bermartabat, lebih berdaulat, dan lebih mampu berdiri di atas kaki sendiri.

Ulama pun Ikut Bersalah

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Bulan emas untuk mengembalikan diri ke arah kesucian. Kita, muslim, diberi kesempatan untuk beribadat di bulan mulia agar kembali menjadi baru dan istimewa. Hal itu tidak menjadi perdebatan sama sekali.

Para ulama berkali-kali menyuarakan di mimbar-mimbar dan majelis-majelis bahwa pada saat idul fitri bukanlah baju yang harus baru, bukan makanan yang harus segala ada, dan bukan pula piknik atau tamasya yang menjadi kesenangan, melainkan kembali ke kesucian diri sebagaimana bayi yang baru dilahirkan. Akan tetapi, dalam kenyataannya, masyarakat kita ini masih juga terjebak dalam budaya pakaian baru dan pesta raya yang memerlukan uang lebih dibandingkan hari-hari biasa. Kebiasaan itu mengakibatkan bahwa pada saat idul fitri atau lebaran, harus memiliki dana lebih dari biasanya.

Untuk mendapatkan uang guna merayakan lebaran budaya itu, beragam cara dilakukan masyarakat. Ada yang normal, wajar, halal, dan ada pula yang haram. Saat ini sungguh tercipta kondisi yang memprihatinkan bahwa banyak masyarakat yang berupaya mendapatkan uang untuk lebaran dengan jalan tak halal, misalnya, mencuri, merampok, jual beli Narkoba, menipu, mengemis, memeras, dan lain sebagainya.

Perilaku-perilaku itu jelas menunjukkan kesalahan luar biasa yang berasal dari pemahaman dan kebiasaan yang salah luar biasa pula. Kesalahan-kesalahan itu pun berasal pula dari perilaku para ulama sendiri. Banyak mereka yang bergelar ahli agama yang memahami bahwa berlebaran itu bukan harus memakai pakaian baru dan bukan harus memiliki uang banyak, tetapi pada saat idul fitri mereka melakukan budaya yang salah itu pula. Mereka berbaju baru, jalan-jalan, makan makanan enak-enak, senang-senang mengikuti kebiasaan salah yang mereka salahkan sendiri ketika berceramah. Tampaknya, terjadi perbedaan antara hal yang diceramahkan dengan perilaku yang terjadi dalam dunia nyata. Oleh sebab itu, tidak terjadi perubahan sikap dari masyarakat dengan budaya lebaran ini. Mereka tidak melihat contoh dari orang-orang yang seharusnya menjadi contoh.

Memang tidak semua ahli agama melakukan budaya salah itu, tetapi kita melihat banyak sekali yang melakukannya. Artinya, upaya-upaya masyarakat yang memperbanyak uang untuk berlebaran sampai melakukan hal-hal yang haram disebabkan pula oleh tidak konsistennya para ahli agama itu dengan materi yang diajarkannya. Oleh sebab itu, para ulama pun memikul kesalahan atas perilaku masyarakat itu. Dengan kata lain, mereka tidak memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan idul fitri sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw.