oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Salah satu kesulitan yang diderita bangsa ini untuk berkembang, maju, memiliki harga diri adalah disebabkan banyaknya legislasi yang kemudian diterapkan di negeri ini merupakan pesanan-pesanan asing. Pihak-pihak asing yang kemungkinan besar hampir bisa dipastikan berasal dari kaum kapitalis itu memiliki banyak kepentingan di negeri ini.
Negeri ini begitu kaya dengan sumber daya alam sekaligus merupakan pasar yang potensial untuk jualan barang apa pun. Pihak-pihak asing melihatnya sebagai santapan lezat untuk kepentingan bisnis dan kemungkinan untuk politik mereka. Salah satu cara yang sangat efektif untuk menguasai berbagai potensi di negeri ini adalah dengan menggunakan jasa para anggota legislatif untuk membuat atau mengesahkan berbagai aturan yang melindungi dan memperlancar kepentingan asing itu.
Hal itulah yang sempat diutarakan dan disesalkan oleh politisi terkemuka Permadi beberapa waktu lalu. Menurutnya, banyaknya legislasi pesanan asing itu disebabkan pula oleh para anggota legislatif kita yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai legislasi itu sendiri.
Sungguh hal itu merupakan keprihatinan kita bersama. Kapan negeri ini akan menikmati lebih utuh kekayaannya sendiri jika banyak aturan yang dikeluarkan ternyata tidak pro terhadap rakyat kecil, tetapi berupaya melanggengkan kepentingan yang sama sekali bukan untuk rakyat negeri ini?
Kenyataan ini menunjukkan bahwa negeri ini hanya menjadi alat pemuas kepentingan asing. Kita hanya menjadi alat permainan. Wakil-wakil rakyat yang diharapkan menjadi penolong rakyat malah asyik dengan para pengusaha luar itu.
Hal ini pun menguatkan dugaan bahwa sistem politik demokrasi telah memaksa para politisi kita yang rakus dan kurang pengetahuan untuk bermesra-mesra dengan pihak-pihak luar yang memiliki dana banyak. Dalam demokrasi, untuk mendapatkan jabatan di lingkungan penyelenggaraan negara, harus memiliki banyak dana. Para politisi mau tak mau harus punya uang banyak agar mendapatkan kedudukan yang mereka inginkan. Mereka tak akan merasa cukup jika hanya mengandalkan gaji yang sebetulnya sangat besar dibandingkan pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya. Dalam masa-masa kampanye atau persiapan untuk itu, para politisi harus memelihara konstituen, tim sukses, dan menciptakan alat-alat propaganda untuk bisa menang dalam pemilihan berikutnya. Di samping itu, mereka pun harus mempersiapkan diri untuk segera menggunakan kesempatan jika pintu money politics terbuka dan itu kesempatan yang efektif untuk mengikat pihak-pihak yang akan patuh kepadanya.
Salah satu sumber dana yang digunakan untuk kepentingan politiknya itu, tentu saja merupakan hasil berkolusi dengan pihak-pihak asing itu. Pihak luar memiliki keleluasaan dalam menggali potensi di negeri ini karena dinyamankan oleh aturan-aturan yang dikeluarkan para politisi “peliharaannya” dan para politisi dalam negeri yang tak tak tahu malu itu memiliki banyak uang sebagai hasil dari menyamankan kepentingan-kepentingan asing. Dengan demikian, sudah sempurnalah “perampokan” terhadap potensi-potensi negeri yang kita cintai ini.
Oleh karena itu, jangan terlalu banyak berharap bahwa negeri ini akan keluar dari kemelut yang menyengsarakan ini. Itulah buah dari demokrasi. Selama kita mengagungkan dan memuja demokrasi, kita akan selalu didera penderitaan karena berbagai perilaku kotor itu. Kekotoran itu memang sesuatu yang pasti terjadi karena demokrasi memaksanya untuk terjadi.
Jika kita berani, secepatnya tinggalkan demokrasi yang menyesatkan itu, tinggalkan secepatnya. Mulailah dari diri sendiri dan cobalah untuk menyadarkan lingkungan sekitar kita. Semoga Allah swt memberikan jalan keluar dari penderitaan ini. Amin.
No comments:
Post a Comment